Anak-anak Yaman Korban Pertikaian Politik
(last modified Mon, 28 Jun 2021 15:17:40 GMT )
Jun 28, 2021 22:17 Asia/Jakarta
  • Anak-anak Yaman, korban agresi Saudi
    Anak-anak Yaman, korban agresi Saudi

Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi luka baru di hati rakyat tertindas Yaman.

Ketika gambar tubuh-tubuh wanita dan anak-anak Yaman yang dikeluarkan dari reruntuhan rumah mereka yang dibombardir jet-jet tempur Arab Saudi marak dipublikasikan di seluruh dunia, dan ribuan video yang dirilis terkait pembantaian mengerikan anak-anak Yaman selama beberapa tahun lalu dan dampak blokade Yaman membuat koalisi agresor dihujani kecaman, justru PBB pada 18 Juni 2021 menambahkan nama kelompok Ansarullah Yaman ke daftar pelanggar hak anak.

Penghapusan nama Arab Saudi dari list negara terburuk yang melanggar hak anak-anak di kawasan konflik militer, dan penghapusan nama negara-negara anggota koalisi pimpinan Riyadh dari list hitam PBB, menimbulkan gelombang protes keras terhadap PBB di dunia.

Anak-anak dan perang di Yaman

Taha al-Mutawakel, menteri kesehatan Yaman mengatakan ketika koalisi agresor membantai lebih dari 3000 anak-anak Yaman dan melukai serta melumpuhkan lebih dari 4000 lainnya, UNICEF juga menghentikan bantuannya kepada lebih dari 400 ribu anak-anak Yaman yang mengalami gizi buruk dan 80 ribu lainnya yang terancam kematian.

Ia juga menambahkan, banyak anak di Saada, utara Yaman mengalami kelainan genetik akibat serangan koalisi agresor. Sebagian anak Saada tidak mendapat pengobatan dan peralatan medis yang diperlukan, sementara berbagai organisasi internasional mencegah masuknya peralatan medis ke Saada dan mengakibatkan kematian anak-anak ini. Ratusan anak Yaman meninggal karena PBB tidak menjalankan tanggung jawabnya.

Ketika Deklarasi Dunia Anak yang menetapkan perlindungan sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya anak diratifikasi Majelis Umum PBB pada 20 November 1989, dan secara bertahap banyak negara yang menandatangani deklarasi ini serta mereka harus menjalankannya, diharapkan secara bertahap negara dan bangsa dunia memanfaatkan sarana dan teknologi untuk melindungi kehidupan dan menghilangkan penderitaan anak serta menggunakannya untuk melindungi hak dan memajukan serta mengembangkan potensi kemanusiaan mereka, sehingga tidak akan ada lagi tangisan anak-anak yang menderita karena menjadi korban kekerasan, orang yang mengambil keuntungan dan para agresor.

Konvensi Hak Anak memberikan kesempatan baru untuk mengakui hak dan kesehatan anak, dan dianggap sebagai instrumen hak asasi manusia yang paling dapat diterima. Tetapi sekarang keberadaan anak-anak yang kelaparan, terluka, sakit dan buta huruf di milenium ketiga adalah aib bagi umat manusia yang beradab. Sementara sejumlah besar uang dihabiskan setiap tahun untuk produksi senjata, banyak anak meninggal karena kelaparan, kekurangan gizi, penyakit yang dapat dicegah, serta diskriminasi dan ketidakadilan. Sejumlah anak bekerja di jalanan, bengkel, dan pertanian alih-alih di sekolah. Sejumlah anak mengalami pelecehan seksual, dan yang terpenting, anak-anak dirugikan oleh perang yang menghancurkan.

Namun, kita telah banyak membaca dan mendengar bahwa anak-anak tidak bersalah, rentan, tergantung dan pada saat yang sama ingin tahu, aktif dan penuh harapan, dan waktu mereka harus dihabiskan untuk kesenangan, persahabatan dan bermain, belajar dan tumbuh, masa depan mereka harus dibentuk secara seimbang dan melalui kerja sama, dan kesehatan fisik dan mental mereka lebih penting daripada bagian lain dari masyarakat. Tetapi konflik politik, bahkan di antara lembaga-lembaga internasional, telah mengubahnya menjadi kata-kata belaka, dan yang tidak diperhitungkan adalah kesehatan anak dan perlindungan hak-haknya.

Kita masih ingat PBB pada 2 Juni 2016 di laporannya mencantumkan Koalisi Arab Saudi ke list hitam pelanggar hak anak karena pembantaian mereka terhadap anak-anak Yaman, dan kaolisi ini ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian 60 persen anak-anak Yaman. Namun kritik dan protes PBB atas kejahatan Koalisi Saudi ini tidak bertahan lama.

Menyusul ancaman Arab Saudi kepada PBB, Sekjen PBB saat itu, Ban Ki moon, seminggu kemudian tepatnya 7 Juni 2016, mengkonfirmasikan pencoretan nama Arab Saudi dari list hitam pelanggar hak anak. Melalui langkah yang tak masuk akal tersebut, ia membuat tercengang opini publik dunia. Saudi mengancam Ban Ki moon jika tidak menghapus nama Riyadh dari list tersebut, maka negara ini akan memutus bantuan finansialnya kepada organisasi dunia tersebut.

Saat itu, salah satu anak Yaman di suratnya kepada sekjen PBB menulis, “Ketika aku besar dan menyelesaikan pendidikanku, aku akan menjadi sekjen PBB dan akan mengutuk Arab Saudi karena membunuh teman sekolahku, Ahmad yang duduk disebelahku. Aku tidak menulis namaku, karena Arab Saudi akan membunuhku dan aku tidak ingin terbunuh.”

Kini ribuan anak Yaman hadir di Bundaran al-Sab’ain di Sanaa menentang pencantuman nama Ansarullah di list pelanggar hak anak dan mengutuk langkah PBB tersebut. Di statemennya mereka menyatakan, “Kami menyadari siapa sebenarnya pembunuh, dan yang memblokade kami. Sekjen PBB mitra utama pelaku yang membuat kami menderita.”

Hari ini, kita menyaksikan tidak hanya pembunuhan anak-anak Yaman yang meluas, tetapi juga pelanggaran luas terhadap hak-hak mereka dalam konflik domestik dan internasional. Suriah, Yaman, dan Palestina kini telah menjadi altar pengorbanan bagi anak-anak. Yang perlu diperhatikan adalah komitmen pemerintah, peran perjanjian internasional dan organisasi kemanusiaan dalam membela hak-hak anak. Sebuah peran yang sayangnya diabaikan oleh masyarakat internasional dalam hal prospek dolar minyak.

Dengan kata lain, rakyat Yaman bukan satu-satunya korban agresi Al-Saud. Banyak anak menjadi korban kebisuan dan kepasifan pemerintah libertarian dan kemanusiaan yang menutup mata terhadap kejahatan Al Saud untuk kepentingan mereka sendiri. Padahal, yang menyebabkan Al-Saud melanjutkan kejahatannya di Yaman dan tidak mendengar seruan penindasan mereka adalah kelalaian pejabat PBB terhadap Arab Saudi. Dalam konteks ini, tindakan Sekjen PBB yang memasukkan nama Ansarullah Yaman ke dalam daftar pelanggar hak anak berperan besar dalam melanggengkan kejahatan Arab Saudi di Arab Saudi.

Sekjen PBB, Antonio Guterres pada Juni 2019 di depan Dewan Keamanan menyatakan bahwa separuh korban warga sipil di Yaman selama serangan Saudi adalah anak-anak. Puluhan ribu anak Yaman juga menjadi yatim karena kehilangan orang tua mereka di perang Yaman dan ribuan anak Yaman juga perlu dikirim ke luar negeri untuk menjalani pengobatan, di mana hal ini tidak mungkin bagi mereka. Di sisi lain, ratusan ribu anak Yaman tidak dapat melanjutkan pendidikan karena sekolah mereka dihancurkan oleh bom-bom Saudi. Mereka juga terpaksa mengungsi dan hidup di kamp-kamp.

Badan-badan PBB, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, telah mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa setengah dari anak-anak Yaman di bawah usia lima tahun akan menderita kekurangan gizi pada tahun 2021. Juga, sebagai akibat dari serangan terus-menerus dari penjajah di Yaman, orang-orang di negara ini menghadapi kelaparan dan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di abad terakhir.

Namun, PBB kini telah menciptakan tempat yang aman bagi kejahatan Saudi, dan Arab Saudi, dengan dukungan dukungan ini dan tanpa rasa takut akan dimintai pertanggungjawaban oleh komunitas internasional, telah melanjutkan kejahatannya dengan lebih mengerikan. Kinerja PBB yang goyah terhadap pelanggar utama hak-hak anak dan bentrokan politik dengan rezim Zionis dan Arab Saudi menunjukkan bahwa tidak ada jaminan netralitasnya, dan berkat dukungan Barat, lembaga-lembaga internasionalnya termasuk yang pertama melanggar hak asasi manusia.

Anak-anak Yaman dan korban perang

Artikel ini sebuah alasan untuk mengingatkan penderitaan anak-anak Yaman yang melewati malam hingga pagi di bawah serangan mortir dan peluru, serta di siang hari bermain dengan batu-bata sisa-sisa rumah mereka yang dihancurkan Koalisi Saudi. Anak-anak yang memandang air, makanan dan obat-obatan bukan lagi sebagai kebutuhan penting, tapi barang dan hadian terpenting...

Meski demikian anak-anak ini berharap untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang hilang dengan mengibarkan panji-panji perlawanan terhadap para agresor dan dengan pertolongan Tuhan. Kami ingatkan bahwa dunia milik seluruh generasi mendatang, dan perdamaian serta keamanan internasional hanya dapat dicapai melalui generasi yang sehat dan ceria.