Pesona Iran yang Mendunia (44)
Hakim Abul-Majd Majdūd ibn Ādam Sanā'ī Ghaznavi dilahirkan di kota Ghazni tahun 464 Hijriah. Penyair dan arif besar Iran ini wafat pada 11 Saban 525 Hijriah, yang bertepatan dengan 8 Mei 1131 Masehi, di kota yang sama dengan tempat kelahirannya. Ghazni saat itu merupakan bagian dari wilayah Iran, dan kini termasuk kota di Afghanistan.
Ketika itu para penguasa Ghaznavid bersuka cita menikmati melimpahnya harta, sedangkan para arif bermunajat masjid. Adapun para penyair mengikuti jejak pendahulunya dengan membuat karya-karya puisi berisi pujian kepada penguasa. Di tengah situasi demikian, Sanai termasuk orang yang tidak mengikuti kebanyakan pola hidup penyair di era Ghaznavid, yang cenderung memuja penguasa dengan berbagai syairnya. Ia sadar terhadap kondisi yang terjadi di zaman itu.
Karya Sanai, terutama setelah revolusi dirinya menunjukkan warna kental spirit penyadaran nilai-nilai kemanusiaan dan pesan agama. Suara protes yang digelorakan Sanai dalam karya puisinya dipenuhi dengan lara, kekhawatiran, dan kecaman. Ia melihat dan merasakan dinamika kehidupannya dengan kacamata kritis.
Karya puisinya mengkritik kehidupan istana dan para penyair di sekelilingnya yang bersuka cita, pada saat yang sama sebagian rakyat hidup menderita. Sebagaimana Nasir Khusraw, ia termasuk penyair paling berani dalam menyampaikan pandangannya mewakili generasi intelektual yang kritis terhadap situasi dan kondisi di masa itu. Sanai mengkritik kehidupan manusia yang terjerembab di kubangan dunia, dan mengingatkan kematian kepada masyarakat. Warna sufistik sangat kental dalam larik-larik syairnya.

Di salah satu syairnya, Sanai memberikan nasehat penting, “Sebelum berbicara dengarkan nasehat supaya kesadaran tidak sirna. Jangan terpesona oleh gemerlap dunia yang akan membutakan matamu, karena dunia akan membuat tanganmu menengadah meminta bantuan orang lain.”
Secara umum puisi Sanai bisa dibedakan dalam dua kategori, yaitu puisi sebelum dan sesudah terjadi revolusi dalam dirinya. Menurut para kritikus sastra yang mengkaji karya puisi Sanai, pemilahan dua kategori tersebut dilakukan karena revolusi diri yang menimpanya memberikan kontribusi besar terhadap karya-karyanya.
Periode awal karya syairnya mengikuti metode para penyair klasik seperti Farakhi dan Nasir Khusraw serta para penyair pendahulu lainnya. Tapi kemudian, Sanai menemukan metode sendiri, dan melahirkan karya yang berbeda dengan para pendahulunya.Bahkan, ia berhasil menemukan mazhab baru yang diikuti oleh para penyair terkemuka setelahnya, seperti: Haqani, Jami, Amir Khusraw Dehlavi. Isi yang jelas, komposisi baru, dan ritme yang indah termasuk karakteristik khusus syair Sanai yang menjadi perhatian para penyair setelahnya.
Sanai termasuk penyair yang berhasil menemukan metode baru dalam karya-karya puisinya. Menurut penyair terkemuka Iran abad keenam Hijriah (abad 12 Masehi) Haqani, metode Sanai merupakan metode puisi asketis. Sanai mengungkapkan makna zuhud dan tauhid serta irfan dalam bentuk metafor-metafor sufistik.
Tauhid, pujian terhadap al-Quran, penjelasan tentang kenabian dan penekanan terhadap akhlak mulia, merupakan masalah utama yang kerap muncul dalam puisi Sanai. Penyair terkemuka Iran ini menjelaskan berbagai masalah tersebut dengan diksi-diksi yang indah dan memukau.
Sanai termasuk penyair yang berang menyikapi terjadinya penyimpangan sosial dalam masyarakat awam. Ia tidak segan-segan mengkritik para pejabat kerajaan yang berlimpah harta tanpa memperdulikan kondisi orang lain. Tapi menariknya, semua kritik tersebut diungkapkan dengan bahasa yang menawan. Penggunaan metafor-metafor sufistik yang dilakukan Sanai bertumpu pada nasehat yang mengingatkan nilai hidup dan kematian yang akan menjemput.

Selain itu, Sanai juga melancarkan kritik terhadap masalah politik dan sosial di zamannya. Ia mengungkapkan pasang-surut masyarakat di zamannya. Dari sisi inilah, Sanai menurut pandangan Safeie Kadkani, dinilai sebagai penyair istimewa yang sulit ada bandingannya.
Dengarkan ujaran Sanai sebagai berikut:
Hidup begini, Lara bagimu wahai hakim!
hidup laksana orang yang mati
tiada kehidupan dari hidup begini
bak serigala, jangan begitu.
Isi puisi Sanai berisi ujaran nasehat mengenai pentingnya menjauhi dunia dan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.Jenis syair seperti ini bisa ditemukan dalam buku Hadiqah al-Haqiqah, yang juga dikenal dengan nama “Zahidiyah”. Doktor Abdol Hossein Zarin Koub, peneliti tawasuf Iran menjelaskan mengenai karakteristik puisi Sanai dalam buku tersebut. “Hadiqah al-Haqiqah yang dikenal dengan nama ‘Ilahi Nameh’ terdiri dari 10 ribu bait syair yang berisi masalah tauhid, irfan dan akhlak. Sanai dalam buku tersebut mengejar sebuah tujuan tertentu, yaitu mengajarkan tujuan irfani yang dijelaskan dengan imajinasi sufistiknya. Hadiqah bisa disebut sebagai ensiklopedia irfan yang disusun dalam bentuk syair.”

Sanai merupakan salah satu guru puisi asketis. Sebagian peneliti yang mengkaji karya-karya Sanai menilai penyair terkemuka Iran ini sebagai manusia besar. Mereka menilai Sanai sebagai seorang tokoh besar yang peduli dengan kondisi sosialnya. Sanai ingin mengubah kondisi sosial di zamannya. Ia adalah seorang reformis yang memulai perubahan dari perubahan diri. Dari sisi ini, Sanai menempati kedudukan ‘mursyid’ yang sudah membersihkan dirinya dari kehinaan dan gelimang kemewahan dunia.
Sanai menyalakan obor kecintaan kepada Tuhan, dan mengajak orang lain untuk bersama-sama menempuh jalan keselamatan. Ia mengkritik sifat-sifat buruk dalam diri manusia seperti kikir, rakus dan arogansi. Kritik dan nasehatnya meskipun keras, tapi dilakukan dengan pilihan diksi yang indah dan tajam.
Keahliannya menggunakan metafor-metafor sufistik dalam syairnya menjadi model bagi para penyair setelahnya. Sanai berhasil memasukan masalah sufistik dalam puisi, sebagaimana yang sama dilakukan oleh Khawajeh Abdullah Ansari dan sebagian Abu Said Abul Khair serta Ahmad Jami. Meskipun demikian, keindahan puisi karyanya tidak bisa dibandingkan dengan karya puisi para penyair lain sezaman dengannya, bahkan dengan para penyair setelahnya. Dalam literatur sastra Farsi, Sanai dengan berbagai karyanya, terutama Hadiqah al-Haqiqah menorehkan sejarah baru sebagai penyair pertama yang berhasil menyusun masalah irfan dalam sebuah matsnawi besar.