Lintasan Sejarah 28 Oktober 2022
Hari ini Jumat, 28 Oktober 2022 bertepatan dengan 2 Rabiul Tsnai 1444 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran tanggal 6 Aban 1401 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.
Ibnu Mu’taz Tewas
1148 tahun yang lalu, tanggal 2 Rabiul Tsani 296 HQ, Ibnu Mu’taz, seorang penyair dan sastrawan Arab zaman Dinasti Abbasiah, dibunuh atas perintah dari penguasa saat itu.
Ibnu Mu’taz dilahirkan di Samara. Irak, pada tahun 247 Hijriah, dan merupakan putra dari Mu’taz , khalifah Dinasti Abbasiah ke-13. Ibnu Mu’taz adalah seorang pencinta sastra dan syair sehingga rumahnya menjadi tempat berkumpulnya para ilmuwan dan sastrawan.
Setelah kematian khalifah Muktafa, Ibnu Mu’taz diangkat menjadi khalifah, namun mendapatkan penentangan dari sekelompok orang sehingga akhirnya terguling. Setelah itu, Muqtadar Abbasi naik ke kursi kekhalifahan dan atas perintahnya pula, Ibnu Mu’taz dibunuh. Karya Ibnu Mu’taz berjudul, “Asy’aarul Muluk” dan “Kitaabul Badii’“.
Berakhirnya Krisis Rudal Kuba
60 tahun yang lalu, tanggal 28 Oktober 1962, Nikita Khruschev, pemimpin Uni Soviet saat itu, memerintahkan agar kapal-kapal Soviet yang berisi rudal atom memutar haluan dan kembali ke Soviet. Dengan adanya perintah itu, berakhirlah krisis rudal Kuba.
Sejak beberapa bulan sebelumnya, Soviet mendirikan beberapa pangkalan rudal dengan hulu ledak nuklir di Kuba yang berjarak 90 mil dari AS. Soviet kemudian mengirimkan beberapa kapal berisi rudal-rudal atom ke Kuba.
AS yang merasa sangat terancam atas kehadiran rudal-rudal itu, selain mengepung perairan Kuba juga mengancam Soviet, jika kapal-kapal Soviet tidak kembali, maka AS akan menyerang Soviet dan Kuba dengan senjata nuklir.
Meskipun Soviet juga memberikan ancaman balasan, akhirnya atas perintah Khruschev, kapal-kapal berisi atom itu memutar haluan dan berakhirlah krisis rudal atom tersebut.
Imam Khomeini ra Tolak Rencana Fahd Soal Perdamaian Palestina-Israel
41 tahun yang lalu, tanggal 6 Aban 1360 HS, Imam Khomeini ra tolak rencana Raja Fahd soal perdamaian Palestina-Israel.
Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran dan setelah penandatanganan perjanjian damai Camp David antara pemerintah Mesir dan rezim Zionis Israel yang dimediasi Amerika, rezim-rezim yang menjual dirinya di Timur Tengah mulai mengikuti jejak Mesir untuk berdamai dengan Israel.
Fahd bin Abdul Aziz yang waktu itu merupakan Pangeran Mahkota Arab Saudi pada tanggal 18 Mordad 1360 (9 Agustus 1981) mengusulkan sebuah rencana yang berisikan sejumlah poin; pertama, Israel harus mundur dari seluruh daerah yang didudukinya, termasuk Baitul Maqdis. Kedua, tidak adanya jaminan hak bagi warga Palestina yang ingin pulang, terutama pemberian ganti rugi atas kerugian yang dialami selama ini. Ketiga, jaminan hak bagi seluruh negara di Timur Tengah untuk hidup secara damai.
Poin ketiga merupakan poin paling cerdik untuk mengakui secara resmi rezim Zionis Israel Hal ini pula yang membuat dunia Islam tidak mengakui rencana ini.
Imam Khomeini ra saat mereaksi rencana ini pada tanggal 6 Aban 1360 Hs (28 Oktober 1981) dalam sebuah pidatonya mengatakan, "Wajib bagi kami dan setiap muslim menolak rencana-rencana seperti yang dilakukan oleh Anwar Sadat dan Fahd bin Abdul Aziz. Wajib bagi kita untuk mengecam setiap rencana yang tidak berpihak kepada orang-orang tertindas (mustadhafin). Hari ini, tidak ada yang lebih berbahaya dari perjanjian Camp David dan rencana Fahd yang memperkuat Israel dan kejahatannya. Ide-ide semacam ini membuat munculnya perpecahan dan membuka jalan bagi Israel."
Sikap tegas Imam Khomeini ra menolak rencana Fahd dan dukungan umat Islam sedunia atas sikap Imam membuat banyak negara ikut menolak rencana ini.
Tahun-tahun selanjutnya terbukti betapa rezim Zionis Israel tidak pernah melaksanakan janjinya kepada bangsa Palestina dan tidak pernah mundur dari klaimnya selama ini. Begitu congkaknya Zionis Israel sehingga dalam sejumlah perjanjian dan pertemuan bersama dalam kerangka perdamaian Arab dan Israel, rezim Zionis Israel menyatakan satu-satunya solusi Palestina adalah membinasakan seluruh rakyatnya. Zionis Israel juga tidak mau menerima kembalinya warga Palestina yang hidup di luar negeri ke tanah airnya sendiri.