Upaya AS Menengahi Konflik Politik di Afghanistan
-
Abdullah Abdullah (kiri) dan Ashraf Ghani.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menaruh harapan besar pada kesepakatan yang dicapainya dengan kelompok Taliban dan memandangnya sebagai garis start untuk mengurangi jumlah pasukan Amerika di Afghanistan.
Namun, kesepakatan yang baru lahir ini terancam gagal di tengah meningkatnya kekerasan di Afghanistan dan memanasnya konflik politik antara dua tokoh, yang sama-sama mengklaim dirinya sebagai presiden.
Menyikapi perkembangan itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah kunjungan tak terjadwal, mendarat di Kabul pada Ahad (8/3/2020) malam untuk menengahi konflik antara Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah mengenai posisi presiden Afghanistan.
Pompeo turun tangan setelah Utusan Khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad tidak mampu memecahkan kebuntuan politik itu. Menlu AS dikabarkan telah bertemu dengan Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah.
Fazal Ahmad Manawi, penasihat senior Abdullah Abdullah di akun Twitter-nya menulis, “Upacara pelantikan di Istana Presiden Afghanistan ditunda.”
Namun penasihat presiden Afghanistan, Shah Hussain Mortazavi membantah kabar tersebut dan menekankan bahwa Ashraf Ghani akan menggelar upacara pelantikan di Istana Presiden.
Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah sama-sama telah mengedarkan undangan untuk upacara pelatikan dirinya. Jika kegiatan ini dilakukan secara bersamaan, maka ketegangan politik di Afghanistan bisa bertambah buruk dan menciptakan dualisme kepemimpinan.
Situasi ini secara serius akan mempengaruhi rencana dialog Afghan-Afghan dan menghancurkan harapan Washington untuk mendamaikan Taliban dengan pemerintahan pusat Afghanistan.

Di samping itu, pelanggaran berulang kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan oleh kedua pihak (Amerika dan Taliban), telah melunturkan harapan tentang masa depan kesepakatan ini.
AS rencananya akan menarik pasukannya dari Afghanistan secara selama 18 bulan ke depan sehingga kekerasan di negara itu terhenti, tapi sebenarnya ada isu yang lebih penting dan kurang mendapat perhatian yaitu untuk menciptakan perdamaian dan ketenangan di Afghanistan, dibutuhkan kesepakatan antara Taliban dan pemerintahan pusat Kabul. Dengan kata lain perdamaian Taliban dengan Amerika, tidak akan membawa perdamaian di Afghanistan.
Kelompok Taliban mengklaim bahwa Afghanistan tidak memiliki pemerintahan dan pasukan Afghanistan tidak termasuk bagian dari kesepakatan penghentian perang dengan AS. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kesepakatan lain untuk menghentikan perang di Afghanistan.
Tanpa adanya perundingan antara Taliban dan pemerintah pusat Afghanistan, maka kesepakatan Amerika dan Taliban tidak akan berjalan secara efektif.
Kelompok Taliban menuntut pembebasan 5.000 anggotanya sebagai syarat memulai perundingan dengan pemerintah. Di pihak lain, pemerintah Kabul menegaskan pihaknya tidak membuat komitmen apapun terkait pembebasan tahanan Taliban sebagai prasyarat perundingan, tapi itu dapat menjadi bagian dari kesepakatan kedua pihak.
Dengan demikian, jika pun krisis politik terkait jabatan presiden Afghanistan dapat diakhiri lewat kompromi, maka tetap akan ada sebuah hambatan serius untuk memulai perundingan antara Afghan-Afghan. (RM)