Des 01, 2021 15:47 Asia/Jakarta
  • Komponen Keamanan Berkelanjutan Menurut Rahbar (3)

Asia Barat telah diakui sejak awal abad kedua puluh sebagai kawasan strategis yang penting bagi perekonomian global pada umumnya, dan negara-negara maju khususnya.

Kawasan ini berada di bawah pengaruh fitur geoekonomi unik yang menjadikannya sebagai lingkungan dengan berbagai tantangan keamanan. Beberapa tantangan ini ada di dalam kawasan, tetapi faktor utama dan abadi di bidang ini berasal dari luar.

Secara umum, hingga instabilitas 2011, sebagian besar tantangan keamanan tersebut bersumber dari persaingan teritorial, politik, dan militer, serta konflik antara aktor lokal dan asing di kawasan. Namun, kerusuhan 2011 menambah dimensi baru pada ancaman dan tantangan keamanan di kawasan itu.

Dalam prosesnya muncul rencana dan plot baru untuk menyusup ke kawasan sensitif ini guna mengubah identitas budaya dan merusak kepentingan bangsa serta menjadikannya sebagai bagian dari agenda campur tangan asing. Dalam gerakan-gerakan ini, telah lama terjadi kerja sama yang luas antara Israel, Amerika Serikat dan Inggris.

Sejarah setengah abad terakhir menunjukkan sabotase, spionase dan tindakan anti-keamanan yang dilancarkan Amerika Serikat dan Israel di Asia Barat dalam berbagai cara. Mereka mengerahkan langsung agen dan elemen mata-matanya untuk memberikan bantuan keuangan kepada kelompok-kelompok pembangkang dan menggunakan penipuan terhadap individu dan masyarakat untuk menciptakan keresahan internal, melemahnya ekonomi dan keamanan internal, dan eskalasi perang psikologis.

 

 Serangan rezim Zionis ke Gaza

 

Sebelum kemenangan Revolusi Islam, rezim Zionis, dengan ambisinya menguasai kawasan Sungai Nil hingga Efrat, melakukan memperluas wilayah pendudukan dengan berbagai aksi kejahatannya. Tetapi seiring kemenangan Revolusi Islam, Iran menjadi penghalang besar melawan rezim Zionis. Israel melakukan beberapa rencana untuk melintasi penghalang yang kuat ini dan mencoba untuk menghadapi Iran dan kawasan dengan tantangan keamanan dengan berbagai aksinya.

Berdasarkan laporan terdokumentasi, Badan Intelijen Pusat AS (CIA), berkoordinasi dengan Mossad untuk meningkatkan kegiatannya selama dua dekade terakhir demi mencapai tujuan subversif, dengan menciptakan perpecahan etnis dan agama demi memecah-belah Irak dan Suriah.

Israel juga telah berusaha untuk memperkuat kehadiran dan pengaruhnya di seluruh kawasan Asia dan Kaukasus yang berada di daerah sekitar Iran.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei memperhatikan akar permasalahan dalam melihat peran Israel yang menciptakan hasutan dan ketidakamanan di kawasan. Dalam hal ini, ia menyebutkan dalam sebuah pernyataan, mengingatkan sebuah fakta bahwa rezim Zionis mengubah Palestina menjadi basis terorisme sejak hari pertama pendirian Israel. Rahbar mengatakan, "Israel bukanlah sebuah negara tetapi sebuah kelompok teroris terhadap rakyat Palestina dan negara-negara Muslim lainnya. Jadi memeranginya adalah memerangi penindasan dan terorisme yang menjadi tugas publik,".

Ayatullah Khamenei menekankan urgensi persatuan negara-negara Muslim  dalam masalah Palestina dan nasib Quds  Sharif. Rahbar mengungkapkan, "Penguatan [persatuan Muslim] ini adalah mimpi buruk musuh rezim Zionis dan pendukungnya; Amerika dan Eropa, sekaligus menggagalkan prakarsa kesepakatan abad dan upaya untuk menormalkan hubungan beberapa negara Arab yang lemah dengan rezim Zionis yanga putus asa untuk melarikan diri dari mimpi buruk itu,"

Pemimpin Besar Revolusi Islam mengutip contoh-contoh yang menjanjikan dari pergeseran keseimbangan kekuasaan yang menguntungkan Palestina dan kelemahan rezim Zionis yang mendalam dan menyeluruh, dengan mengatakan, "Sifat rezim Zionis didasarkan pada kebiadaban, perang dan kehancuran, serta terus bekerja atas dasar ini. Tapi Israel tidak bisa lagi melakukan apa yang dilakukannya di masa lalu. Israel saat ini menghadapi krisis identitas dan sedang mencari identitasnya sendiri untuk membuktikan keberadaannya. Israel menghadapi keruntuhan internal, politik dan ideologis dan berusaha untuk menjaganya,".

 

Rahbar

 

Mantan Menteri Pertahanan Iran Brigjen Hossein Dehghan dalam sebuah wawancara dengan Russia Today pada Mei 2017 mengatakan, “Sayangnya, hari ini Arab Saudi telah menjadi perwakilan Amerika Serikat dan Israel di kawasan. Kehadiran AS di kawasan dilakukan dengan uang mereka. Negara-negara Arab termasuk Arab Saudi harus tahu bahwa hari ini Amerika Serikat memasuki kawasan itu dengan uang mereka sendiri demi mengamankan Israel. Mereka datang dengan berpura-pura kawasan tidak aman dan untuk membenarkan perlunya kehadiran mereka di sana. Mereka mengklaim mencoba menciptakan keamanan, tetapi sebaliknya mereka menciptakan ketidakamanan agar tetap berada di kawasan dan menciptakan pasar senjata yang besar."

Yuaf Limour, pakar militer dari surat kabar Israel Hume mengatakan, "Apa yang telah kita lihat adalah perubahan dalam pendekatan yang telah diambil Mossad selama dekade terakhir setelah pembunuhan pemimpin Hamas Mahmoud al-Mabhouh di Dubai dengan menggunakan tentara bayaran yang menggantikan agen untuk mengurangi risiko elemen utamanya,".

Ahli militer dan keamanan Zionis juga menunjukkan bahwa langkah-langkah ini tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan dari pemerintah AS.

Tentu saja, para pemimpin rezim Zionis terkadang, karena putus asa, membuat klaim palsu terhadap Iran dan, menurut pendapat mereka, mengancam Iran.

Ayatulah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam dan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Iran, menanggapi ancaman ini dengan mengatakan, "Rezim Zionis bukanlah musuh utama kita, mereka bahkan tidak sebesar Republik Islam Iran dan mereka pun tahu. Jika mereka tidak tahu, maka mereka harus tahu supaya jangan membuat kesalahan besar, karena kami akan menghancurkan Tel Aviv dan Haifa,".(PH)