Ketika Pemerintah Biden Menuntut Berlebihan terhadap Iran dan Kesepakatan JCPOA
Meskipun memiliki pandangan berbeda di masa lalu, para pejabat senior pemerintahan Biden telah mengungkapkan pandangan dan literatur yang hampir sama dengan pemerintahan Trump tentang Iran dan kesepakatan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dalam konferensi pers pertamanya tentang masalah Iran pada hari Rabu (27/01/2021) bahwa Amerika Serikat akan melakukan hal yang sama jika Tehran kembali untuk sepenuhnya mematuhi kewajibannya di bawah JCPOA. Dia menambahkan bahwa Amerika Serikat, dengan bantuan sekutunya, akan menggunakan kembalinya ke JCPOA sebagai platform untuk perjanjian yang lebih kuat dan jangka panjang yang akan membahas masalah lain yang menjadi perhatian dalam hubungan dengan Iran.
Sikap Blinken saat ini sepertinya tidak memberikan banyak harapan untuk kembalinya tanpa syarat Amerika Serikat ke JCPOA. Padahal Tehran telah berulang kali menyatakan bahwa mereka siap untuk kembali ke JCPOA dan melaksanakan kembali komitmennya di bawah JCPOA jika Washington kembali ke JCPOA dan mencabut sanksi. Namun pemerintahan Biden telah melemparkan apa yang disebut bola ke tanah Iran dan menekankan perlunya untuk Tehran sepenuhnya melaksanakan komitmen JPOA-nya.
Para pejabat di pemerintahan baru AS tampaknya telah lupa bahwa AS-lah yang menarik diri dari JCPOA selama kepresidenan Donald Trump pada Mei 2018 dan memberlakukan sanksi terberat terhadap Iran sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum. Tindakan Iran dalam konteks mengurangi komitmen JCPOA dan sekarang, implementasi resolusi Parlemen Iran tentang langkah-langkah nuklir baru seperti pengayaan 20% dan peningkatan cadangan uranium yang diperkaya, sebenarnya merupakan reaksi terhadap sikap anti-JCPOA yang bermusuhan dan kelambanan anggota Eropa dari kelompok 4 + 1 terkait impelementasi kewajiban JCPOA mereka.
Oleh karena itu, sangat mengherankan bahwa saat ini, alih-alih meminta maaf dan kembali ke JCPOA, pemerintah Biden berbicara dengan Tehran secara ambisius dan dengan tuntutan berlebihan.
Alireza Miryousefi, juru bicara delegasi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tanggapan atas pernyataan pertama Menteri Luar Negeri AS yang baru mengatakan, Bukan Iran, yang telah melanggar kewajibannya berdasarkan JCPOA dan Resoluci 2231.
Poin lain adalah tuntutan berlebihan Blinken ke Iran untuk kesepakatan lebih dari JCPOA dengan Iran. Pejabat AS merujuk pada kebutuhan untuk memasukkan masalah seperti kemampuan rudal serta kebijakan dan tindakan regional Iran dalam kemungkinan negosiasi dengan Iran. Dengan bantuan sekutu AS, dalam hal ini dia mencatat bahwa mengingat sikap Biden sebelumnya dan sikap tim kebijakan luar negerinya, tampaknya yang dia maksud adalah mitra Eropa dan sekutu regional AS seperti Zionis Israel dan Arab Saudi.
Faktanya, pemerintah Biden bukan hanya ingin memperluas konten dan waktu pembatasan JCPOA dari aktivitas nuklir Iran, tapi juga memberlakukan negosiasi pada Tehran pada masalah lain, seperti kemampuan rudal dan kebijakan regional. Iran, di sisi lain, telah berulang kali menyatakan bahwa mereka hanya mematuhi kesepakatan nuklir JCPOA dan sama sekali tidak akan tunduk pada permintaan AS untuk bernegosiasi tentang masalah lain.
Sikap Tehran ini telah didukung oleh anggota spektrum timur kelompok 4 + 1, khususnya Rusia. Kementerian Luar Negeri Rusia menekankan dalam sebuah pernyataan bahwa kembalinya Amerika Serikat ke kewajibannya dalam kerangka JCPOA seharusnya tidak menjadi alasan untuk memaksakan ketentuan tambahan pada Iran dan negara anggota lainnya dalam perjanjian ini.
Bagaimanapun juga, yang pasti adalah bahwa jika pemerintahan Biden tidak memperbaiki kesalahan pemerintahan Trump terhadap Iran dan perjanjian JCPOA serta bersedia untuk mengikuti jalan yang gagal sebelumnya, Iran juga akan mengejar strategi perlawanan maksimumnya dalam konteks peningkatan kuantitas dan kualitas kegiatan nuklir.