Mencermati Kondisi Keamanan Palestina-Israel Jelang Hari Quds 1444 H
(last modified Mon, 10 Apr 2023 08:45:41 GMT )
Apr 10, 2023 15:45 Asia/Jakarta
  • Bentrokan warga Palestina dengan tentara Zionis di Masjid al-Aqsa
    Bentrokan warga Palestina dengan tentara Zionis di Masjid al-Aqsa

Hari Quds Sedunia tahun1444 H kian dekat ketika kondisi seperti tahun-tahun sebelumnya, bentrokan antara Zionis dan rakyat Palestina mencapai puncaknya. Tapi tahun ini kerugian yang diderita Israel lebih besar dari sebelumnya.

Sebelum datangnya bulan suci Ramadan tahun ini, analisis mengindikasikan bahwa kejahatan rezim pendudukan terhadap warga Palestina akan meningkat. Alasan pertama, pada dasarnya selama bulan suci Ramadan, kehadiran warga Palestina di Masjid Al-Aqsa jauh lebih banyak dibandingkan hari-hari lainnya, karena puluhan ribu jamaah dan warga Palestina yang berpuasa hadir di Masjid Al-Aqsa di bulan ini, dan ini bukan masalah yang dapat diterima oleh pemukim dan tentara Israel. Kedua; Sebelum datangnya bulan suci Ramadan tahun ini, rezim Zionis berada di puncak krisis politik dan keamanan sedemikian rupa sehingga pemimpin rezim ini beberapa kali memperingatkan tentang terjadinya perang saudara dan keruntuhannya. Dalam situasi seperti itu, kabinet Israel yang rapuh beralih ke lebih banyak kejahatan dan agresi terhadap Palestina untuk menghindari krisis internal.

Image Caption

Dalam praktiknya, insiden serupa telah pernah terjadi dan Zionis menyerang jamaah Palestina di Masjid Al-Aqsa serta melukai puluhan orang. Aksi tersebut mendapat balasan dari kelompok perlawanan  dan dimulailah babak baru tensi dan krisis antara Palestina dan rezim Zionis. Kelompok Muqawama hari Kamis lalu menembakkan puluhan roket dari Lebanon selatan dan Gaza ke wilayah pendudukan. Rezim pendudukan, yang dikejutkan oleh serangan ini, menargetkan wilayah Gaza dan Lebanon selatan pada Kamis malam. Namun, isu penting adalah bahwa lingkungan ketegangan Palestina-Israel mengalami perubahan yang serius dan nyata dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu perubahan utama adalah di Palestina telah terbentuk kelompok baru dengan generasi baru rakyat Palestina, yang tentunya berbeda dengan kelompok tradisional Palestina. Dari sisi demografi, kelompok baru ini terdiri dari individu dari Tepi Barat, Quds dan Gaza. Anggota kelompok baru tidak takut terhadap Israel, dan mereka meyakini bahwa operasi muqawama harus dilakukan di jantung wilayah bumi Palestina pendudukan, termasuk Tek Aviv. Generasi baru ini tidak memiliki keyakinan untuk berdamai atau berunding dengan rezim Zionis. Hasil dari kinerja kelompok ini adalah terkuaknya berbagai kerentanan keamanan dan intelijen rezim Zionis serta ketakutan dan kebingungan rezim ini terhadap kelompok muqawama Palestina.

Perubahan lain adalah bahwa di Tepi Barat, Israel tidak hanya tidak berhasil memberantas perlawanan, tetapi perlawanan ini mampu memaksakan diri pada musuh Zionis. Faktanya, selama setahun terakhir, Tepi Barat telah dipersenjatai seperti jalur Gaza, dan Tepi Barat yang dipersenjatai telah menyebabkan perubahan lain di lingkungan Palestina, yang melemahkan Otoritas Palestina.

Otorita Palestina yang selalu menekankan kompromi dan negosiasi dengan rezim pendudukan, kini berada dalam kondisi terlemah dan telah menyerahkan medan kepada para pendukung perlawanan, termasuk di Tepi Barat. Abdul Bari Atwan, seorang analis terkemuka dunia Arab, mengatakan dalam hal ini, "Sangat jelas bahwa otoritas Otorita Palestina runtuh dalam pandangan pasukan keamanan Palestina, dan organisasi Palestina ini tidak lagi dapat memenuhi misinya untuk menekan intifada dan menghadapi batalion perlawanan di Jenin, Nablus, Balata, atau Brigade Al-Qassam, dll."

Selain Palestina, wilayah pendudukan juga mengalami perubahan serius dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Setelah satu setengah tahun jauh dari kekuasaan, Benjamin Netanyahu sekali lagi menjabat sebagai Perdana Menteri pada Desember 2022. Untuk mendapatkan kekuasaan, Netanyahu harus membentuk aliansi dengan sayap kanan dan ekstrimis agama. Kabinet yang dibentuk oleh aliansi Netanyahu dan ekstrem kanan, selama 100 hari terakhir, melakukan tindakan yang sangat ekstrem baik di dalam wilayah pendudukan maupun terhadap Palestina.

Di dalam wilayah pendudukan, rencana reformasi peradilan diajukan, yang mengarah pada melemahnya sistem peradilan di depan Kabinet dan Knesset. Rencana ini menyebabkan demonstrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah pendudukan terhadap kabinet Netanyahu, hingga minggu lalu sekitar 700 ribu orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. Kesenjangan politik dan bahkan keamanan di dalam wilayah pendudukan meningkat tajam dan sejumlah besar tentara Israel bergabung dengan pengunjuk rasa menentang Netanyahu.

Image Caption

Isaac Herzog, presiden rezim Zionis, berulang kali memperingatkan tentang bahaya perang saudara dan runtuhnya rezim ini. Meskipun rencana reformasi peradilan menjadi alasan untuk demonstrasi dan bentrokan ini, kenyataannya demonstrasi ini menunjukkan empat tahun kebuntuan politik dan perbedaan yang parah antara kelompok-kelompok Israel. Itulah sebabnya presiden rezim ini memperingatkan tentang keruntuhannya. Rezim Zionis tidak pernah mengalami kondisi seperti itu dalam 8 dekade terakhir. Oleh karena itu, Hari Quds 1444 H akan tiba di saat rezim Zionis berada dalam kondisi yang paling rapuh.

Tindakan rasis dan ekstrim serta kekerasan yang meluas dari kabinet Netanyahu menyebabkan lebih dari 90 warga Palestina syahid sejak awal tahun 2023. Oleh karena itu, kelompok perlawanan memiliki tekad yang serius untuk mengambil tindakan tegas terhadap rezim ini pada waktunya, yang diwujudkan dengan penyerangan terhadap jamaah yang berpuasa di Masjid Al-Aqsa. Babak baru ketegangan dan krisis di Palestina yang diduduki dimulai dengan serangan pasukan Zionis di Masjid Al-Aqsa pada Rabu pagi dan pemukulan hebat terhadap para warga yang tengah beritikaf dan jamaah warga Palestina. Sementara itu, puluhan roket ditembakkan dari Lebanon Selatan dan Gaza menuju wilayah pendudukan kemarin sore, yang merupakan respon atas kejahatan rezim Zionis terhadap Palestina.

Tindakan tegas dari kelompok Palestina menyebabkan perpecahan di kabinet dan tentara Israel. Sementara beberapa menekankan tanggapan tegas terhadap serangan ini, yang lain percaya bahwa Israel tidak dalam posisi memasuki perang lain. Orang-orang ini mengacu pada krisis politik internal di wilayah pendudukan dan posisi kabinet Netanyahu yang lemah dan rapuh.

Meski Israel akhir Kamis malam membalas serangan roket muqawama, dan menarget Lebanon selatan dan Jalur Gaza, tapi balasan rezim ilegal ini semakin menunjukkan kelemahan mereka. Helikopter Israel berbeda dengan sebelumnya, menembakkan roket dari jarak jauh ke targetnya di Jalur Gaza. Oleh karena itu, pasukan muqawama yang dilengkapi dengan sistem rudal anti-udara canggih merupakan faktor utama membuat sulit kemampuan rezim Zionis yang memanfaatkan jet dan helikopter tempur dari jarak dekat.

Tindakan tegas kelompok perlawanan terhadap rezim pendudukan dan tanggapan mereka terhadap kejahatan rezim ini terhadap warga yang tengah beritikaf menunjukkan tekad dan keinginsn kuat mereka untuk melawan kejahatan rezim. Dalam hal ini, Ismail Haniyah, kepala kantor Biro politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas), menyatakan bahwa perambahan Zionis di Masjid Al-Aqsa merupakan bahaya bagi negara-negara Arab dan Islam, dan menekankan kelanjutan dari jalan perlawanan dan pertahanan Al-Aqsa dan berkata, “Kami tidak akan mengizinkan rezim Israel merealisasikanrencananya untuk Yahudisasi Yerusalem dan membagi Masjid Al-Aqsa.”

Selain perubahan yang terjadi di Palestina dan wilayah pendudukan, perkembangan regional menjelang Hari Quds tidak berpihak pada rezim pendudukan. Pakta Abraham telah rusak karena tindakan rasis dan ekstrim dari kabinet Netanyahu, dan Netanyahu, yang menandatangani pakta ini pada tahun 2020 pada masanya dan berharap untuk mengembangkan hubungan dengan negara-negara Arab di babak baru, bahkan gagal mengunjungi negara-negara penandatangan.

Brutalitas tentara Zionis di Masjid al-Aqsa

Kejahatan baru di Masjid al-Aqsa juga menyebabkan beberapa pejabat Arab menekankan perlunya menutup kedutaan besar Israel di negara-negara Arab. Dalam hal ini, Moqtada Sadr, pemimpin gerakan Sadr, menyerukan diakhirinya serangan Zionis di Palestina dalam sebuah tweet dan menulis, "Setelah demonstrasi yang terjadi di beberapa kota Zionis melawan politisi dan kebijakan mereka, penjahat besar Benjamin Netanyahu meletakkan jarinya pada titik sensitif dan "Dia memicu kekerasan di Al-Quds dan Masjid al-Aqsa untuk menyingkirkan lawan-lawannya."

Sadr berkata: "Agresi ini harus diakhiri, dan cara pertama bagi negara-negara Arab dan Islam adalah mempercepat keputusan untuk menutup kedutaan rezim Zionis, dan jika tindakan ini tidak berhasil, sikap serius lainnya harus diambil."

Sementara itu, demonstrasi menentang Netanyahu menyebar di negara-negara Islam dan bahkan di negara-negara seperti Inggris. Abdul Bari Atwan berkata, "Di Yordania, yang memiliki perbatasan sepanjang 600 kilometer dengan wilayah pendudukan, rakyat negara ini dan Palestina bersatu melawan rezim Zionis."

Kekerasan yang terus meningkat rezim Zionis terhadap rakyat Palestina dalam beberapa hari mendatang dan sebelum Hari Quds Sedunia kemungkinan besar akan terjadi, tapi seperti perencanaan pendiri Revolusi Islam Iran saat menetapkan Jumat terakhir bulan suci Ramadan sebagai Hari Quds Sedunia telah membuat cita-cita dan nilai-nilai Palestina abadi di dunia Islam. Hari ini generasi baru Palestina juga menunjukkan kerentanan nyata rezim Zionis Israel.