Mar 15, 2020 18:26 Asia/Jakarta

Amerika Serikat baru-baru ini dikabarkan akan mengirim sistem pertahanan udara ke pangkalan militernya di Irak.

Pejabat militer AS mengklaim bahwa sistem rudal balistik yang akan diinstall di Irak itu bertujuan untuk melindungi pasukan mereka dari potensi serangan dari Iran.

Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) menyerang pangkalan udara AS, Ain al-Assad dengan belasan rudal pada Januari 2020 untuk membalas serangan teror pasukan Amerika terhadap Komandan Pasukan al-Quds IRGC Letnan Jenderal Qassem Soleimani.

Militer AS meneror Letjen Soleimani di Bandara Internasional Baghdad, pada Jumat dini hari, 3 Januari 2020. Letjen Soleimani dan Wakil Komandan Pasukan Relawan Irak Hashd al-Shaabi Abu Mahdi al-Muhandis gugur syahid dalam serangan udara yang langsung diperintahkan oleh Presiden AS Donald Trump itu.

Empat pasukan IRGC (Pasdaran) yang menyertai Letjen Soleimani dan empat anggota Hashd al-Shaabi yang menyertai Abu Mahdi al-Muhandis juga gugur syahid dalam serangan udara tersebut.

Letjen Soleimani diteror ketika melakukan kunjungan resmi ke Irak. Tindakan AS ini merupakan sebuah kejahatan besar dan melanggar hukum internasional, di mana seorang pejabat resmi militer sebuah negara dibunuh ketika melakukan kunjungan resmi.

Pangkalan udara militer AS, Ain al-Asad, adalah salah satu pangkalan militer terbesar dan tertua di Irak. Trump pada Desember 2018 mengunjungi pasukan Amerika di pangakalan militer tersebut.

Wakil Presiden Mike Pence juga pernah mengunjungi pangkalan militer Ain al-Assad setahun kemudian untuk merayakan Thanksgiving dengan sekitar 150 anggota petugas.

Sejak invasi militer ke Irak, kehadiran militer AS di negara Arab ini meningkat, di mana pada puncaknya, AS memiliki 170.000 tentara di Irak. Pada 2011, mantan Presiden Barack Obama menarik pasukan AS dari negara itu. Namun sekitar 5.000 tentara AS kembali dikerahkan ke Irak pada 2014. (RA)

Tags