Amerika Tinjauan dari Dalam, 29 Februari 2020
Dinamika Amerika Serikat selama beberapa hari terakhir diwarnai berbagai isu di antaranya kunjungan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat ke India.
Selain itu, AS mengaku akan menghentikan operasi militer di Afghanistan, Menhan AS mengaku militer AS tak akan kembali ke perbatasan Turki-Suriah, AS berusaha menjegal kerja sama Kuba dengan WHO dan ternyata tentara AS tertular virus Corona di Korsel.
Kunjugan Presiden AS Donald Trump ke India
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat melakukan kunjungan dua hari (24-25 Februari) ke India dan diterima oleh Narendra Modi, Perdana Menteri India. Donald Trump dalam jumpa persnya di New Delhi berterimakasih atas sambutan pemerintah India, dan menuturkan, dua hari yang luar biasa bagi saya di India.
Namun lawatan Trump ke New Delhi diwarnai dengan bentrokan dan kekerasan.
Bentrokan antara dua kubu pro dan kontra undang-undang kewarganegaraan baru di New Delhi telah menyebabkan 15 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.
Kerusuhan terkait undang-undang kewarganegaraan baru itu telah dimulai pada bulan Desember tahun lalu.
Kondisi memburuk di New Delhi berlangsung pada akhir pekan dan semakin mencekam pada hari Senin, 24 Februari 2020.
Kekerasan meletus di berbagai wilayah di timur laut Delhi pada hari Selasa, yaitu hanya beberapa kilometer jauhnya dari tempat Trump dan Perdana Menteri India Narendra Modi bertemu.
New Delhi telah menjadi pusat kerusuhan terhadap Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan, yang memudahkan non-Muslim dari tiga negara tetangga yang didominasi Muslim untuk mendapatkan kewarganegaraan India.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, mengejar beberapa tujuan selama kunjungan dua harinya ke India. Selain ingin menata ulang hubungan perdagangan kedua negara, Trump juga berusaha meloloskan beberapa kesepakatan di bidang militer dan persenjataan.
Trump dalam sebuah pernyataan bersama dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi pada pekan lalu mengatakan bahwa Washington dan New Delhi telah menandatangani kontrak militer senilai 3 miliar dolar.
"Hari ini kami meningkatkan kerja sama pertahanan kedua negara. Kami sepakat bahwa India akan membeli peralatan modern AS senilai 3 miliar dolar termasuk helikopter Apache dan helikopter multi-fungsi MH-60 Seahawk," ujar Trump.
Sementara itu, Modi menuturkan bahwa ia sudah lima kali bertemu Trump dalam delapan bulan terakhir dan menurutnya, penguatan hubungan pertahanan antara India dan Amerika termasuk salah satu aspek utama kerja sama kedua pihak.
Washington tampaknya mengejar beberapa tujuan dari peningkatan hubungan militer dan persenjataannya dengan New Delhi. Pertama, India termasuk salah satu importir utama senjata di dunia dan pasar senjata negara itu tentu saja sangat penting bagi AS. Oleh karena itu, pemerintahan Trump melakukan upaya konstan untuk merebut kembali pasar senjata di India.
Penjualan sejumlah besar helikopter tempur dan multi-fungsi merupakan sebuah langkah besar bagi AS untuk memperkuat posisinya di pasar senjata India. AS sebelumnya telah menjual pesawat patroli maritim P-8 Poseidon ke India.
Kedua, AS sedang berusaha menyingkirkan Rusia dari pasar senjata India. Rusia tercatat sebagai pemasok terbesar berbagai jenis senjata untuk angkatan darat, udara, dan laut India dalam beberapa dekade lalu dan saat ini, sementara Washington memandang Moskow sebagai salah satu rival utamanya di pasar senjata dunia.
Selain itu, Presiden Amerika Serikat dalam jumpa pers di akhir lawatan dua harinya ke India mengatakan, pemerintah Gedung Putih ingin memulangkan semua tentara Amerika dari Afghanistan. Trump menjelaskan tentang perundingan Amerika dengan Taliban dan perang Afghanistan. Saat ditanya keinginannya mengakhiri perang Amerika di Afghanistan, Trump menerangkan, setelah 19 tahun kami ingin memulangkan pasukan kami dari Afghanistan.
AS Mengaku Menghentikan Operasi Militer di Afghanistan
Komandan Pasukan AS di Afghanistan, Jenderal Scott Miller mengklaim bahwa operasi militer Amerika di Afghanistan telah dihentikan sebagai bagian dari kesepakatan penurunan kekerasan dengan Taliban. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers dengan menteri pertahanan dan menteri dalam negeri Afghanistan di Ibukota Kabul.
"AS telah menghentikan operasi ofensif sebagai bagian dari komitmennya, tapi kami tetap berkomitmen untuk menjaga keselamatan personelnya," ujar Jenderal Miller.
Langkah penurunan kesepakatan di Afghanistan sudah diberlakukan sejak Jumat malam dan berlanjut selama satu pekan. Di hari terakhir, AS dan Taliban dijadwalkan akan menandatangani kesepakatan mengakhiri perang.
Padahal, Washington dan pemerintah Kabul telah menandatangani kesepakatan keamanan sekitar empat tahun lalu.
Berdasarkan kesepakatan itu, AS berjanji tidak melakukan serangan ke daerah pemukiman penduduk, namun mereka justru melancarkan ratusan kali serangan ke daerah pemukiman, yang menyebabkan ratusan warga sipil Afghanistan tewas dan terluka.
Esper: Militer AS tak Akan Kembali ke Perbatasan Turki-Suriah
Menteri Pertahanan Amerika Serikat pekan lalu mengatakan, Washington tidak bermaksud mengirim kembali pasukannya ke perbatasan Suriah dan Turki. Mark Esper menuturkan, sejauh ini kecil kemungkinan pasukan Amerika kembali ke wilayah perbatasan Suriah dan Turki.
Menhan Amerika dalam rapat dengar pendapat dengan komisi angkatan bersenjata DPR Amerika menjelaskan, saat ini kami tidak melihat ada peluang sedikitpun bagi pasukan Amerika untuk kembali ke perbatasan Suriah dan Turki.
Ia menambahkan, upaya Amerika di Suriah tetap dipusatkan untuk mengalahkan Daesh.
Saat ditanya soal kemungkinan intervensi Amerika dalam perang Suriah, Esper mengatakan, tidak ada pembahasan apapun dalam masalah ini.
"Kami percaya, jalan terbaik adalah melanjutkan proses politik yang tengah berjalan sekarang ini di Suriah," pungkasnya.
AS Jegal Kerja Sama Kuba dengan WHO
Menteri luar negeri Kuba mengkritik Washington karena menghalangi kerja sama kesehatan antara Havana dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodriguez dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus hari Senin pekan lalu mengatakan, tindakan bermusuhan Washington telah menghalangi akses jutaan orang di seluruh dunia dari layanan medis.
Kuba saat ini memiliki hampir 5.000 dokter dan perawat kesehatan profesional.
Amerika Serikat telah lama menjatuhkan sanksi terhadap Kuba dengan dalih yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Seorang pejabat senior pemerintah Kuba baru-baru ini merekasi hubungan negaranya dengan Amerika Serikat, dengan mengatakan, "Selama Washington masih mempertahankan sanksi ekonomi terhadap Kuba, maka jangan berpikir normalisasi hubungan antara kedua negara,".
Kuba telah menghadapi sanksi AS sejak terjadi revolusi 1959, tetapi semenjak Trump berkuasa pada Januari 2017, Washington meningkatkan sanksinya terhadap Havana.
Tentara AS Tertular Virus Corona di Korsel
Seorang tentara Amerika Serikat yang bertugas di Korea Selatan dinyatakan positif terinfeksi Virus Corona setelah menjalani tes, dan ia menjadi tentara Amerika pertama yang terjangkiti COVID-19.
CNN pekan lalu melaporkan, angkatan bersenjata Amerika, Rabu dinihari mengumumkan, seorang tentara Amerika berusia 23 tahun yang bertugas di pangkalan militer Camp Carroll, Korsel dinyatakan positif tertular Virus Corona.
Saat ini, tentara tersebut sudah dikarantina di luar pangkalan militer Amerika. Beberapa jam sebelumnya seorang anggota Kongres Amerika mengumumkan ketidaksiapan pemerintah Gedung Puith untuk menghadapi penyebaran virus ini.
Senator Republik, Mitt Romney, Selasa pekan lalu mengatakan, Amerika tidak siap menghadapi penyebaran Virus Corona.
Dalam rapat tertutup dengan Presiden Amerika di Kongres, Romney memprotes sikap Washington yang menyepelekan penyebaran virus ini.
Presiden Donald Trump di New Delhi menuturkan, Amerika berhasil mengontrol penyebaran Virus Corona, dan penyakit ini menjadi masalah yang akan segera teratasi.