Iran, 40 Tahun Pasca Revolusi Islam (37)
(last modified Sat, 26 Jan 2019 10:08:57 GMT )
Jan 26, 2019 17:08 Asia/Jakarta
  • Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
    Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei.

Kemenangan Revolusi Islam telah menjadi salah satu penyebab utama permusuhan Amerika Serikat terhadap Iran. Revolusi Islam ini akhirnya mendorong lahirnya dua pendekatan di Timur Tengah yaitu kompromi dan resistensi.

Poros pertentangan antara kompromi dan resistensi di kawasan adalah rezim Zionis Israel. Poros kompromi ini didukung oleh kekuatan-kekuatan Barat khususnya Amerika Serikat, yang bertujuan mendorong normalisasi hubungan dengan Israel. Sementara poros resistensi yang dipelopori oleh Republik Islam Iran, tidak mengakui keberadaan rezim penjajah Zionis.

Penentangan Iran terhadap rezim Zionis muncul sejak awal kemenangan Revolusi Islam dengan inisiatif Imam Khomeini ra. Beliau berkata, "Israel harus dihapus dari peta dunia."

Mantan Deputi Menteri Luar Negeri AS, Martin Indyk dalam hal ini mengatakan, "Faktor utama berlanjutnya penentangan Amerika terhadap Iran adalah bahwa kebijakan Tehran mengenai proses perundingan kompromi belum berubah."

Republik Islam secara konsisten menganggap Israel sebagai sebuah rezim penjajah dan menentang langkah-langkah kompromi untuk menyandingkan antara Arab dan rezim Zionis, termasuk penentangan terhadap Konferensi Perdamaian Madrid 1991, Perjanjian Oslo 1993, Perjanjian Damai Camp David, dan Prakarsa Timur Tengah Raya.

Salah satu faktor utama kekalahan Israel dalam perang 33 hari melawan Hizbullah Lebanon dan perang 8 hari, 22 hari, dan 51 hari melawan Jalur Gaza adalah dukungan Republik Islam Iran kepada Hizbullah dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina.

Dua pendekatan kompromi dan resistensi juga merupakan cerminan dari perbedaan identitas politik dan agama antara Amerika dan Iran. Pada masa Presiden Donald Trump, pendekatan kompromi ditindaklanjuti secara serius dan pihak-pihak yang mendukung penuh kompromi adalah Amerika, Arab Saudi, dan rezim Zionis. Mereka membentuk segitiga kejahatan ini untuk melawan Republik Islam dalam beberapa tahun terakhir.

Presiden AS Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.

Dua pendekatan ini menyebabkan munculnya gesekan dalam kebijakan regional Iran dan Amerika. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Misi Amerika di kawasan memiliki perbedaan 180 dejarat dengan tujuan Iran."

Untuk melawan kebijakan AS di kawasan, Iran memberikan dukungan politik dan konsultasi kepada negara-negara independen dan membangun interaksi dengan bangsa-bangsa regional.

Bangsa-bangsa di kawasan menerima ideologi Revolusi Islam dan kemudian membentuk kelompok-kelompok perlawanan di negara mereka, dan akhirnya terbentuklah geopolitik perlawanan di kawasan ini.

Kubu perlawanan terus bermunculan di negara-negara kawasan dan sekarang kita menyaksikan kehadiran Al Hashd Al Shaabi di Irak, Ansarullah di Yaman, dan kelompok-kelompok perlawanan di Suriah, di mana semuanya meniru gaya Hizbullah Lebanon. Daya tawar kubu perlawanan juga semakin besar di kancah politik negara-negara tersebut, karena publik mendukung kiprah kelompok perlawanan dan menganggapnya sejalan dengan identitas dan kemuliaan bangsa.

Melihat perkembangan itu, pemerintah AS semakin nyaring bersuara tentang ancaman yang ditimbulkan oleh pengaruh regional Iran. Ancaman pengaruh regional Iran juga mendapat perhatian khusus dalam dokumen keamanan nasional AS.

Menurut pengakuan para pejabat Amerika, Republik Islam Iran telah merusak perimbangan kekuatan di kawasan dan ini akan menjadi ancaman bagi kepentingan Washington. Dokumen strategi keamanan nasional 2018 AS menyinggung masalah ini.

Lembaga riset AS, RAND Corporation dalam sebuah laporannya berbicara tentang ancaman yang dihadapi Amerika dan salah satu dari ancaman utama adalah pengaruh regional Iran yang terus tumbuh. Laporan tersebut menyarankan pemerintah AS untuk mencegah itu terjadi.

RAND memperkirakan Iran akan menjadi kekuatan kunci di kawasan dalam rentang waktu 2035-2050, dan memperingatkan implikasinya bagi kepentingan Amerika.

Dalam menyikapi peningkatan pengaruh Iran, Washington menjalankan strategi perang proksi dengan melibatkan sekutu regionalnya untuk melawan Tehran.

Salah satu alasan lain permusuhan AS terhadap Iran adalah pengaruh Revolusi Islam di tengah bangsa-bangsa regional. Revolusi Islam memberikan pencerahan kepada bangsa-bangsa tertindas dan menyeru mereka membebaskan diri dari belenggu tirani dalam negeri, imperialisme asing, dan arogansi global.

Pawai Hari Quds Sedunia di Berlin, Jerman. (Dok)

Pada dasarnya, risalah Republik Islam Iran – sebagai sistem politik yang lahir dari Revolusi Islam – adalah mempersiapkan dan menyadarkan masyarakat Muslim dan bangsa-bangsa tertindas dunia dari ketidakadilan, yang tidak diinginkan dan tidak disadari ini.

Kemenangan Revolusi Islam dan pengaruhnya, telah memperkuat identitas agama di kalangan masyarakat Muslim, serta mempercepat proses kebangkitan kembali politik Islam. Perjuangan Muslim Iran dalam menumbangkan pemerintahan anti-agama telah membawa pengaruh positif bagi bangsa-bangsa Muslim lainnya.

Ayatullah Khamenei mengatakan, "Hari ini masalah utama yang dihadapi kubu arogan dan secara khusus Amerika dan Zionis adalah munculnya kesadaran diri di antara orang-orang Muslim. Imam Khomeini, bangsa Iran, dan Revolusi Islam kita memiliki peran besar dalam (menumbuhkan) kesadaran diri ini. Inilah masalah utama mereka dan untuk itu, mereka ingin menghancurkannya."

Pencerahan yang diberikan Revolusi Islam Iran juga telah menyebabkan pecahnya Kebangkitan Islam di Dunia Arab sejak 2011. Di satu sisi, rakyat bangkit melawan para raja dan rezim otoriter, dan di sisi lain mereka menentang campur tangan AS dalam urusan internal negaranya.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kemenangan Revolusi Islam di Iran telah memutus ketergantungan negara ini pada kekuatan-kekuatan asing. Iran telah menarik diri keluar dari persekutuan Amerika dan Barat. Di sinilah muncul konflik identitas antara Amerika dan Republik Islam Iran.

Iran kemudian menjalankan kebijakan independen dan memperkuat posisi strategisnya di kawasan. Pemerintah AS memandang kebijakan itu sebagai sinyal bahaya bagi kepentingan politik, ekonomi, dan militernya di Timur Tengah.

Alasan lain permusuhan Amerika terhadap Republik Islam adalah penentangan Iran atas Israel dan kebijakan tidak sah rezim ini. Kesadaran yang dibangun oleh Iran telah mendorong banyak pihak bangkit menentang rezim Zionis dan campur tangan AS di Timur Tengah.

Tentu saja, Amerika sangat marah dengan perlawanan yang dikobarkan oleh Iran dan bangsa-bangsa tertindas, oleh karena itu mereka semakin meningkatkan permusuhan dan tekanannya terhadap Republik Islam. (RM)