Menelisik Peran Syahid Soleimani dalam Penumpasan Teroris Daesh di Suriah
(last modified Mon, 08 May 2023 07:02:13 GMT )
May 08, 2023 14:02 Asia/Jakarta
  • Menelisik Peran Syahid Soleimani dalam Penumpasan Teroris Daesh di Suriah

Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi mengunjungi Suriah pekan lalu yang disambut baik oleh pemerintah dan rakyat negara ini.

Meskipun Suriah dan Iran adalah dua mitra di kawasan Asia Barat, tapi salah satu alasan utama penerimaan hangat presiden Iran di Suriah terkait dengan kontribusi penting Syahid Qassem Soleimani selama krisis internal di Suriah dan perang melawan kelompok teroris Daesh di negara ini.

Daesh, Kelompok Teroris yang melayani Islamofobia di Barat

Kelompok teroris Daesh adalah salah satu fenomena langka di kancah keamanan Asia Barat. Di kawasan Asia Barat, banyak kelompok teroris telah terbentuk dan beroperasi, tetapi hanya sedikit kelompok seperti Daesh yang bertindak melakukan begitu banyak kejahatan terhadap kemanusiaan.

Daesh sebenarnya merupakan kelanjutan organisasi dari kelompok Salafi Jihadi di Irak yang dipimpin oleh Abu Musab Zarqawi. Salah satu perbedaan penting antara Daesh dengan kelompok teroris lainnya mengenai posisi Daesh yang selalu menganggap dirinya sebagai negara dan menilai kawasan Asia Barat sebagai titik berdiri negaranya.

Salah satu karakteristik penting dan menonjol dari kelompok teroris Daesh adalah kekerasan yang sangat parah dan penggunaan strategi teror terhadap warga sipil. Selain itu, kelompok teroris yang berkembang dalam beberapa tahap di wilayah pendudukan, maupun dari segi jenis operasi atau struktur ideologis dan metode terornya, bertindak seperti pabrik produksi Islamofobia. Dengan berbagai kejahatan Daesh ini, Barat mengeksploitasinya untuk menyudutkan Islam di arena internasional.

 

 

Melacak Jejak Daesh di Suriah

Suriah seperti kebanyakan negara Arab lainnya menjadi ajang protes rakyat terhadap rezim yang berkuasa pada tahun 2011. Suriah berperan strategis sebagai basis front perlawanan dan menjadi salah satu negara di garis depan perang melawan Israel dan mendukung pertahanan Palestina. Oleh karena itu, krisis internal Suriah segera berubah menjadi perang skala penuh baru dengan intervensi Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, sejumlah negara Arab, Turki, dan rezim Zionis.

Ini adalah perang baru, karena tentara Suriah tidak menghadapi tentara negara lain, tetapi menghadapi kelompok teroris yang anggotanya adalah bagian dari rakyat Suriah dan berkebangsaan lebih dari 80 negara. Dengan demikian, ada yang mengatakan bahwa Suriah telah menjadi ajang perang dunia baru.

Seiring dimulainya krisis Suriah pada Maret 2011, berbagai kelompok teroris juga lahir di negara ini. Front Al-Nusra dan Pasukan Pembebasan Suriah termasuk di antara kelompok teroris pertama di negara ini, yang lahir dibidani oleh Amerika Serikat, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Turki dan rezim Zionis. Daesh juga merupakan salah satu kelompok teroris yang terbentuk paling belakangan dibandingkan kelompok lain di Suriah.

Dengan pecahnya perang saudara di Suriah dan kedatangan pasukan al-Qaeda dari seluruh dunia ke negara ini, al-Qaeda di Irak, yang beroperasi dengan nama Negara Islam, berangkat ke Suriah dan merebut kota-kota dan mencoba untuk menggulingkan otoritas pemerintahan Bashar al-Assad yang sah, dan melemahkan pengaruhnya di berbagai wilayah negara Arab ini.

Nama Abu Bakr al-Baghdadi pertama kali populer di Irak pada tahun 2010. Kemudian pada awal tahun 2012, ia dan antek-anteknya pergi ke Suriah, dan sejak saat itu, kelompok teroris Takfiri Daesh memasuki wilayah tersebut, dan nama Abu Bakr al-Baghdadi dibantu oleh orang Barat, dan negara-negara Arab reaksioner menjadikan pemimpin kelompok teroris ini dikenal di arena internasional.

Kelompok teroris Daesh merebut kota Raqqa dalam operasi pertamanya pada Maret 2013. Selanjutnya, seiring masuknya Daesh ke Irak dan pendudukan berbagai wilayah negara ini, kekuatan Daesh meningkat di Suriah, dan ketidakamanan tersebar di mana-mana dalam bentuk peperangan jalanan dan perkotaan.

Setelah menduduki Irak di Suriah, Daesh meningkatkan jumlah dan tingkat kejahatannya. Warga sipil, khususnya perempuan, menjadi korban utama kelompok teroris Daesh di Suriah. Kelompok takfiri ini telah mengorganisir pembantaian yang tidak diketahui dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia, dan  menggunakan alat baru untuk penyiksaan dan eksekusi.

Pemenggalan kepala menjadi metode keji Daesh yang paling terkenal. Bahkan mereka meneriakkan slogan "Kami datang untuk memenggal kepala" dan menerbitkan banyak video dari tindakan sadisnya ini. Pembakaran juga merupakan metode keji lainnya dari Daesh yang dijalankan. Unsur takfiri Daesh membakar seorang pilot Suriah bernama Azzam Eid dan memublikasikan adegan kejahatan tidak manusiawi ini selama 58 menit. Selain itu, Daesh juga menimbulkan kerusakan besar pada budaya Suriah, terutama pada karya kuno negara ini. Menurut laporan UNESCO, kota kuno Aleppo yang masuk dalam daftar tempat kuno dunia mengalami kerusakan paling parah akibat kejahatan Daesh.

Pada tahun 2017, Daesh dan kelompok teroris lainnya berhasil dikalahkan setelah empat tahun digelar operasi teroris yang ekstensif di Suriah dan Irak. Meskipun demikian, inti dan sisa-sisanya di Irak dan Suriah masih melakukan operasi terhadap warga sipil dan pasukan keamanan.Menurut sumber keamanan dan media, hampir 100.000 teroris bersama keluarga mereka, yang sebagian besar adalah orang asing, telah menetap di provinsi Idlib di barat laut Suriah dan utara Aleppo dan dekat perbatasan negara ini dengan Turki.

 

 

 

Peran Syahid Soleimani dalam Kekalahan Daesh di Suriah

Seiring dimulainya perang di Suriah, masalah besar di negara ini adalah infrastrukturnya, termasuk organisasi, fasilitas, dan tenaga kerja yang tidak berada dalam kondisi sesuai untuk menghadapi serangan gelombang terorisme besar-besaran. Salah satu kelemahan pemerintah Suriah adalah kurangnya pengalaman dalam menggunakan kekuatan rakyat dalam mengatasi krisis.

Dalam situasi seperti itu, Republik Islam Iran terjun atas permintaan pemerintah Suriah untuk membantu negara ini memerangi terorisme, dan Letnan Jenderal Qassem Soleimani berperan besar perang melawan terorisme di negara ini. Letjen Soleimani memenuhi undangan pemerintah Suriah dan mempresentasikan rencananya, termasuk mengandalkan kekuatan rakyat. Ia berhasil memulihkan kepercayaan publik rakyat Suriah terhadap pemerintahan Bashar al-Assad.

Syahid Soleimani merancang dan mengelola lebih dari 32 operasi melawan Daesh di Irak, dan merancang, mengelola, dan memimpin lebih dari 100 operasi di Suriah untuk mengalahkan Daesh. Benteng terakhir Daesh di Suriah adalah kota Al-Bukamal. Banyak analis menyebut Syahid Soleimani sebagai arsitek kekalahan Daesh di Irak dan Suriah.

Amin Hoteit, seorang ahli strategi dan analis urusan militer dan strategis Lebanon, mengatakan, "Syahid Soleimani memainkan peran khusus di Suriah dan mampu membuat kelompok perlawanan di negara ini koheren dan bersatu dalam perang melawan terorisme, dan ini adalah faktor penting dalam kegagalan konspirasi muduh melawan Suriah."

 

 

Syahid Soleimani juga dianggap sebagai pemenang perang Aleppo di Suriah. Dialah yang mematahkan punggung Daesh di Suriah. John Maguire, mantan perwira CIA, mengatakan,"Pertempuran al-Qasir di Suriah, yang menyebabkan direbutnya kembali kota strategis ini oleh tentara Suriah dan titik balik dalam perang, berada di bawah pengawasan dan komando Jenderal Soleimani."

Surat kabar elektronik Rai Al-Youm yang diterbitkan di London menulis, “Daesh muncul di Suriah dan menaklukkan berbagai wilayah negara ini satu demi satu, hingga dikatakan telah menaklukkan dua pertiga wilayah Suriah. Kemudian dia pindah ke Irak dan menduduki provinsi Mosul serta mulai memperluas kehadirannya di Irak, hingga mencapai tembok Baghdad. Anehnya, meskipun ada kesepakatan antara Irak dan Amerika Serikat, Washington tidak terburu-buru mendukung Irak, tetapi media Amerika mencerminkan posisi yang sangat mengecilkan hati, termasuk bahwa Daesh tidak dapat dikalahkan dalam waktu kurang dari dua puluh tahun,".

Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan bahwa badan intelijen AS berencana untuk membuat kawasan itu dalam kekacauan total selama 20 tahun, periode di mana ia berencana untuk mendapatkan kembali kemampuannya dan pada akhirnya mengendalikan kawasan dan dunia. Tindakan Syahid Soleimani dalam melawan Daesh dan dukungannya yang besar untuk pasukan Irak, Al-Hashd Al-Shaabi dan kelompok Irak dan Suriah, serta pembentukan batalion militer di Suriah, dan lebih dari itu semua, tindakannya dalam membujuk Moskow untuk terlibat dalam perang di Suriah. Semua itu menghancurkan seluruh plot dan konspirasi Amerika Serikat.(PH)