Penyebab Kebuntuan Perundingan AS-Korut
https://parstoday.ir/id/news/world-i76716-penyebab_kebuntuan_perundingan_as_korut
Amerika Serikat di era kepresidenan Donald Trump, menjalankan kebijakan ancaman dan perundingan dalam menyikapi Korea Utara.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Des 19, 2019 11:52 Asia/Jakarta
  • Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un bertemu di Zona Demiliterisasi Korea.
    Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un bertemu di Zona Demiliterisasi Korea.

Amerika Serikat di era kepresidenan Donald Trump, menjalankan kebijakan ancaman dan perundingan dalam menyikapi Korea Utara.

Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, telah mengadakan tiga putaran pembicaraan di lokasi yang berbeda, tetapi belum ada titik temu untuk mengakhiri krisis di Semenanjung Korea. Pembicaraan terbaru di tingkat ahli juga tidak membuahkan hasil.

Perkembangan itu telah mengundang reaksi dari Rusia, sebagai rival AS di arena internasional, dan negara yang memiliki hubungan dekat dengan Korea Utara.

Menurut Wakil Tetap Rusia untuk Badan-badan PBB di Wina, Mikhail Ulyanov, kebuntuan perundingan kedua pihak disebabkan oleh sikap Washington yang tidak memenuhi janjinya meskipun Pyongyang telah menghentikan uji coba nuklir.

"Korea Utara telah menahan diri dari uji coba nuklir sejak September 2017 dan menghentikan penembakan rudal jarak jauh sejak September 2018, tetapi langkah-langkah penting ini, tidak mengarah pada pengurangan sanksi bahkan secara simbolis. Tidak heran proses pelucutan senjata nuklir terhenti. Negosiasi bukan jalan satu arah," tulis Ulyanov di akun Twitter-nya, Rabu (18/12/2019).

Mikhail Ulyanov.

Moskow mengkritik pendekatan pemerintahan Trump dalam memperlakukan negara-negara anti-Amerika. Tidak hanya mengenai Korea Utara, Trump juga memberlakukan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran. Langkah ini bertujuan menekan Tehran agar memenuhi tuntutan Washington tanpa syarat dan memberikan konsesi kepadanya.

Rusia dan Cina – sebagai dua sekutu Korea Utara – percaya bahwa mempertahankan sanksi terhadap Pyongyang di tengah sikap kooperatif negara itu, tidak akan menjadi sebuah proses yang efektif dan baik.

Pada 16 Desember lalu, Cina dan Rusia mengusulkan sebuah draft resolusi ke Dewan Keamanan PBB untuk mencabut larangan ekspor produk makanan dan tekstil Korea Utara dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan masyarakat di negara itu.

Kedua negara juga mendesak dihidupkannya kembali perundingan multilateral dengan tujuan mencapai solusi damai melalui perundingan, mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea, dan membangun kerja sama yang bermanfaat di Asia Timur.

Draft usulan Cina dan Rusia menyerukan pengecualian proyek-proyek kerja sama kereta api dan jalan antar-Korea dari sanksi AS.

Namun, Washington kembali menunjukkan sikap bermusuhannya terhadap Pyongyang dan menentang usulan Rusia dan Cina untuk meringankan sanksi Korea Utara.

Pyongyang berulang kali mengkritik Washington karena terus menerapkan tekanan, meskipun pihaknya telah memenuhi beberapa tuntutan AS. Pemimpin Korea Utara juga sangat menyadari akan peran penting kemampuan nuklirnya dalam menghadapi AS, dan tidak akan mengesampingkan kekuatan strategis ini selama belum menerima konsesi yang substansial, terutama penghapusan sanksi. (RM)