Akankah Islamofobia Menghalangi Kemenangan Wali Kota Muslim Pertama New York?
-
Zohran Mamdani
Pars Today - New York, kota yang membanggakan keragaman budayanya, menghadapi gelombang Islamofobia di hari-hari terakhir kampanye pemilihan wali kota pada 4 November 2025. Puncaknya adalah kemenangan Zohran Mamdani, seorang kandidat Muslim dari Partai Demokrat, dan menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan komunitas Muslim di kota itu.
Kota New York sedang menyaksikan gelombang Islamofobia menjelang pemilihan wali kota pada 4 November 2025. Puncaknya adalah kemenangan Zohran Mamdani, kandidat dari Partai Demokrat dan Muslim Amerika pertama yang memiliki peluang besar untuk menduduki jabatan wali kota.
Mamdani, seorang sosialis demokrat keturunan Uganda-India, telah menjadi sasaran serangan verbal dan media yang seringkali berbau Islamofobia karena sikap progresifnya tentang perumahan terjangkau, transportasi umum gratis, dan kritik terhadap kebijakan Israel.
Suasana ini bukan hanya menegangkan kampanye, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas Muslim New York, yang mencakup sekitar 9 persen dari populasi kota (hampir 800.000 jiwa).
Islamofobia memiliki sejarah panjang di New York, tetapi mencapai puncaknya dalam siklus pemilu ini karena identitas agama dan posisi politik Mamdani.
Menurut Pusat Pemberantasan Islamofobia Kota New York (NYCIC), kejahatan kebencian terhadap Muslim telah meningkat sebesar 30 persen sejak Mamdani memenangkan pemilihan pendahuluan Partai Demokrat pada 24 Juni 2025.
Poster-poster kampanye Mamdani telah dirusak di lingkungan seperti Queens dan Brooklyn dengan istilah-istilah ofensif seperti "teroris" atau "hukum syariah", yang berakar pada stereotip Islamofobia. Insiden-insiden ini tidak hanya menegangkan Mamdani, tetapi juga seluruh komunitas Muslim, yang memperkuat rasa tidak aman di antara mereka.
Momen penting dalam hal ini adalah pernyataan kontroversial yang dilontarkan Wali Kota New York saat ini, Eric Adams, saat mendukung penantang independen Mamdani, Andrew Cuomo, pada 23 Oktober 2025.
Adams, yang sebelumnya bersuara lantang mendukung Mamdani dalam melawan serangan rasis, mengatakan dalam pidatonya, "New York membutuhkan pemimpin yang menyatukan semua komunitas, bukan pemimpin yang mengancam keamanan kota dengan sikap memecah belah".
Pernyataan tersebut, tanpa menyebut nama Mamdani secara langsung, merujuk pada posisinya terkait pemotongan anggaran kepolisian dan kritik terhadap Israel. Kelompok hak-hak sipil seperti CAIR-NY menyebut pernyataan tersebut "secara implisit Islamofobia" karena tampaknya mengaitkan identitas agama Mamdani dengan "perpecahan".
Adams juga menggambarkan Cuomo sebagai "pemimpin yang dapat dipercaya untuk menyelamatkan kota", yang ditafsirkan oleh para analis sebagai upaya untuk menarik pemilih moderat dan komunitas Yahudi yang tidak puas dengan sikap Mamdani terhadap Palestina.
Pernyataan itu merupakan bagian dari strategi yang lebih luas dari para penentang Mamdani untuk menggambarkannya sebagai "radikal" atau "tidak-Amerika".
Super PAC pendukung Cuomo, termasuk yang didukung oleh mantan Wali Kota New York Michael Bloomberg, yang telah menghabiskan $3,3 juta untuk iklan, telah menargetkan Mamdani atas dukungannya terhadap gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi). Iklan-iklan tersebut sering kali menampilkan citra gelap dan penggunaan kata-kata seperti "ekstremis", yang menurut para aktivis telah memicu stereotip Islamofobia.
Jajak pendapat Quinnipiac (9 Oktober 2025) menemukan bahwa 41 persen pemilih Yahudi mendukung Cuomo, sementara Mamdani memimpin di antara pemilih non-Yahudi (terutama Asia dan Latin) dengan 62 persen. Mamdani dan para pendukungnya, termasuk Alexandria Ocasio-Cortez dan Bernie Sanders, anggota progresif Partai Demokrat di Kongres AS, telah mengutuk serangan itu, menyebutnya sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu inti seperti krisis perumahan dan ketimpangan ekonomi.
Dalam pidatonya baru-baru ini di Bronx, Mamdani mengatakan, "Serangan-serangan ini bukan tentang politik, melainkan tentang identitas saya. Saya warga New York, dan kota ini milik kita semua."
Ia menekankan dialog antar-komunitas dan mendesak para pendukungnya untuk tidak menanggapi kebencian.
Selain memengaruhi pemilu, iklim Islamofobia ini merupakan seruan untuk masa depan koeksistensi di New York. Organisasi masyarakat sipil telah menyerukan lebih banyak pemantauan kejahatan kebencian dan kampanye pendidikan.
Saat Hari Pemilihan semakin dekat, pertanyaannya adalah apakah warga New York akan merangkul keberagaman atau menyerah pada rasa takut dan perpecahan yang dipicu oleh koalisi kaum konservatif dan Islamofobia.(sl)