Menelisik Eskalasi Perselisihan UE dengan Turki
-
Angela Merkel, Kanselir Jerman
Menyusul semakin meningkatnya ketegangan antara Turki dan Yunani, Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang negaranya memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa, memperingatkan Recep Tayyip Erdogan melalui telepon bahwa Turki akan memiliki masalah tidak hanya dengan Yunani, tetapi juga dengan Eropa.
Turki dan Yunani memiliki sengketa wilayah dan perbatasan historis yang luas. Kedua negara anggota NATO ini juga bahkan telah berperang dalam beberapa dekade terakhir. Yunani adalah anggota Uni Eropa dan Turki adalah kandidat untuk bergabung dengan UE. Karena alasan ini, kedua negara memiliki banyak pertimbangan untuk menahan diri dan penggunaan perangkat lunak untuk saling menekan. Masalah terbaru ketegangan dengan Turki adalah soal eksploitasi sumber daya minyak dan gas di Laut Mediterania.

Kapal Penelitian Seismologi Turki meluncurkan operasinya di Mediterania minggu lalu. Yunani bereaksi keras dan membuat pasukannya bersiaga di wilayah tersebut. Sebelumnya, upaya Siprus, anggota Uni Eropa untuk menemukan dan mengeksploitasi gas alam di Mediterania timur memicu protes keras dari Turki. Turki adalah satu-satunya negara yang telah mendukung pembagian pulau Siprus dan mengakui Republik Siprus Utara.
Perselisihan Turki danYunani baru-baru ini adalah bagian dari puzzle yang lebih luas antara Turki dan Yunani yang berakar pada pembagian pulau Siprus. Reaksi Angela Merkel terhadap perselisihan antara Yunani dan Turki juga merupakan tanda perselisihan yang lebih luas antara UE dan Turki. Uni Eropa, terutama negara-negara Uni Eropa yang besar dan berpengaruh seperti Jerman, Perancis, Italia dan Spanyol, selalu berusaha untuk tidak ikut campur dalam pertikaian antara Turki dan Yunani dan mengundang kedua belah pihak untuk menahan diri dan bernegosiasi serta dalam beberapa kasus mencoba memainkan peran mediasi. .
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengambil sikap independen dan menantang pada banyak sikap dan pendekatan Uni Eropa setelah UE menghentikan sementara pembicaraan keanggotaan Turki karena sejumlah alasan. Perubahan arah kebijakan Turki di Suriah dari poros UE dan AS dan dari mendukung ISIS lalu mendekati Iran dan Rusia dan poros perlawanan adalah di antara kebijakan-kebijakan Turki yang menantang dalam hubungan dengan UE. Membuka dan menutup perbatasan bagi para pencari suaka untuk pergi ke Eropa adalah pengungkit lain dari tekanan Turki terhadap Uni Eropa.
Mirghasem Momeni, pakar urusan Turki menjelaskan bahwa alasan dan dimensi ketegangan antara Turki dan Yunani serta dampaknya pada hubungan antara kedua negara dalam menanggapi pertanyaan, apakah ketegangan dalam hubungan Turki-Yunani mempengaruhi status dan struktur NATO, menjelaskan, "Bila keputusan Eropa untuk menyatakan dukungan terbuka, maka mereka akan mendukung dan mensuport Yunani. Sebaliknya, jika Turki melihat posisinya lemah, Ankara akan kembali mengancam Uni Eropa dengan masalah pencari suaka.
Titik pertengkaran terbaru antara Turki dan Uni Eropa adalah kebijakan Erdogan di Libya. Uni Eropa telah mengkritik keterlibatan militer Turki di Libya dan mengatakan Ankara secara eksplisit melanggar embargo senjata Libya. Perancis, Jerman, dan Italia semuanya menyatakan bahwa intervensi militer Turki yang berkelanjutan di Libya akan mengarah pada sanksi UE terhadap Ankara.

Uni Eropa sekarang menggunakan setiap peluang dan sarana untuk menekan Turki agar mengubah kebijakannya di Libya dan Afrika Utara. Itulah sebabnya Angela Merkel, tidak seperti di masa lalu, yang mencoba menenangkan perselisihan Turki-Yunani, dengan secara terbuka memperingatkan Erdogan dan perilakunya di Mediterania untuk mengeksploitasi sumber daya minyak dan gas yang diperselisihkan dengan Yunani.