Iran, 40 Tahun Pasca Revolusi Islam (8)
(last modified Thu, 27 Sep 2018 06:58:54 GMT )
Sep 27, 2018 13:58 Asia/Jakarta
  • Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Sayid Ali Khamenei.
    Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Sayid Ali Khamenei.

Sistem hegemoni global selama empat dekade terakhir telah menyusun berbagai konspirasi untuk menggulingkan Republik Islam Iran dan mengimplementasikannya. Salah satu di antara konspirasi tersebut adalah perang yang dipaksakan oleh rezim Ba'ats Irak, yang berhasil digagalkan berkat pengorbanan dan pertahanan heroik angkatan bersenjata dan rakyat Iran, dan pada akhirnya para agresor terusir.

Perang yang dipaksakan itu menjadi pengalaman di mana rakyat Iran akan dapat mencapai tujuannya dengan tekad baja termasuk di bidang pertahanan.

Mohammad Reza Kaeni, Wakil Direktur Perencanaan dan Urusan Parlemen Islam di Organisasi Pertahanan Pasif negara itu, mengatakan bahwa delapan tahun perang dengan Irak, meskipun konsekuensi yang mengerikan di bidang ekonomi, politik dan militer, merupakan kesempatan baik untuk menguji struktur pertahanan negara dan ideologi sehingga Iran dapat mencapai kekuatan penuh.

Lebih dari 2.000 kilometer perbatasan maritim Iran di satu sisi, dan kehadiran pasukan transatlantik di perairan bebas dan perairan Iran selatan di sisi lain, menuntut kekuatan Iran di bidang maritim, udara dan darat, serta antisipasi dan konfrontasi ancaman di wilayah sekitar dengan menggunakan sarana yang telah disesuaikan dengan sains dan teknologi moderen.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayyid Ali Khamenei, dalam penjelasannya  tentang "keamanan" dan pertahanan, selalu menilai dua elemen tersebut sebagai dasar bagi kemajuan spiritual dan material masyarakat, termasuk fakta bahwa satu-satunya faktor dalam melawan ancaman militer adalah "pertahanan dan kekuatan militer" serta "menciptakan kekhawatiran dan ketakutan pada pihak musuh.”

Ayatullah Khamenei juga menekankan pentingnya kewaspadaan para pejabat terkait penyusupan dan pengaruh musuh seraya menegaskan, “Amerika bersikeras bahwa kita harus berunding dengan mereka tentang isu-isu kawasan Asia Barat, terutama Suriah, Irak, Lebanon dan Yaman; apa tujuan sebenarnya permintaan mereka untuk berunding? Tujuan mereka tidak lain adalah mencegah kehadiran Republik Islam Iran di kawasan yang menjadi faktor utama kegagalan Amerika Serikat.”

Mayor Jenderal Ali Jafari.

Beliau menyinggung berbagai intrik perundingan AS dan permusuhan nyata mereka, sebagaimana contohnya terlihat dalam perundingan nuklir. Rahbar mengatakan, “Rasionalitas menuntut kita untuk tidak percaya kepada mereka yang telah menunjukkan permusuhan nyata.”

Rahbar, dalam pernyataan lain menekankan pentingnya tujuan-tujuan ini, dan menilai era kini sebagai era kehormatan Republik Islam Iran, dan menyatakan, sebab agitasi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran saat ini adalah meningkatnya kekuatan Iran, karena musuh-musuh merasa terancam dengan kekuatan Iran yang semakin membesar.

Noam Chomsky, seorang teorisian Amerika, mengutip tuduhan AS terhadap Iran, dan menyatakan, "Amerika Serikat menganggap Iran sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian, sementara dunia percaya bahwa Amerika Serikat adalah ancaman terbesar bagi perdamaian global.”

Republik Islam Iran memasuki usia 40 tahun di saat telah menjadi salah satu struktur politik, sosial dan militer terkuat, efektif dan paling berpengaruh di kawasan. Peran Republik Islam dalam mengendalikan krisis regional dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan pentingnya kesiapan dan posisi Angkatan Bersenjata Iran.

Doktrin pertahanan Iran didasarkan pada beberapa indeks antara lain, komitmen pada prinsip non-agresi, penolakan senjata pemusnah massal terutama senjata nuklir, dan penekanan pada pembelaan terhadap kaum tertindas dan perlawanan di hadapan agresor. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, fitur lain dari kekuatan militer Iran adalah peningkatan kekuatan pencegahan. Kekuatan bangsa Iran, yang sebagiannya terwujudkan dalam bentuk kekuatan militernya merupakan sebuah manifestasi yang tidak dapat dibantah.

Mayor Jenderal Mohammad Ali Jafari, Komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) soal kekuatan rudal Iran mengatakan, "Republik Islam secara ilmiah mampu meningkatkan jangkauan rudalnya, namun kebijakan Iran tidak untuk meningkatkan jangkauan rudal.”

Ditambahkannya bahwa, "Dalam jarak tembak rudal Iran sejauh 2.000 kilometer, ada banyak tujuan strategis musuh yang dapat menjamin keamanan Republik Islam.”

Kemandirian dan swasembada di kancah militer, modernisasi dan pelengkapan sarana angkatan bersenjata semakin mendorong Iran menuju peningkatan kekuatan militer dan pertahanannya. Selama bertahun-tahun, Republik Islam Iran berdiri tegak melawan semua konspirasi dan mengandalkan pengalaman dari perang yang dipaksakan, serta mampu mengaktualisasikan elemen pertahanan dan pencegahan konvensional yang sesuai dengan ancaman.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, yang pernah menjabat sebagai direktur CIA dan penasihat keamanan nasional Gedung Putih, mengatakan Iran adalah negara kuat yang memiliki pengaruh luas di kawasan dan membuat nyaris mustahil untuk untuk menghadapi Iran.

Kemajuan Iran telah membuat kekuatan dunia merevisi kebijakan mereka terhadap Iran dan menggulirkan makar permusuhan mereka anti-Republik Islam Iran dengan cara-cara sulit.

Berbagai indikator menunjukkan bahwa Republik Islam Iran sebagai sebuah sistem yang bersandarkan pada nilai-nilai Islam dan dukungan kuat rakyatnya, telah melewati berbagai tantangan serius dan mengubau ancaman menjadi peluang untuk kemajuannya. Republik Islam Iran, dalam empat dekade, telah tampil lebih kuat di berbagai bidang serta memperkokoh seluruh pilar kekuatannya dibanding masa lalu.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, menekankan perluasan capaian dan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan pertahanan angkatan bersenjata sebagai kepentingan strategis.

Ayatullah Khamenei dalam pidatonya pada upacara kelulusan para taruna di Universitas Militer Imam Ali, mengatakan bahwa sekarang masalah kaum arogan dengan kita adalah mengapa kekuatan Iran di kawasan semakin meningkat. Beliau mengatakan, ".. Ini adalah kekuatan Republik Islam, dan apa yang kita anggap sebagai elemen kekuatan nasional, di mata musuh itu adalah sebuah faktor interferensi dan mereka akan melawannya."

Beliau lebih lanjut menjelaskan, "Dengan meningkatnya kekuatan Republik Islam di antara bangsa-bangsa di kawasan dan transregional, mereka melawannya karena itu merupakan kedalaman strategis negara, mereka menentang kekuatan pertahanan dan militer negara, mereka akan melawan segala bentuk dari elemen kekuatan nasional."

Republik Islam Iran tidak pernah mengupayakan krisis atau konfrontasi militer di kawasan, namun tetap menunjukkan kepada musuh dan agresor bahwa Iran akan menghadapi setiap ancaman keamanan dan tidak akan mempertimbangkan pihak mana pun dalam meningkatkan kemampuan pertahanannya.