Nov 12, 2019 17:52 Asia/Jakarta

Republik Islam Iran telah memulai menyuntikkan gas ke sentrifugal di instalasi pengayaan uranium Fordow. Ini merupakan bagian dari langkah keempat Iran untuk menurunkan komitmennya dalam perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama).

Sebuah silinder berisi sekitar 2.000 kg uranium hexafluoride (UF6) telah dipindahkan dari Kompleks Pengayaan Uranim Natanz ke Kompleks Pengayaan Uranium Fordow di bawah pengawasan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Silinder tersebut dipindahkan sesuai dengan perintah Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani pada hari Rabu (6/11/2019).

Rouhani dalam pidato peresmian Pabrik Inovasi Azadi –yang mendukung perusahaan-perusahaan baru dan berbasis ilmu pengetahuan di Iran–   pada hari Selasa menyinggung kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan-kekuatan dunia, JCPOA.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Iran mengatakan bahwa dia akan segera memberikan perintah untuk melakukan langkah keempat guna mengurangi komitmen Iran dalam perjanjian tersebut.

Sementara itu, Kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi pada hari Selasa  mengatakan bahwa IAEA telah diberitahu dalam sebuah surat tentang keputusan Iran untuk mengambil langkah keempat guna menurunkan komitmenya dalam perjanjian nuklir JCPOA.

Salehi mengatakan, pengayaan uranium 5% dan produksi isotop stabil akan dilakukan di Fordow pada hari Rabu di hadapan inspektur IAEA.

Dia  menambahkan, ada 1.044 sentrifugal dipasang di fasilitas pengayaan uranium Fordow, dan beberapa dari mereka akan mulai beroperasi lagi pada hari Rabu.

Menurut Kepala AEOI, keputusan telah diambil bahwa tidak akan ada pengayaan uranium 20% di Fordow untuk saat ini, tetapi produksi isotop stabil akan dilakukan di dalam reaktor nuklir ini.

"Ada cukup uranium yang diperkaya 20% yang disimpan di negara ini. Sesuai dengan perjanjian nulklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama), uranium yang diperkaya 20% bisa diproduksi lagi di instalasi tersebut jika reaktor Tehran kehabisan bahan bakar," ujarnya.

Menurut Salehi, IAEA telah diberitahu dalam sebuah surat tentang keputusan Iran untuk mengambil langkah keempat guna menurunkan komitmenya dalam perjanjian nuklir JCPOA.

Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam perjanjian JCPOA setiap dua bulan sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.

Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.

Pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan,  maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.

Sementara itu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pidatonya di hadapan ribuan siswa dan mahasiswa di Republik Islam Iran pada Minggu pagi, 3 November 2019 menggarisbawahi perlunya larangan negosiasi dengan Amerika Serkat sebagai salah satu cara untuk memblokir infiltrasi Washington.

"Larangan berulang atas negosiasi dengan AS adalah salah satu cara penting untuk memblokir infiltrasi mereka ke Republik Islam Iran," tuturnya.

Rahbar menambahkan, larangan ini memiliki logika yang kuat, di mana tindakan ini akan menghalangi jalan bagi infiltrasi musuh dan menampilkan kesan Iran terhadap dunia serta menghancurkan aura dan citra palsu Amerika di hadapan dunia.

Ayatullah Khamenei menyinggung sejarah permusuhan AS yang dimulai dengan kudeta tahun 1953 terhadap pemerintah Iran yang terpilih secara demokratis.

Rahbar menuturkan, Amerika menyimpan dendam terhadap Iran bahkan ketika kedua negara adalah bersekutu.

"Dari awal hubungan mereka dengan Iran, Amerika, dengan rencana yang tampaknya bersahabat, terus berselisih dengan Iran. Permusuhan ini mengemuka dengan kudeta yang terjadi pada 19 Agustus (1953), yang merupakan awal permusuhan terang-terangan Amerika dengan Iran," jelasnya.

Sejak itu, lanjut Ayatullah Khamenei, Amerika tidak berubah sedikit pun.

"Kejahatan yang sama, kebrutalan yang sama, paksaan yang sama untuk membangun kediktatoran internasional dan dorongan hegemoni yang sama tak berkesudahan masih ada di Amerika hari ini, meskipun dengan lebih kejam dan kebengisan," imbuhnya.

Rahbar juga menyinggung beberapa langkah bermusuhan terhadap Iran yang diambil AS selama 41 tahun terakhir sejak kemenangan Revolusi Islam, seperti blokade ekonomi dan upaya untuk membangkitkan kerusuhan dan konflk sektarian.

"Selama ini, mereka melakukan semua yang mereka bisa. Mereka bersekongkol untuk menghantam lembaga-lembaga yang berasal dari revolusi, terutama esensi Republik Islam, tetapi tentu saja kita melakukan semua yang kita bisa dan dalam banyak kasus menempatkan lawan ke sudut," lanjutnya.

Ayatullah Khamenei mengecam kebiasaan arogan dan imperial Amerika, dan mengatakan bahwa mereka berpikir para pemimpin dunia harus membungkuk untuk negosiasi dengan AS.

"Selama bertahun-tahun, mereka telah mendesak untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat Iran, tetapi Republik Islam menolaknya. Ini terlalu sulit untuk ditanggung oleh musuh-musuh bangsa Iran, karena itu membuktikan kepada dunia bahwa masih ada negara di dunia yang tidak menerima kekuatan pendudukan Amerika dan kediktatoran internasionalnya," tuturnya.

Rahbar menegaskan, negosiasi dengan AS benar-benar sia-sia, karena tujuan sebenarnya dari para pemimpin AS adalah untuk membuat Republik Islam bertekuk lutut dan memberi tahu dunia bahwa tekanan dan sanksi maksimum akhirnya membuahkan hasil.

"Beberapa yang melihat negosiasi dengan AS sebagai solusi untuk masalah adalah seratus persen salah. Tidak ada yang akan keluar dari negosiasi dengan Amerika, karena mereka pasti dan pasti tidak akan membuat konsesi," tegasnya.

"Hari ini, atas karunia Allah Swt dan terima kasih atas upaya para pemuda kita, kita memiliki rudal presisi dengan jangkauan 2.000 kilometer yang dapat mengenai target apa pun dengan margin kesalahan hanya satu meter," ujarnya.

Ayatullah Khamenei menandaskan, jika kita menerima negosiasi, Amerika akan mengharapkan rudal itu dimasukkan dalam perundingan. Misalnya, mereka akan meminta agar rudal Iran harus memiliki jangkauan maksimum 150 kilometer. Jika para pejabat menerimanya, maka hal ini akan menghancurkan negara, dan jika tidak menerimanya, maka keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran lebih lanjut  menyinggung "negosiasi sia-sia" Kuba dan Korea Utara dengan AS, di mana ini harus dijadikan sebagai pelajaran.

"Para pejabat AS dan Korea Utara saling menukar begitu banyak basa-basi, tetapi pada akhirnya, Amerika tidak membatalkan satu pun sanksi dan tidak memberikan konsesi," jelasnya.

Rahbar juga menyinggung pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang bersikeras mengatur pembicaraan antara Iran dan AS.

"Presiden Perancis, yang mengatakan pertemuan akan mengakhiri semua masalah antara Tehran dan Amerika, adalah naif," tegasnya ketika menyinggung upaya Macron untuk mengatur pertemuan antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden AS Donald Trump di sela-sela Majelis Umum PBB pada bulan September.

Ayatullah Khamenei mengatakan, masalah dengan Amerika Serikat adalah bahwa tidak ada batasan untuk tuntutannya.

"Mereka saat ini mengatakan bahwa 'Anda tidak boleh aktif di kawasan', tidak boleh membantu Front Muqawama, tidak boleh hadir di negara-negara tertentu, dan harus menghentikan kemampuan produksi pertahanan dan rudal Anda'. Setelah tuntutan ini, mereka akan mengatakan 'Anda harus melepaskan hukum agama Anda dan dan tidak harus menekankan jilbab Islam. Jadi, tuntutan Amerika tidak akan pernah berakhir," pungkasnya. (RA)