Apakah Amerika Serikat dan Israel Mampu Memaksakan Pelucutan Senjata Perlawanan?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i180766-apakah_amerika_serikat_dan_israel_mampu_memaksakan_pelucutan_senjata_perlawanan
Bertentangan dengan atmosfer media yang diciptakan seputar pelucutan senjata kelompok perlawanan di Lebanon, tampaknya Hizbullah telah memilih strategi “rekonstruksi” alih-alih “pemulihan deterrence” dalam jangka pendek.
(last modified 2025-11-21T04:34:17+00:00 )
Nov 21, 2025 11:31 Asia/Jakarta
  • Apakah Amerika Serikat dan Israel Mampu Memaksakan Pelucutan Senjata Perlawanan?

Bertentangan dengan atmosfer media yang diciptakan seputar pelucutan senjata kelompok perlawanan di Lebanon, tampaknya Hizbullah telah memilih strategi “rekonstruksi” alih-alih “pemulihan deterrence” dalam jangka pendek.

Upaya luas Amerika Serikat dan rezim Israel untuk melucuti senjata Hizbullah telah mencapai jalan buntu yang jelas. Kebuntuan ini tidak hanya berasal dari keteguhan perlawanan Lebanon, tetapi juga dari keraguan lembaga-lembaga Lebanon dalam melaksanakan Resolusi 1701 serta tekanan politik dan finansial Barat. Pemerintahan Trump, dengan koordinasi penuh bersama Tel Aviv, menggunakan embargo, ancaman militer, dan tekanan diplomatik untuk memaksa Lebanon menyerah. Namun sejauh ini, strategi tersebut hanya memperburuk krisis internal Lebanon, memperkuat posisi perlawanan, dan meningkatkan secara signifikan risiko meledaknya kembali perang.

Namun, pembatalan kunjungan panglima angkatan bersenjata Lebanon ke Washington, yang bertepatan dengan kunjungan Muhammad bin Salman ke Amerika Serikat, menunjukkan puncak perpecahan antara pemerintah Lebanon dan aktor-aktor Barat dalam upaya melucuti perlawanan serta mendorong Lebanon ke tepi jurang perang saudara.

Alasan Pembatalan Kunjungan Heikal ke Washington

Sumber-sumber di Lebanon mengungkap sisi tersembunyi dari pembatalan kunjungan Panglima Angkatan Darat, Jenderal Rudolf Heikal, ke Washington. Menurut laporan, penyebabnya tidak hanya terkait dengan pernyataan terbaru Heikal mengenai pelanggaran kedaulatan Lebanon oleh rezim Israel, tetapi berada dalam konteks ketegangan yang lebih luas antara Heikal dan delegasi politik-keamanan Amerika Serikat.

Akar utama ketegangan itu berasal dari memburuknya hubungan antara Heikal dan Morgan Ortagus, utusan baru Washington di Beirut. Ketegangan ini diperburuk oleh langkah-langkah Ortagus di balik layar untuk melemahkan posisi Heikal di hadapan sejumlah politisi Lebanon, dengan menuduhnya tidak melaksanakan tuntutan Amerika Serikat untuk menekan Hizbullah.

Ketidakpuasan ini meningkat setelah Heikal dalam rapat kabinet terakhir menyampaikan laporan rinci mengenai “penghinaan keamanan dan politik” yang dihadapi tentara Lebanon akibat agresi Israel di selatan. Ia bahkan mengisyaratkan kemungkinan menangguhkan seluruh aktivitas angkatan darat di selatan Litani karena “hambatan dan gangguan terus-menerus oleh Israel.” Pernyataan ini segera sampai kepada pihak Amerika dan menimbulkan ketidakpuasan baru.

Sumber-sumber menyatakan bahwa ketidaksenangan Washington bukan hanya karena pernyataan keras Heikal, tetapi karena penolakannya untuk melaksanakan permintaan langsung Amerika Serikat dan Israel—termasuk menggeledah rumah penduduk di selatan untuk mencari dan menyita senjata Hizbullah.

Heikal menilai tuntutan ini “berbahaya, merusak stabilitas internal, dan tidak berguna,” serta memperingatkan bahwa pemenuhan tuntutan tersebut akan membuka pintu bagi tuntutan lebih besar dari Israel. Karena itu, pembatalan kunjungan ini dinilai sebagai pesan politik: Washington menginginkan langkah lebih agresif terhadap Hizbullah, sementara Heikal memilih mempertahankan peran tentara dan stabilitas internal.

Pilihan Strategis Hizbullah: Rekonstruksi, Bukan Hanya Deterrence

Bertentangan dengan narasi media, tampaknya Hizbullah di bawah kepemimpinan Syekh Naim Qassem memilih strategi “rekonstruksi” unit-unit tempurnya, bukan sekadar memulihkan deterrence dalam jangka pendek. Langkah ini diperlukan untuk menutup celah kelemahan yang muncul dalam perang terakhir dan mempersiapkan kembali kapasitas tempur guna menghadapi agresi Israel dalam jangka panjang.

Hizbullah tampaknya berusaha menciptakan ulang kondisi yang memungkinkan terulangnya kemenangan strategis seperti pengusiran pasukan pendudukan Israel pada tahun 2000.

Masa Depan Pelucutan Senjata: Tidak Jelas dan Sarat Risiko

Untuk saat ini, tuntutan Amerika Serikat dan Israel mengenai pelucutan senjata perlawanan menghadapi masa depan yang tidak pasti. Bahkan terdapat kemungkinan bahwa Netanyahu, untuk menghindari kekalahan politik dan militer lain di front Lebanon, memilih opsi perang besar.

Perang berikutnya akan menjadi tolok ukur apakah Hizbullah memiliki fleksibilitas dan kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi agresi rezim Israel serta memaksa musuh mundur dari wilayah Lebanon.(PH)