Lawatan Pompeo ke Istanbul; Simbol Dinginnya Hubungan Washington-Ankara
-
Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS
Hubungan AS-Turki tidak stabil dalam beberapa tahun terakhir. Ankara berharap hubungan akan membaik di bawah Donald Trump, tetapi perselisihan bilateral, termasuk mengenai pembelian sistem rudal S-400 dari Rusia dan penolakan AS untuk menjual jet tempur F-35 serta ancaman sanksi terhadap Turki, terus membayangi hubungan kedua negara.
Kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Istanbul, yang disambut dengan tanggapan dingin dari para pejabat senior Turki, dapat dilihat sebagai simbol dinginnya hubungan Washington-Ankara. Pompeo tiba di Istanbul pada hari Senin (16/11/2020) untuk menghadiri pertemuan para pemimpin agama minoritas.
Jauh dari pandangan pejabat resmi dan politik Turki, Pompeo bertemu dengan Uskup Agung Gereja Ortodoks dan mengunjungi Masjid Rustem Pasha yang bersejarah. Sesuai dengan agenda lawatan Menteri Luar Negeri AS, dia tidak bertemu dengan pejabat Turki.
Selain itu, Washington mengatakan bahwa pembicaraan Menteri Luar Negeri dengan para pendeta Gereja Ortodoks berfokus pada kebebasan berekspresi di Turki.
Dalam wawancara dengan surat kabar Prancis Le Figaro, Menteri Luar Negeri AS mengkritik tindakan Turki di Mediterania Timur, Libya dan Republik Azerbaijan, seraya menekankan bahwa tindakan baru Turki sangat agresif.
"Eropa dan Amerika Serikat harus bekerja sama untuk meyakinkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa tindakan seperti itu tidak untuk kepentingan rakyat Turki," ungkap Pompeo.
Menlu AS yakin peningkatan penggunaan kekuatan militer oleh Turki mengkhawatirkan.
Sejumlah sikap AS terkait Turki mencerminkan pendekatan kritisnya terhadap situasi domestik Turki, serta kebijakan dan tindakan regionalnya. Sikap ini, yang jelas bertentangan dengan kebijakan dan tindakan pemerintah Erdogan di arena domestik dan regional, akan menimbulkan babak baru ketegangan antara Ankara dan Washington.
Pejabat Turki dengan cepat bereaksi terhadap pernyataan Pompeo tentang kebebasan berekspresi di Turki, dan mendesaknya untuk fokus pada pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Amerika Serikat ketika berbicara tentang kebebasan. Di mata Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pejabat senior lainnya, rasisme, Islamofobia, dan kejahatan rasial di Amerika Serikat adalah masalah serius yang harus ditangani Gedung Putih.
Bahkan, Ankara telah berpesan kepada Washington untuk melihat situasi HAM yang memprihatinkan di Amerika Serikat, yang masih diliputi protes anti rasisme dan anti keadilan dalam bentuk gerakan Black Lives Matter, alih-alih menangani situasi HAM di negara lain, termasuk Turki. Sikap pemerintah Turki ini juga mendapat dukungan dari rakyat Turki.
Sebagaimana bersamaan dengan kehadiran Menteri Luar Negeri AS di Istanbul, rakyat Turki berkumpul di luar kediaman Uskup Agung Istanbul untuk memprotes kebijakan AS dan meneriakkan "Mampus Amerika". Pada plakard yang ditulis tangan yang dibawa oleh para pemrotes ada ungkap seperti Amerika adalah pembunuh jutaan Muslim.
Ankara tampaknya tidak lagi memiliki harapan untuk Trump dan pemerintahannya, sehingga menolak permintaan Pompeo untuk bertemu dengan Presiden Erdogan dan Menteri Luar Negeri Turki Cavusoglu di Istanbul dan secara eksplisit ia diminta untuk datang ke Ankara jika ingin bertemu dengan pejabat senior Turki.
Sementara itu, menurut beberapa laporan, tim Presiden terpilih AS Joe Biden sudah mulai menghubungi pemerintah Turki.
Dengan demikian, dalam dua bulan sisa pemerintahan Trump, tampaknya harus menanti ketegangan baru antara Amerika Serikat dan Turki, dan dalam hal ini, Washington, sambil terus mengancam Turki dengan sanksi karena desakan Ankara untuk menggunakan sistem rudal S-400 Rusia, akan mengambil dan langkah negatif lainnya terhadap pemerintah Turki, terutama pada masalah yang disengketakan antara Turki dan tetangganya di Mediterania.
Amerika Serikat tampaknya telah bergabung dengan kubu Eropa melawan Turki dan mengambil pendekatan kritis dan peringatan ke Ankara. Amerika Serikat, yang memainkan peran utama dalam NATO dan memiliki kepentingan dalam menjaga hubungan dengan sekutu NATO di selatan, termasuk Yunani dan Siprus, enggan untuk mengambil sikap yang menguntungkan Turki dan meningkatkan ketegaganannya dengan Uni Eropa dan negara-negara anggota NATO.
Menurut ekonom Turki Recep Archin, :Kebijakan AS mengancam kemandirian nasional Turki. Kebijakan dan kompromi dengan Amerika Serikat ini tidak akan menghasilkan apa-apa selain Turki menjadi pecundang."