Mengenal Para Ulama Besar Syiah (58)
Sheikh Murtadha al-Ansari salah satu ulama fikih dan Syiah terkenal abad 13 H. Melalui inovasinya, ilmu usul fiqih dan fikih Syiah memasuki babak baru. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Khatam al-Fuqaha wal Mujtahidin serta Sheikh Adham.
Sheikh Murtadha al-Ansari salah satu ulama terkenal Syiah abad 13 H. Salah satu karya terkenal marja besar Syiah ini adalah kitab al-Makasib dan Rasail yang kini menjadi pelajaran wajib di seminari (Hauzah Ilmiah) Syiah.
Sheikh Murtadha al-Ansari dilahirkan pada tahun 1214 H di kota Dezful, salah satu kota di selatan Iran. Mengingat kelahirannya bertepatan dengan Hari Raya Ghadir Khum, dan untuk menghormati Imam Ali as, maka ia diberi nama Murtadha. Ayahnya bernama Mohammad Amin al-Ansari, salah satu ulama terkenal dan keturunan Jabir bin Abdullah al-Ansari, sahabat terkenal Rasulullah Saw, dan ibunya juga muslimah yang bertakwa dan dari keluarga ulama serta taat agama.
Sebelum kelahiran Murtadha al-Ansari, ibunya dalam mimpinya bertemu dengan Imam Shadiq as dan beliau memberi hadiah al-Quran kepadanya. Ia kemudian menceritakan mimpinya tersebut kepada salah satu anak ulama terkenal. Oleh karena itu, ia kemudian selalu menyusui sang anak ini dalam kondisi suci dan dengan wudhu, serta berusaha keras dalam mendidiknya.
Murtadha mempelajari ajaran Al -Qur'an dan Islam sejak kanak-kanak dan menjadi master dalam ilmu fikih dan usul fiqih sebelum usia dua puluh dan pergi ke Karbala pada saat yang sama. Dia sekarang adalah pemuda yang anggun dan berbakat karena bakatnya dalam ilmu pengetahuan, dan di Irak menjadi perhatian ulama besar seperti Allamah Mohammad Mujahid, pemimpin Hauzah Ilmiah Karbala, dan ia menetap di Karbala atas permintaan ulama besar ini untuk melanjutkan pendidikannya.
Sheikh Murtadha di daerah Karbala belajar di bawah bimbingan guru besar seperti Allamah Mujahid, Sharif Mazandarani dan Sheikh Musa Kashf ul-Ghita, dan saat itu, meski ia telah menjadi Mujtahid, ia tetap kembali ke Iran untuk belajar dari ulama Iran yang hebat. Dia pergi ke Kashan dan menghadiri kelas Mullah Ahmad al-Naraqi dan kemudian pergi ke Isfahan dan menghadiri kelas Hujjatul Islam Shafti.
Sheikh Murtadha al-Ansari, rela menderita dan jauh dari keluarga demi menuntut ilmu Ahul Bait as dan pindah dari satu kota ke kota lain. Dan di mana pun ia menemukan ulama yang mumpuni, ia pun rela menghadiri pelajarannya, dan berkat kesalehan dan kecerdasan, Sheikh Murtadha mencapai posisi tinggi sampai ia tidak lagi menemukan guru yang melebihi kemampuannya di hauzah ilmiah (seminari).
Setelah Sheikh Murtadha al-Ansari setelah menguasai pelajaran guru besar Hauzah Ilmiah, ia kembali ke Dezful dan mulai mengajar dan mengepalai seminari. Tapi jiwanya yang besar tidak mau tenang, Sheikh Murtadha kembali memutuskan untuk kembali ke Irak. Kali ini, ibu dari Sheikh, yang telah merindukan anaknya selama bertahun-tahun, menyatakan ketidakpuasan dan memintanya untuk tinggal di Dezful. Sheikh tinggal bersama ibunya untuk sementara waktu, tetapi tugas yang dia rasakan di bahunya telah mengambil darinya. Sheikh Murtadha tahu posisi ilmiah dan kemampuan serta bakat yang dimilikinya dalam fikih, usul fiqih dan ilmu agama lainnya adalah berkah dari Tuhan dan ia memikul tugas berat karena berkah ini, tugas untuk menjaga aliran dan mazhab Ahlul Bait as. Oleh karena itu, ia berbicara dengan ibunya dan akhirnya ia melakukan istikharah.
Sheikh Ansari mengambil al-Quran dan dengan yang diinginkan ibunya, ia membuka Kitab Suci ini. Jawaban dari istikharah tersebut adalah ayat ini:
وَ لا تَخافِی وَ لا تَحْزَنِی إِنَّا رَادُّوهُ إِلَیک وَ جاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِین
Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS: 28: 7)
Ayat ini ditujukan kepada ibu Nabi Musa as, dan berkaitan dengan pengiriman anaknya ke laut. Dengan demikian ayat ini membuat ibu Sheikh Ansari tenang. Ia seorang perempuan mukminah dan menyakini bahwa jauh dari anak karena ia ingin mendapatkan keridhaan Tuhan. Sheikh Ansari tahun 1249 H saat berusia 35 tahun, untuk selamanya hijrah ke Irak dan melanjutkan pelajarannya.
Selama masa ini, keutamaan dan kesempurnaannya untuk para pelajar dan guru besar besar seminari Syiah di Iran dan Irak telah diklarifikasi. Pada bulan Rajab 1266 H, ketika Sahib Jawahir, marja dan ulama besar Syiah sakit, dan di jam-jam terakhir usianya, ia mengundang ulama Najaf. Para ulama dan mujtahid tiba di hadapan Sahib Jawahir. Ketika Sahib Jawahir tidak melihat Sheikh Murtadha dalam kelompok ulama ini, dia mengirim seseorang untuk mencarinya.
Ternyata saat itu, Sheikh Murtadha tengah berada di makam Imam Ali as dan bertawasul kepadanya dan berdoa supaya sang guru besar ini tidak melimpahkan tugas marja Syiah kepadanya. Sheikh Murtadha kemudian mengunjungi gurunya yang tengah sakit ini. Dalam pertemuan tersebut, Sahib Jawahir di tengah para ulama dan mujtahid Syiah menoleh ke Sheikh Murtadha dan berkata, "Saya akan menyerahkan kepadamu urusan agama yang berhubungan dengan saya, dan ini adalah amanat Tuhan yang dipercayakan kepadamu. Setelah saya, Kamu akan menjadi marja taqlid Syiah. "
Dengan demikian, dengan persetujuan Sahib Jawahir, yang memiliki kebesaran di antara para ulama Syiah, Sheikh Ansari menjadi ketua seminari Najaf dan menjadi marja Syiah selama 15 tahun dari 1266 H hingga 1281 H.
Sheikh Ansari memiliki banyak karya tulis, di mana setiap ulama dan peniliti Syiah wajib untuk mempelajari karya ini. Karya paling terkenal Sheikh Ansari adalah kitab al-Makasib dan Rasail. Kitab al-Makasib menjadi kitab terpenting fikih Syiah di bidang muamalah, dan menjadi mata pelajaran wajib Hauzah Ilmiah Syiah sejak penulisan hingga saat ini. Dalam kitab ini, penulis membahas bab muamalah dengan argumentatif, dan pendapat para ulama fikih sebelumnya dikaji dan dianalisa.
Sheikh Ansari dalam bukunya al-Makasib membahas tiga isu utama;
1. Makasib Muharamah (yakni perdagangan dan muamalah yang diharamkan dalam Islam)
2. Bai' atau pembahasan jual beli.
3. Khiyarat (Hak yang diberikan kepada pihak yang bertansaksi atau bermuamalah untuk membatalkan muamalahnya).
Di akhir pembahasan kitab Makasib juga dibahas bab lain seperti keadilan, warisan, pernikahan dan lainnya. Ulama terkenal seperti Akhund Khurasani, Mirza Mohammad Taqi Shirazi, Muhaqiq Naini dan lainnya juga menulis syarah atau catatan untuk kitab ini. Karya penting lain Sheikh Ansari adalah Faraid al-Usul atau Rasail yang mencakup pembahasan logis (aqli) Usul Fiqih. Kitab ini juga termasuk mata pelajaran penting seminari Syiah dan banyak ulama Usul Fiqih menulis syarah dan catatan untuk kitab ini.
Sheikh Ansari memiliki kelas yang ramai dihadiri para santri, dan dikutip bahwa setiap pelajarannya dihadiri sekitar 500 orang, dan ada yang menyebutkan bahwa santri yang belajar langsung darinya sekitar seribu orang, di antaranya adalah karakter terkemuka yang menonjol dan setiap dari mereka menjadi pemimpin komunitas Syiah di berbagai sudut dunia Syiah. Di antara murid tersebut adalah Ayatullah Mirza Shirazi, Ayatullah Kooh Kamari Tabrizi, guru besar Hauzah Ilmiah Najaf, Ayatullah Mohammad Kazem Khorasani Shahib Kifayah al-Usul, Sayid Jamaluddin Asadabadi pejuang anti-kolonialisme dan pendiri Persatuan Islam.
Lembaran emas dari kehidupan Sheikh Murtadha Ansari tidak terbatas pada ketinggian ilmu dan potensi besarnya di bidang ilmu fikih dan usul fiqih. Membahas sisi kehidpan dan kepribadian besar hamba saleh yang mewakafkan usinya selama bertahun-tahun untuk mempelajari dan menyebarkan ajaran Islam murni Muhammadi serta ajaran Ahlul Bait as tidak dapat diringkas dalam beberapa program saja. Kita membutuhkan kesempatan lebih untuk mengkaji sosok ulama besar ini.