Akankah Bencana Teluk Babi Terulang bagi Amerika Serikat di Venezuela?
Dengan meningkatnya kemungkinan serangan Amerika Serikat terhadap Venezuela, pertanyaan yang mengemuka adalah: apakah sejarah Teluk Babi akan terulang kembali di Amerika Latin?
Menurut laporan Pars Today, dalam langkah yang dianggap sebagai peningkatan besar dalam apa yang disebut “perang melawan narkoterorisme”, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memerintahkan pengerahan kapal induk terbesar di dunia, USS Gerald R. Ford, ke kawasan Karibia. Langkah ini dipandang sebagai sinyal dimulainya operasi udara terhadap sasaran di Venezuela.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menginstruksikan agar kelompok tempur kapal induk paling canggih Angkatan Laut AS, yang sebelumnya ditempatkan di Eropa, segera menuju Karibia. Trump juga memberi izin kepada CIA untuk melaksanakan operasi rahasia di Venezuela.
CNN melaporkan bahwa Trump tengah mempertimbangkan opsi untuk menyerang pusat-pusat produksi kokain dan jalur penyelundupan narkoba di wilayah Venezuela, meskipun belum mengambil keputusan final. Washington juga memutus semua komunikasi diplomatik dengan pemerintahan Nicolás Maduro, seraya menuduh presiden Venezuela tersebut terlibat dalam perdagangan narkoba.
Dalam beberapa bulan terakhir, atas nama perang melawan kartel narkotika, Amerika telah menargetkan lebih dari sepuluh kapal di perairan Venezuela dan Kolombia.Sebagai tanggapan, Presiden Maduro menuduh Amerika Serikat tengah “menciptakan perang” dan menyebut langkah tersebut sebagai provokasi berbahaya di Amerika Latin. Ketegangan antara Washington dan Caracas kini meningkat tajam, dengan dalih pemberantasan narkoba dijadikan pembenaran bagi ekspansi militer dan kontrol geopolitik AS di wilayah barat bumi.
Bayang-Bayang Teluk Babi
Pertanyaan yang muncul: apakah serangan militer Amerika ke Venezuela akan bernasib sama seperti invasi Teluk Babi? Operasi tersebut—yang terjadi pada April 1961—adalah upaya gagal Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro di Kuba. Operasi itu dirancang oleh CIA dan melibatkan sekitar 1.500 orang buangan Kuba yang dilatih di Amerika Serikat. Mereka mendarat di Teluk Babi, Kuba bagian selatan, dengan harapan mendapat dukungan rakyat lokal. Namun operasi tersebut berakhir dengan kekalahan total: pasukan Kuba di bawah Castro berhasil menumpas invasi dalam tiga hari. Lebih dari 1.200 penyerang ditangkap dan sekitar 118 orang tewas.
Kegagalan itu menjadi pukulan politik besar bagi Presiden John F. Kennedy dan memperburuk citra Amerika di mata dunia. Sebaliknya, Castro justru semakin memperkuat aliansinya dengan Uni Soviet, yang akhirnya berujung pada Krisis Rudal Kuba tahun 1962. Bagi rakyat Kuba, Teluk Babi menjadi simbol perlawanan terhadap imperialisme Amerika, dan hingga kini diperingati setiap 19 April sebagai “Hari Kemenangan”.
Kemiripan dan Perbedaan
Meskipun terdapat kesamaan tertentu, ulangnya skenario Teluk Babi di Venezuela tampak kecil kemungkinannya. Invasi 1961 dilakukan secara terselubung dengan dukungan tidak langsung AS; sementara operasi terhadap Venezuela, bila benar terjadi, akan bersifat langsung dan terbuka, dengan skala militer yang jauh lebih besar.
Beberapa titik perbandingan penting antara dua peristiwa tersebut adalah:
Bentuk Intervensi
Teluk Babi dijalankan oleh pasukan perantara (para buangan Kuba) dengan dukungan rahasia CIA. Sebaliknya, operasi terhadap Venezuela kemungkinan melibatkan kekuatan reguler militer AS secara langsung, termasuk kapal induk dan jet tempur.
Basis Dukungan Rakyat
Seperti halnya dukungan rakyat Kuba kepada Fidel Castro pada 1961, rakyat Venezuela juga menunjukkan loyalitas terhadap pemerintahan Maduro, meski di bawah tekanan ekonomi dan propaganda Barat. Latihan militer dan parade besar yang melibatkan milisi sipil menunjukkan solidaritas antara rakyat dan tentara Venezuela. Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino López, menegaskan bahwa setiap operasi rahasia CIA akan berakhir dengan kegagalan seperti sebelumnya.
Resonansi Regional dan Global
Opini publik Amerika Latin kini lebih peka dan kritis terhadap intervensi militer AS. Presiden Kolombia Gustavo Petro secara terbuka memperingatkan Washington bahwa tindakan semacam itu akan menimbulkan ketidakstabilan regional. Sementara itu, Brasil juga memperingatkan bahwa intervensi AS di Venezuela akan membawa dampak destruktif bagi seluruh Amerika Selatan.Dengan demikian, baik negara-negara tetangga maupun masyarakat internasional tidak lagi menerima model intervensi lama Washington atas nama “demokrasi” atau “perang melawan narkoba”. Sejarah Teluk Babi menjadi pelajaran bahwa kehendak rakyat dan kedaulatan nasional kerap menjadi faktor penentu dalam menghadapi kekuatan besar.