Eskalasi Friksi antara Uni Eropa dan Inggris
(last modified Fri, 11 Jun 2021 12:08:33 GMT )
Jun 11, 2021 19:08 Asia/Jakarta
  • Uni Eropa, Inggris dan Brexit
    Uni Eropa, Inggris dan Brexit

Tensi antara Uni Eropa dan Inggris, menyusul sabotase London di implementasi protokol Irlandia Utara, semakin intens. Sekaitan dengan ini, Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Inggris jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua pihak.

Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen seraya mengisyaratkan bahwa ada opsi dalam perjanjian Brexit bahwa UE mungkin mampu memanfaatkannya untuk menemukan solusi, mengatakan, "Opsi ini mencakup upaya membawa friksi perdagangan ke dewan juri yang nantinya bisa berujung pada penjatuhan sanksi ekonomi kepada Inggris atau penerapan tarif terhadap produk impor dari negara ini sebagai hukuman."

London setelah hasil positif referendum yang digelar tahun 2016 terkait rencana negara ini keluar dari Uni Eropa, memulai proses keluarnya London dari organisasi ini dan setelah sejumlah negosiasi dengan Uni Eropa, akhirnya Maret 2017 proses resmi Brexit (keluarnya Inggris dari UE) resmi dimulai. Setelah diadakan berbagai perundingan dengan UE, pada akhirnya Inggris resmi keluar dari organisasi ini pada 31 Januari 2020.

 Ursula von der Leyen

Dengan keluarnya Inggris secara resmi dari Uni Eropa, kedua belah pihak memulai hubungan perdagangan baru, yang sejak awal menyulitkan kedua belah pihak untuk memilih adalah masalah perbatasan Irlandia Utara. Inggris dan Uni Eropa setelah Brexit, memiliki perbatasan bersama di Irlandia Utara dan Republik Irlandia. Irlandia Utara bagian dari Inggris Raya dan Republik Irlandia anggota Uni Eropa serta bagian terpenting perdebatan Inggris dan UE di perundingan Brexit adalah kondisi perbatasan bersama ini.

Faktanya keluarnya Inggris dari Uni Eropa membuat Irlandia Utara memiliki kondisi istimewa, di mana satu sisi termasuk wilayah Inggris Raya dan dari sisi lain, mengikuti ketentuan ekonomi Eropa. Kondisi ini selama beberapa bulan terakhir mendorong eskalasi tensi antara Uni Eropa dan Inggris. Berdasarkan kesepakatan Brexit, Inggris berkomitmen melakukan inspeksi cukai di proses keluar-masuknya barang antara Irlandia Utara dan wilayah Inggris lainnya, namun London menangguhkan proses ini.

Di sisi lain, Brussels meyakini bahwa Inggris melanggar kesepakatan Brexit. Adapun Inggris memberi alasan bahwa penangguhan proses inspeksi cukai di Irlandia Utara untuk memberi kesempatan lebih kepada perusahaan guna berkoordinasi dengan ketentuan baru di era setelah Brexit.

Tensi antara Inggris dan Uni Eropa juga meningkatkan ketidakpuasan di Irlandia sendiri.

Lord Frost, juru runding senior Brexit yang baru-baru ini berkunjung ke Irlandia Utara dan bertemu dengan pengusaha di kawasan ini memperingatkan, "Secepatnya harus ditemukan solusi bagi masalah ini, jika tidak perdamaian antara kubu Republik dan Monarki Irlandia Utara terancam."

Menurut laporan ekonomi, sejak keluarnya Inggris dari Uni Eropa, pasar finansial negara ini sangat terpengaruh dan banyak pengusaha yang mengalami kesulitan bertransaksi; Masalah ini di Irlandia lebih besar mengingat friksi bersejara di kawasan ini.

Ursula von der Leyen seraya mengisyaratkan bahwa 27 negara anggota Uni Eropa telah sepakat bahwa perjanjian Inggris-Irlandia Utara adalah satu-satunya solusi yang mungkin untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Irlandia dan menjaga integritas pasar tunggal UE, mengatakan, " Penyebab utama ketegangan antara Uni Eropa dan Inggris bukanlah masalah kesepakatan dengan Irlandia Utara, tetapi kesepakatan pemilihan itu sendiri merupakan alasan penting dan mendasar untuk konflik ini."

Kini Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada London, Ketua Dewan Eropa Charles Michel mengatakan, mengingat Inggris tidak komitmen terhadap kesepakatan yang ditandatangani terkait Irlandia Utara, maka London telah melanggar supremasi hukum.

Sepertinya keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan eskalasi friksi khususnya di kondisi buruk ekonomi saat ini, dan mengingat transformasi politik, bara api di bawah sekam menuntut kemerdekaan bukan saja kembali menyala setelah beberapa dekade, bahkan eskalasi friksi antara London dan Brussels menjadi alarm serius bagi kedua pihak khususnya Inggris. (MF)