Uni Eropa dan Diskriminasi Distribusi Vaksin Covid-19
(last modified Sun, 14 Mar 2021 03:41:02 GMT )
Mar 14, 2021 10:41 Asia/Jakarta

Meskipun penemuan vaksin Covid-19 telah memunculkan harapan di banyak bagian dunia, tapi distribusinya yang tidak memadai dan tidak adil, dan kini telah memicu kemarahan di seluruh dunia, bahkan di negara-negara anggota Uni Eropa (UE).

"Beberapa anggota Uni Eropa telah menerima dosis vaksin Covid-19 yang lebih banyak daripada negara lain," kata Kanselir Austria Sebastian Kurtz, menggambarkan distribusi vaksin Corona di UE sebagai tidak adil.

Kanselir Austria Sebastian Kurtz

Kontroversi distribusi vaksin Covid-19 dan pemblokiran ekspor oleh negara-negara kuat Eropa, dan bahkan pendistribusiannya di negara-negara anggota UE telah berlangsung sejak lama.

Baca juga: Uni Eropa Berjuang untuk Mendapatkan Vaksin Covid-19

Faktanya, sementara distribusi vaksin dianggap sebagai masalah kemanusiaan dan merupakan tugas semua negara, terutama yang lebih kuat dan kaya, untuk membantu mendistribusikannya ke seluruh dunia, negara-negara anggota UE sekarang bahkan melarang distribusi vaksin di seluruh UE.

Kurangnya vaksin Corona dan keterlambatan perusahaan farmasi Inggris-Swedia dalam mensuplai vaksin yang dibutuhkan oleh Uni Eropa, tidak adanya satu strategi terpadu di UE dan belum adanya kebijakan dalam distribusi vaksin yang adil antarnegara anggota UE telah menyebabkan banyak negara Eropa mengkritik kinerja UE.

Kini, berlanjutnya wabah Covid-19, terutama bentuk mutannya, pertama di Eropa dan kemudian di negara-negara lain di dunia, telah menyebabkan perselisihan tentang distribusi dan pembelian vaksin di antara negara-negara anggota UE ini semakin meningkat.

Negara-negara seperti Austria, Denmark, Republik Ceko, Hongaria dan Slowakia menuding Uni Eropa mempolitisasi isu pengadaan vaksin Corona. Setiap negara ini secara terpisah mendekati berbagai perusahaan produsen vaksin di luar dari UE.

Sementara itu, para pejabat UE juga berselisih dengan Amerika Serikat dan Inggris soal pembelian vaksin. Perselisihan antara Inggris dan Uni Eropa meningkat setelah perusahaan Inggris-Swedia Astrazeneca mengumumkan tidak bersedia untuk menutupi kekurangan pesanan UE dari saham Inggris dan pemerintah London juga tidak mau mundur dari sikapnya.

"Jika perlu, kami akan menggunakan semua instrumen hukum dan langkah-langkah penegakan hukum untuk memastikan produksi dan pasokan vaksin yang efektif bagi warga Eropa," kata Charles Michel, Presiden Dewan Eropa.

Uni Eropa juga mengancam perusahaan Astrazeneca dengan menolak ekspor vaksin Corona dari Eropa jika gagal memenuhi kewajibannya. Sehubungan dengan itu, pengiriman vaksin dari Italia ke Australia juga terhenti.

Baca juga: Australia Minta Uni Eropa Cabut Sanksi Ekspor Vaksin Corona

Kini setelah perang pasokan dan distribusi vaksin di Eropa semakin meningkat, Amerika Serikat telah melarang ekspor vaksin Corona. Sementara itu, masalah penjualan penyelundupan vaksin dan penandatanganan kontrak rahasia dengan perusahaan produsen vaksin untuk menerima vaksin dari beberapa negara, termasuk negara-negara Eropa, merupakan masalah keprihatinan dan tidak manusiawi yang banyak memancing kemarahan.

Image Caption

Kanselir Austria, misalnya, menuding sejumlah negara anggota UE menandatangani kontrak yang dirahasiakan untuk vaksin Corona dengan berbagai perusahaan farmasi.

Kondisi ini terjadi, padahal berbagai organisasi internasional telah menekankan pada distribusi vaksin yang adil di seluruh dunia dan non-politisasi masalah ini. Nampaknya kini negara-negara Eropa dan Amerika Serikat di tengah wabah Corona kembali menerapkan sistem apartheid, dan kali ini tentang pendistribusian dan akses atas vaksin Covid-19.

Tags