PR Besar Pasca Implementasi Brexit
Setelah tiga setengah tahun mengalami pasang surut, Brexit akhirnya mulai berlaku, dan Inggris secara resmi meninggalkan Uni Eropa pada 31 Januari 2020 pukul 11 malam (waktu setempat) yang mengakhiri 47 tahun keanggotaannya di Uni Eropa.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson menyebut keluarnya Inggris dari Uni Eropa sebagai "fajar baru" yang harus disambut. Namun para pejabat Uni Eropa tidak senang dengan keputusan tersebut, dan menyebutnya sebagai akhir dari dekade kerja sama politik dan ekonomi dengan Inggris. Presiden Prancis Emmanuel Macron, menyebut Brexit sebagai peristiwa sangat penting secara historis, dan menyatakan kesedihannya sembari menyebut Brexit sebagai "lonceng peringatan".
Brexit dijalankan ketika banyak warga negara Inggris yang hadir dalam perayaan keluarnya Inggris dari Uni Eropa dengan khawatir besar tentang masa depan negaranya dan berlanjutnya perpecahan antara warganya dan partai-partai politik.
Banyak pihak yang menentang Brexit dan melihatnya sebagai awal dari penurunan Inggris, tetapi banyak pula yang menghendakinya, dengan harapan Inggris akan dapat membangun kembali struktur ekonomi dan politiknya dan mendapatkan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron dan arsitek Brexit menyebut hari keluarnya Inggris dari Uni Eropa sebagai hari besar bagi Inggris dan mengklaim negara itu dapat mengambil jalan kesuksesan di ruang baru.
Menurut perjanjian yang dibuat, mulai 1 Februari 2020, periode transisi akan dimulai di mana Inggris tanpa memiliki hak suara akan mematuhi hukum Uni Eropa hingga akhir Desember 2020. London dan Brussels berharap, pada periode ini akan mencapai kesepakatan permanen tentang bagaimana kerja sama masa ke depan antara kedua belah pihak.
Transisi adalah periode penting dan sulit bagi kedua pihak, yang akan mencakup masalah ekonomi, keamanan, termasuk perbatasan dan sejenisnya. Saat ini ada banyak ketidakpastian mengenai perdagangan dan hubungan ekonomi di masa depan antara London dan Brussels serta masalah keamanan di perbatasan Irlandia.
Menentukan hubungan bisnis dan ekonomi adalah elemen kunci dalam negosiasi ini. Kedua pihak sangat prihatin tentang hubungan bisnis pasca brexit. Presiden Dewan Eropa Charles Michel dalam statemen pertamanya setelah dimulainya implementasi brexit mengatakan, "Pesan kami tentang negosiasi yang bertujuan membahas masa depan hubungan Eropa dan Inggris sangat sederhana; kami ingin mempertahankan hubungan sedekat mungkin di semua bidang, dan mempertahankan hubungan dekat yang terjalin selama ini. Tapi jika Inggris melangkah lebih jauh dari standar Eropa, maka Inggris akan memiliki lebih sedikit akses ke pasar domestik Eropa,".
Masalah perbatasan Irlandia dan bagaimana perdagangannya dan pengiriman barang menjadi beberapa isu utama dalam negosiasi di masa depan. Banyak pihak yang berharap Inggris dan Uni Eropa akan mencapai kesepakatan yang akan membuat perbatasan antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia tidak terlihat tanpa perlu serikat pabean atau undang-undang serupa. Tetapi metode seperti itu tidak biasa dan sampai batas tertentu tidak mungkin. Tampaknya, tidak mungkin untuk mencapai brexit yang memenuhi tuntutan Inggris akan otonomi penuh dalam undang-undang perdagangannya sekaligus menjaga perbatasan antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia tidak terlihat.
Banyak pendukung brexit mengharapkan Inggris untuk meningkatkan kondisi ekonominya dalam beberapa bulan mendatang dengan menjalin kesepakatan perdagangan dengan mitra utamanya, terutama Amerika Serikat demi memulihkan kondisi ekonomi negara Eropa ini.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo beberapa saat setelah pengumuman resmi keluarnya Inggris dari Uni Eropa di laman twitternya menulis, "Saya senang Inggris dan Uni Eropa telah menyetujui proposal yang menghormati kehendak rakyat Inggris. Dengan masuknya Inggris memasuki fase baru, kami akan terus membangun hubungan yang kuat, produktif, dan sukses dengan negara ini,".
Meskipun para pendukung Brexit melihat masalah ini sudah dijalankan, tetapi keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020 adalah keberangkatan simbolis dan akan menandai nasib Inggris dan Uni Eropa dalam 11 bulan ke depan. Negosiasi yang sulit bagi para pejabat UE dan Inggris di depan, sebab akan menentukan masa depan politik dan ekonomi mereka dan hubungannya selama beberapa dekade mendatang.(PH)