FBI Khawatir Bentrokan Meningkat Sebelum Pilpres
Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) mengkhawatirkan kemungkinan bentrokan dan kekerasan antar kelompok-kelompok ekstremis yang bermotivasi ideologis sebelum pemilu November 2020.
Direktur FBI Chris Wray pada hari Kamis, 17 September 2020 mengatakan FBI terus mengawasi kelompok-kelompok yang saling berhadapan dalam unjuk rasa di berbagai kota seperti Portland, Oregon, dan Kenosha, Wisconsin.
Di tempat-tempat itu, kelompok anti-rasisme dan anti-polisi berselisih dengan aktivis nasionalis sayap kanan dan kulit putih yang seringkali bersenjata.
Dalam dengar pendapat Kongres, Wray menjelaskan bahwa FBI sangat memprihatinkan meningkatnya ketegangan di jalan-jalan AS, dan kelompok-kelompok yang "membajak" unjuk rasa untuk menghasut kekerasan.
"Sekarang Anda memiliki kenaikan tingkat kekerasan yang mudah terbakar," kata Wray ketika menyingung "kelompok ekstremis brutal atau individu yang melakukan kekerasan."
Wray kepada Komisi Keamanan Dalam Negeri DPR menuturkan, Anda sekarang memiliki kedua kelompok dari sisi yang berlawanan, yang semakin mudah terbakar dan membuat situasi berbahaya. Kita, lanjutnya, tentunya telah melihat itu di sejumlah kota. Itu adalah pengganda kekuatan, dengan cara yang buruk, yang saya khawatirkan.
Beberapa orang terbunuh dalam situasi tersebut. Pada Agustus, seorang remaja berusia 17 tahun yang memiliki hubungan dengan kelompok konservatif dituduh menembak mati dua orang yang memprotes penganiayaan polisi terhadap warga kulit hitam di Kenosha.
Dan akhir Agustus di Portland, seorang aktivis yang sejalan dengan gerakan kiri Antifa menembak mati seorang pendukung Patriot Prayer sayap kanan saat unjuk rasa. Penembak Antifa, Michael Reinoehl, dibunuh polisi beberapa hari kemudian.
Menurut Wray, selain penyerang "serigala penyendiri" yang terinspirasi oleh kelompok-kelompok jihadis asing seperti ISIS, supremasi kulit putih tetap menjadi ancaman teror domestik terbesar.
"Dalam kelompok terorisme domestik secara keseluruhan, ekstremisme kekerasan bermotif rasial, menurut saya, merupakan kelompok terbesar dalam kelompok yang lebih besar," ujarnya.
Disebutkan bahwa dalam kelompok ekstremis kekerasan bermotivasi rasial, orang yang menganut semacam ideologi supremasi kulit putih tentu saja merupakan bagian terbesar.
Wray mencatat bahwa sementara kaum supremasi kulit putih bertanggung jawab atas sebagian besar serangan teror mematikan di AS dalam beberapa tahun terakhir, ada perubahan penting tahun ini, dengan serangan oleh aktor "anti-pemerintah, anti-otoritas".
Itu termasuk pembunuhan dua polisi pada Mei di California oleh seorang pengikut gerakan ekstrim kanan, "Boogaloo Bois" yang seringkali bersenjata lengkap.
Dalam pertemuan yang sama, Direktur Pusat Kontra Terorisme Nasional Christopher Miller menegaskan bahwa kaum nasionalis kulit putih menjadi fokus perhatian mereka.
Menurutnya, beberapa ekstremis AS memiliki hubungan longgar dengan kelompok serupa di Jerman dan Rusia, termasuk Gerakan Imperium Rusia yang pada April resmi digolongkan oleh Washington sebagai kelompok teror.
Namun, lanjut kata Miller, hubungan antara supremasi kulit putih AS dan kelompok asing sejauh ini relatif longgar dan informal.
Demonstrasi tanpa henti mengecam kebrutalan polisi dan menyuarakan anti-rasisme di kota Portland dan berbagai kota di AS awalnya dipicu oleh kematian George Floyd di Minneapolis pada Mei 2020 di tangan polisi kulit putih Amerika. (RA)