Lintasan Sejarah 5 Februari 2021
Ibnu Hajjaj Meninggal Dunia
1051 tahun yang lalu, tanggal 22 Jumadil Tsani 391 HQ, Ibnu Hajjaj, seorang penyair muslim terkenal meninggal dunia. Dia dilahirkan di Baghdad.
Sejak masa mudanya, Ibnu Hajjaj banyak menulis syair dan melantunkannya. Dia memiliki hubungan dekat dengan Muhlabi, pujangga terkenal di masa itu.
Salah satu karya Ibnu Hajjaj adalah antologi puisinya yang dibukukan dalam delapan jilid, dan hingga kini salah satu naskahnya masih tersimpan di museum Baghdad. Sebagian lain dari naskah-naskah itu kini tersebar di sejumlah Negara dan disimpan di museum Britania dan Universitas Istanbul.
Thomas Carlye meninggal dunia
140 tahun yang lalu, tanggal 5 Februari tahun 1881, Thomas Carlyle sejarawan, filsuf dan orientalis Skotland meninggal dunia.
Thomas Carlyle lahir pada tahun 1795 dari sebuah keluarga desa. Selain menguasai bahasa Jerman, dia juga menguasai dengan baik bahasa Arab dan mengajar bahasa ini di Universitas Cambrigde London. Dalam berbagai kunjungannya ke beberapa negara Islam, Carlyle mengenal kebudayaan dan peradaban Islam.
Islam meninggalkan pengaruh yang dalam pada dirinya. Mengenai al-Quran Caryle berkata, "Al-Quran merupakan suara yang datang tanpa perantara dari jantung dan hati alam semesta ini. Setiap orang haruslah mendengarnya. Jika mereka tidak mendengar untaian kalimat-kalimat yang sangat indah dari al-Quran, maka mereka tidak perlu pula mendengar kalimat-kalimat selain al-Quran."
Filsuf Skotlandia ini juga berbicara tentang Rasulullah Saw dan berkata sebagai berikut, "Tuhan telah mengajarkan ilmu dan hikmah kepada tokoh agung ini. Dengan pandangannya yang luas dan sorot mata yang menembus, dan dengan jiwanya yang agung, ia terjauh dari cinta kedudukan. Ia termasuk diantara hamba-hamba Allah yang mukhlas dan terjaga dari cacat dan dosa."
Carlyle meninggalkan berbabgai karya di antaranya adalah: On Heroes, Hero-Worship and The Heroic in History, dan The French Revolution.
Dewan Penentu Kebijakan Negara Iran Dibentuk
33 tahun yang lalu, tanggal 17 Bahman 1366 HS, Imam Khomeini ra perintahkan dibentuknya Dewan Penentuk Kebijakan Negara yang terdiri dari anggota Dewan Garda Konstitusi, Presiden, Ketua Parlemen, Ketua Mahkamah Agung dan sejumlah anggota lainnya.
Pasca pembentukan Majlis Syura Islami dan Dewan Garda Konstitusi muncul sejumlah perbedaan pendapat antara kedua lembaga ini. Setiap kali terjadi perselisihan, pendapat Imam Khomeini yang menjadi solusi. Akhirnya, di pertengahan bulan Bahman 1366 HS, Presiden, Ketua Parlemen dan Ketua Mahkamah Agung, Perdana Menteri dan Ahmad Khomeini menulis surat terkait masalah ini kepada Imam Khomeini. Isi surat tersebut meminta dibentuknya lembaga yang menyelesaikan perbedaan pendapat antara dua lembaga tersebut.
Legalitas keputusan yang diambil Dewan Penentu Kebijakan Negara sebelum amandemen UUD tahun 1368 HS kembali pada wewenang Wali Faqih. Namun setelah perubahan UUD, legalitas lembaga ini ditentukan dalam UDD dan tugasnya menentukan UU yang diratifikasi oleh parlemen dan dianggap melanggar syariat atau UUD oleh Dewan Garda Konstitusi. Tugas lainnya adalah sebagai konsultan dalam urusan yang diminta untuk dibahas oleh Rahbar.