Kerusuhan di Iran dan Dukungan AS kepada Perusuh
Pemerintah Republik Islam Iran mengumumkan pembagian subsidi kepada keluarga berpenghasilan menengah ke bawah dan juga pengumuman harga baru bensin pada Jumat dini hari, 15 November 2019.
Namun perubahan harga bensin telah menuai protes sejumlah masyarakat di beberapa kota di Republik Islam Iran, termasuk di Tehran.
Protes damai sejumlah warga itu kemudian ditunggangi oleh para perusuh dengan merusak dan membakar fasilitas publik seperti bank, pom bensin dan pertokoan.
Para perusuh –yang jumlahnya tidak begitu banyak namun terorganisir dan mendapat dukungan penuh baik itu media maupun dukungan langsung dari pejabat AS dan sekutunya itu– juga membuat keonaran di beberapa daerah di pinggiran kota Tehran. Melihat hal itu, masyarakat memisahkan diri dari perusuh, dan aparat keamanan segera turun tangan.
Beberapa pejabat Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa serta kelompok teroris dan anti-revolusi, pekan lalu mengerahkan upayanya untuk memprovokasi para perusuh di dalam Iran agar melakukan perusakan dan keonaran guna menggoyah pemerintahan Islam.
Pejabat-pejabat Amerika di akun Twitter mereka memprovokasi warga Iran untuk semakin banyak turun ke jalan dan melakukan perusakan. Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo pada Sabtu malam pekan lalu di laman Twitternya menulis, sebagaimana sudah saya sampaikan kepada rakyat Iran hampir satu tahun setengah yang lalu, AS bersama kalian.
Tak cukup di situ, penasihat senior Departemen Luar Negeri Amerika Len Khodorkovsky meminta Twitter, Facebook, Youtube, Instagram dan jejaring media sosial lainnya untuk segera menutup akun para pejabat Iran sebelum internet tersambung kembali.
Menanggapi situasi tersebut, ratusan ribu warga Zanjan, Tabriz, Lorestan, Gorgan, Shahrekord, Ardabil, Hamedan, Shiraz, Arak dan berbagai kota lainnya turun ke jalan untuk mengecam para perusuh dan para pendukung asing mereka.
Ratusan ribu penduduk kota Shiraz, Kerman, Qom, Yasuj, Mashhad, Semnan, dan kota-kota lain juga berduyun-duyun ke jalan-jalan pada hari Kamis (21/11/2019) untuk menekankan dukungan mereka kepada Republik Islam Iran dan menyuarakan penentangan atas tindakan para perusuh baru-baru ini.
Dan yang terbaru, ratusan ribu warga Iran di kota Firouzkouh, Quds, Qarchak, Shemiranat, dan Ray di Provinsi Tehran turun ke jalan-jalan pada hari Jumat (22/11/2019) untuk mengecam perusuh yang merusak fasilitas publik.
Para pengunjuk rasa menegaskan kembali dukungan mereka untuk keamanan dan otoritas negara, serta dukungan penuh kepada pernyataan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei.
Ribuan jemaah Shalat Jumat di Tehran juga turun ke jalan-jalan setelah Shalat Jumat di Mushalla Besar Imam Khomeini ra untuk mengutuk para perusuh.
Pada hari yang sama, puluhan ribu masyarakat di kota Mashhad, Abadan dan beberapa kota lainnya juga unjuk rasa pada Jumat untuk mengungkapkan kecaman mereka terhadap para perusuh.
Para pengunjuk rasa yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, para pejabat dan aparat keamanan meneriakkan slogan-slogan "Mampus Amerika", "Mampus Israel" dan "Mampus Perusuh". Mereka menegaskan dukungan kepada keamanan negara.
Berkat kewaspadaan masyarakat dan aparat keamanan Iran, upaya musuh telah gagal dan kini situasi di beberapa kota di Iran yang terkena dampak aksi perusuh berangsur-angsur normal kembali.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pidato terbaru menyinggung peristiwa terbaru di Iran dan menjelaskan cara-cara untuk menghadapi sanksi AS dan sekutunya yang semakin ketat.
Rahbar mengatakan, strategi mendasar untuk melindungi ekonomi dari dampak sanksi adalah memperkokoh dan meningkatkan produksi dalam negeri, dan saya mendukung kebijakan ini serta sepenuhnya membela jalur kemajuan sejati negara.
"Semua harus mengetahui, baik itu teman maupun musuh, bahwa kita telah memukul mundur musuh di arena perang militer. Pada perang politik, kita juga telah memukul mundur musuh. Begitu juga di arena perang keamanan, kita juga telah memukul mundur musuh. Peristiwa baru-baru ini, juga begitu, ini bukan pekerjaan masyarakat, tetapi ini adalah pekerjaan keamanan, dan mereka telah terpukul mundur. Dan dengan karunia Allah Swt, kami juga pasti akan mengalahkan dan mendorong mundur musuh dalam perang ekonomi," kata Ayatullah Khamenei dalam pidatonya di hadapan 2.500 pengusaha, produsen dan pelaku bisnis di Huseiniyeh Imam Khomeini ra, Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, Selasa malam, 19 November 2019.
Rahbar menambahkan, pengembangan dan produksi ekonomi membutuhkan pelopor dan kepemimpinan. Pelopornya, adalah Anda, para pengusaha dan produsen. Para pelopor di bidang ini adalah para produsen. Ini adalah arena penting dan kritis dalam perang ekonomi yang dilancarkan terhadap kita. Ini adalah perang nyata. Mereka yang terlibat dalam manufaktur, produksi, dan memimpin ekonomi, tahu betul bahwa semua negara terlibat dalam perang menyangkut masalah ekonomi.
Ayatullah Khamenei menuturkan, sanksi telah diberlakukan sejak kemenangan Revolusi Islam dan dalam 10 tahun terakhir ini sanksi tersebut meningkat. Sanksi ini akan berlanjut dan mereka yang berpikir bahwa sanksi akan berakhir pada satu atau dua tahun mendatang adalah pikiran yang keliru.
"Untuk menyelamatkan ekonomi negara, jangan sampai kita berharap atau menunggu kapan berakhirnya sanksi atau kapan seseorang atau kelompok ini tidak ada atau kapan negara begini dan begitu, ini tidak akan berpengaruh, dan sanksi akan ada pada tempatnya, namun pekerjaan mendasar adalah kita harus membuat ekonomi negara menjadi kebal dari dampak sanksi," tuturnya.
Rahbar menjelaskan, jika kita dapat membuat sanksi tidak efektif, dengan mengandalkan sumber daya dan kemampuan kita sendiri, maka mereka yang telah memberlakukan sanksi akan menyadari kesia-siaan itu, dan mereka menyadari perusahaan mereka sendiri yang kehilangan bisnis, dan dengan demikian merugikan mereka. Hanya dengan begitu, mereka akan menghentikan sanksi. Ini seperti halnya Eropa sekarang rugi sendiri karena mengembargo kita, namun hubungan yang rumit, dan ekonomi internasional tidak mengizinkan mereka untuk berbuat apa-apa.
"Ketika mereka yang memberlakukan sanksi menyadari bahwa sanksi tidak berpengaruh, mereka akan menghentikan sanksinya. Namun ketika mereka menghentikan sanksi, kita tidak boleh mengganti kebijakan yang bersandar pada kemampuan internal ini, dan kebijakan ini harus dilanjutkan," pungkasnya. (RA)