Kristalisasi Nilai-nilai Pertahanan Suci (2)
(last modified Tue, 15 Sep 2020 16:53:20 GMT )
Sep 15, 2020 23:53 Asia/Jakarta
  • Pertahanan Suci
    Pertahanan Suci

Spiritualitas, dan akhlak memberikan ruh dan jiwa pada kehidupan manusia, dan melindunginya dari gegap gempita dunia materi, dan serangan keburukan akhlak.

Orang-orang yang dekat dengan Penciptanya, dan menganggap dunia lain sebagai tempat tinggal abadinya, akan berusaha untuk menjadi orang yang baik di dunia ini, dan bekerja keras mendapatkan ridha Tuhan agar bisa sampai ke derajat tinggi di surga kelak.
 
Sebagaimana disampaikan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, spiritualitas, dan akhlak adalah penunjuk arah semua gerakan, dan aktivitas individu, sosial, dan merupakan kebutuhan asli masyarakat. Keberadaan keduanya akan menjadikan tempat hidup manusia layaknya surga meski terdapat kekurangan materi di dalamnya, dan ketiadaannya meski sarat kekayaan materi, akan membuat tempat hidup manusia seperti neraka.
 
Dalam agresi militer rezim Saddan Hussein, Irak terhadap Republik Islam Iran, atau Perang Pertahanan Suci, di front Iran semuanya diliputi warna dan bau maknawiah. Di masa itu, terbuka kesempatan untuk mewujudkan manifestasi munajat dan penghambaan Tuhan.
 
Di samping shalat, dan membaca Al Quran, doa menjadi perantara lain yang memberikan kekuatan, dan energi kepada para pejuang, sehingga semua kesulitan di medan tempur tampak mudah bagi mereka. Munajat, dan praktik ibadah malam yang dilakukan para pejuang telah mengubah atmosfir seluruh Iran kental bernuansa spiritual, dan iman.
 
Lantunan munajat Syahid Chamran, salah satu komandan pasukan Iran, membuka pintu taman keindahan irfani, dan cinta. Ia mengatakan, Wahai Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu yang telah membebaskanku dari kehampaan, dan ketergantungan, serta memberiku kesempatan untuk mencicipi nikmatnya berperang melawan penindasan, dan kekufuran, Engkau telah memahamkan aku tentang hakikat kehidupan, Wahai Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu karena telah memberikan nikmat tawakal, dan ridha, dan di saat hempasan topan kesulitan paling besar menerpaku, Engkau begitu membuatku yakin, dan tenang dalam menghadapi masa depan dengan semua gejolaknya, dan aku ridha dengan semua yang Engkau takdirkan untukku.
 
Buah berharga dari Pertahanan Suci adalah tumbuhnya keutamaan-keutamaan akhlak, dan spiritualitas di tengah masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat Iran terpengaruh perilaku, dan sikap para pejuang. Wajah perang ini merupakan manifestasi paling megah dari Pertahanan Suci. Para pejuang saling berlomba dalam melaksanakan pekerjaan sulit, dan berat.
 
Para komandan sangat tawadhu dan rendah hati dalam bersikap sehingga terkadang tidak bisa dibedakan dari pejuang yang lain. Pilot syahid, Abbas Babaei, salah satu komandan senior pasukan Iran, terkadang setelah melaksanakan tugas, duduk di belakang tanker air, membagikan air kepada para pejuang dalam situasi medan tempur yang sangat sulit.
 
Salah satu komandan pasukan Irak, saat ditanya tentang perlawanan para pejuang Iran mengatakan, para pejuang Iran yang saya lihat melewati area ranjau darat, dan menyerang kami, tapi tentara kami, pasukan Irak, yang saya lihat, melepas sepatu mereka, dan diam-diam tanpa suara, melarikan diri. Bagaimana mungkin dengan tentara semacam ini kami dapat berperang ?
 
Puncak keutamaan adalah ketika seorang remaja 13 tahun masuk ke bawah tank musuh, dan meledakkan granat untuk menghancurkan tank tersebut, dan menghambat pergerakannya. Imam Khomeini menyebut remaja 13 tahun ini sebagai pemimpinnya.
 
Motivasi Ilahi, dan dimensi maknawiah di era Pertahanan Suci, sangat kental, dan pada kenyataannya merupakan motivasi terpenting yang dimiliki para komandan perang, dan pejuang di masa itu. Perjuangan tak kenal lelah dengan tawakal kepada Allah Swt, dilandasi maknawiah, gaya hidup sederhana, ketulusan, dan keakraban di antara semua pejuang muda, tampak jelas.
 
Para pemuda melaksanakan shalat tahajud di medan tempur, dan bagi mereka jihad di jalan Tuhan adalah sesuatu yang membanggakan. Mereka meninggalkan kehidupan serba mudah, dan sifat egois, dan berlomba-lomba untuk mendatangi garda depan pertempuran. Di masa itu, saat seorang pemuda tumbang, pemuda lain dari keluarga yang sama akan menggantikannya.
 
Rahbar, Ayatullah Khamenei juga menganggap spiritualitas sebagai faktor keberhasilan dalam melawan kekuatan musuh. Beliau mengatakan, di hadapan kami bukan hanya Irak, tapi Timur, Amerika, seluruh anggota NATO, para penguasa kawasan, uang, senjata, amunisi, taktik, dan informasi satelit. Seluruh dunia membantu rezim Irak, tapi apa yang menyebabkan mereka dengan segenap kekuatannya gagal mengalahkan Iran yang serba lemah dari sisi anggaran, peralatan perang, manajemen, ketertiban, serta  sejumlah pertikaian internal, dan akhirnya tidak berhasil meraih tujuan? Dunia belajar dari peristiwa ini, apa yang menyebabkan hal ini terjadi ? tidak lain karena spiritualitas.
 
Para pejuang di masa Perang Pertahanan Suci mengingat Allah Swt dengan shalat, “….. dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Taha, 14), mereka memohon bantuan kepada Allah Swt untuk dibebaskan dari kesulitan, dan permasalahan melalui shalat.
 
Di dalam Al Quran dijelaskan, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al Baqarah, 153) oleh karena itu mereka meminta pertolongan Tuhan dengan keyakinan penuh terhadap shalat, dan maknawiah, sehingga selain meningkatkan spiritualitas, mereka juga mampu mengatasi berbagai kesulitan.
 
Doa Para Pejuang Iran dalam Perang Pertahanan Suci
 
Salah satu pejuang terkait operasi Saheb Zaman mengatakan, shalat berjamaah menebarkan semerbak doa, dan munajat ke semua tempat. Komandan divisi saat memegang tangan wakil brigade, Abbas Ali Sakhavati yang gugur dalam operasi ini berkata, aku menyaksikan bagaimana pasukan Anda melaksanakan shalat, tidak diragukan malam ini kita akan menyampaikan berita gembira kepada Imam umat, dan memang benar terjadi, serangan pasukan Iran menyebabkan musuh harus menerima kekalahan telak.
 
Berkenaan dengan Syahid Hossein Yousef Elahi, salah satu komandan Divisi 41 Sarallah disebutkan, saat memasuki area operasi, saya tiba-tiba melihat para pejuang tersungkur ke tanah. Saya pikir pasti karena ada patroli pasukan Irak, namun kemudian saya menyadari sepertinya para pejuang bukan tiarap, tapi sedang bersujud. Setelah itu mereka bangkit, dan melaksanakan shalat dua rakaat.
 
Saya sangat terkejut. Saya dekati Hossein, dan saya bertanya kepadanya, apa yang sedang engkau lakukan ? Ia menjawab, para pejuang sedang sujud syukur. Kami melakukan ini setiap malam. Saya katakan, kenapa disini ? bersabarlah sedikit setelah sampai ke barisan kita, baru lakukan sujud syukur itu. Hossein menimpali, tidak, setiap malam saat kembali dari garis depan, tepat di belakang area ranjau darat musuh, kami melakukan satu kali sujud syukur, dan dua rakaat shalat, kemudian kami kembali. (HS)