Nov 07, 2020 17:05 Asia/Jakarta

Kelompok hak asasi manusia Muslim di Prancis mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatan mereka di luar negeri di tengah kekhawatiran akan keamanan

Pengumuman itu dibagikan setelah beredarnya pernyataan kontroversial oleh para pejabat Prancis, termasuk Presiden Emmanuel Macron tentang Islam baru-baru ini.

"Sebagai sebuah organisasi, kami tidak lagi merasa kami bisa melakukan pekerjaan kami di lingkungan yang aman, karena nyawa kami terancam dan pemerintah menetapkan kami sebagai musuh," kata perwakilan Collective Against Islamophobia in France (CCIF) dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir wowkeren.com, Rabu (28/10/2020).

Kelompok itu mengatakan bahwa mereka telah menjadi sasaran pesan kebencian, ancaman kematian dan penghinaan selama seminggu terakhir setelah pemerintah Prancis mengumumkan ingin membubarkan organisasi tersebut.

"Menggunakan berita palsu dari sayap kanan, beberapa tokoh politik dalam rombongan Presiden Macron bahkan telah mencoba untuk menyematkan serangan Jumat lalu terhadap organisasi yang mengecam Islamofobia, seolah-olah secara konseptual tidak mungkin untuk menangani terorisme dan bentuk rasisme kontemporer, termasuk Islamofobia," lanjut pernyataan itu.

Pernyataan itu menambahkan, karena alasan ini, apa pun hasil dari upaya pemerintah untuk membubarkan CCIF, kami telah memutuskan untuk memperluas kegiatan kami secara internasional, untuk memastikan kelangsungan operasi kami dan melindungi tim kami.

Otoritas Prancis baru-baru ini meluncurkan gelombang investigasi besar-besaran terhadap organisasi Muslim, menyusul pembunuhan seorang guru di Paris.

Sebelumnya, guru sejarah dan geografi di Bois-d'Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, Samuel Paty, dibunuh secara brutal oleh Abdullakh Anzorov asal Chechnya. Pelaku kemudian ditembak mati oleh polisi.

Dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi, Paty menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya.

Para pemimpin Muslim di seluruh Prancis mengutuk pembunuhan itu dan menekankan bahwa ekstremis menyalahgunakan agama untuk tujuan mereka sendiri.

Para pemimpin komunitas juga menyatakan keprihatinan mereka bahwa serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan mengobarkan sentimen Islamofobia. Pekan lalu, pemerintah telah mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki 51 asosiasi Muslim Prancis, termasuk CCIF.

Seperti dilansir Wowkeren.com, Menteri Dalam Negeri Prancis, Darmanin, mengklaim bahwa elemen-elemen organisasi tersebut telah menyebabkan para pejabat menganggap mereka sebagai musuh republik.

Awal bulan Oktober 2020, Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama yang sedang berada dalam krisis dan mengumumkan rencana untuk undang-undang yang lebih keras guna menangani apa yang disebutnya "separatisme Islam" di Prancis.

"Masalahnya adalah ideologi yang mengklaim hukumnya sendiri harus lebih tinggi dari yang ada di republik," ujar Macron.

Menurut rencana Macron, beberapa kelompok dan organisasi masyarakat sipil yang bertindak melawan hukum dan nilai-nilai negara kemungkinan akan ditutup atau menghadapi audit keuangan yang ketat.

Namun pernyataan dan sikap Macron ini justru menuai kecaman dari banyak pihak, termasuk negara-negara Muslim di seluruh dunia. Bahkan hingga kini banyak negara telah menyerukan untuk memboikot produk asal Prancis sebagai buntut dari pernyataan kontroversial Macron. (RA)