Propaganda Media Daesh, Dari Lahir Hingga Mati (Bag. 3)
Para kritikus dan praktisi media mengatakan, adegan eksekusi dan pembakaran pilot Yordania oleh Daesh (Januari 2015) mengandalkan teknik pengambilan gambar terbaik dan metode paling maju dengan tujuh kamera profesional. Sebelum ini, kita sudah menyaksikan adegan eksekusi para taruna angkatan udara di Pangkalan Speicher Irak (Juni 2014), di mana ratusan orang dibunuh oleh Daesh dan mayat mereka dilempar ke sungai.
Tentu saja, adegan-adegan horor ini kemudian diperluas ke Mesir dan Libya, dan Daesh mulai memainkan propaganda media, sementara saluran televisi bergerak di belakangnya. Daesh berkomunikasi dengan orang lain lewat media untuk mempromosikan kesuksesannya tanpa sepeser pun mengeluarkan uang untuk tujuan ini.
Dengan demikian, media-media berlomba untuk menyebarluaskan ideologi dan propaganda Daesh, dan kelompok teroris ini mencapai ambisinya yaitu ketenaran. Penayangan adegan kejahatan mereka melalui media visual telah menjadi sebuah kebanggaan bagi Daesh.
Ini tidak terbatas pada jaringan televisi, tapi jejaring sosial juga memainkan peran yang signifikan karena Daesh menggunakan medsos untuk mempromosikan ideologi dan merekrut anggota baru dengan menggunakan beragam bahasa. Dengan metode ini, para pemuda dari berbagai negara mulai dari Eropa sampai Asia, Suriah dan Irak serta negara-negara lain termakan tipu daya mereka dan bergabung dengan Daesh.
Uang minyak Arab Saudi yang mengalir deras ke kantong Daesh dan kelompok-kelompok teroris lainnya di Irak dan Suriah serta dukungan sekte Wahabi, merupakan salah satu alasan penting Daesh mengoptimalkan penggunaan media. Menurut informasi tentang cara Daesh mengakses teknologi modern, Arab Saudi telah mengirim sebuah tim pakar jaringan televisinya untuk membantu kegiatan media Daesh di Mosul, manajemen lembaga media Daesh dipegang oleh Furqan, seorang warga Saudi.
Direktur media-media afiliasi Daesh juga terdiri dari orang-orang Salafi Arab Saudi, karena mereka menguasai bahasa Arab dan berbicara dengan fasih. Lewat berbagai program, mereka berbicara dengan bahasa Arab untuk membuktikan kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi.
Ahmed Sami, kepala kantor dan koresponden televisi Kuwait mengatakan, "Sebuah foto bisa menggantikan ribuan kata, apalagi ada sebuah video yang bisa diakses dan menjadi sarana untuk menyampaikan ideologi, yang tidak lagi memerlukan sebuah penafsiran dan penjelasan. Ini persis seperti metode yang dipakai Daesh, dan beberapa media secara sadar atau tidak telah berkontribusi untuk tujuan mereka. Seperti kita ketahui, jumlah jaringan televisi dan media di negara-negara Timur Tengah tidak sedikit. Media ini menjangkau semua rumah dan Daesh menyapa rumah warga lewat media."
Pakar media Kuwait ini melanjutkan, "Dalam konteks ini, beberapa media bahkan saling berkompetisi dan ingin menjadi yang pertama dalam mempublikasikan berita tentang kejahatan Daesh. Kegiatan ini bahkan telah menjadikan 'Amaq News Agency – milik Daesh – sebagai sebuah kantor berita penting, yang ditunggu konfirmasinya terkait berbagai laporan!"
Kelompok terori Daesh memproduksi game komputer pada akhir tahun 2014 dan menggambarkan rute-rute militer yang dipakai untuk melawan musuh. Nama game ini adalah Saleel al-Sawarem (pedang yang tajam) dan agak mirip dengan game komputer terkenal "GTA", di mana para pemain diberi berbagai misi seperti, penyergapan, penembakan, serangan dan peledakan. Game Saleel al-Sawarem memperkenalkan teroris Daesh sebagai jagoan, sedangkan musuh adalah pasukan Irak dan Amerika Serikat.
Pada masa itu, surat kabar Arab Saudi dan negara-negara Teluk Persia telah memperkenalkan dan memberikan penjelasan rinci tentang game tersebut. Media milik Kementerian Kebudayaan Saudi menulis, "Tujuan dari peluncuran game ini adalah untuk mengobarkan semangat Daesh, mengajari anak-anak dan remaja untuk berperang dengan Barat, dan menciptakan ketakutan di pihak lawan."
Game ini dimulai dengan sebuah surat peringatan, "Apa yang Anda mainkan adalah sesuatu yang sedang kita lakukan di medan perang." Daesh meluncurkan serial game ini di internet dalam bentuk iklan video pendek, dan konten yang paling menonjol adalah menyemangati anak muda untuk berperang melawan Barat dan melakukan operasi teror terhadap musuh dan lawan-lawan Daesh. Konten game ini memuat semua taktik dan metode kejam yang dipakai Daesh untuk melumpuhkan lawan-lawannya.
Saleel al-Sawarem dimulai dengan insiden ledakan, bentrokan militer dan aksi tembakan, dan suara anggota Daesh terdengar di semua adegan itu. Mereka meneriakkan kalimat Allahu Akbar, memenggal lawan-lawannya dan meledakkan kendaraan. Di sepanjang permainan, logo Daesh tampil di bagian atas layar monitor dan "konsep jihad" ala Daesh mewarnai seluruh misi dalam permainan ini.
Daesh juga membuat sebuah aplikasi Twitter yang disebut Fajr al-Bashaer dalam bahasa Arab dan bisa diinstal di semua smartphone, dan secara otomatis menyediakan info terbaru tentang Daesh. Selain itu, dengan menginstal aplikasi ini, pengguna dapat membagi informasi kepada orang lain. Untuk lebih mempengaruhi audiens, Daesh bahkan memanfaatkan teknik game komputer untuk membuat film-film tentang kejahatannya. Seperti tahun lalu, Daesh merilis sebuah video terkait pembantaian orang-orang dan serangan terhadap pasukan Irak dalam format game komputer.
Latar permainan mengisahkan tentang pertempuran di Fallujah, di mana salah satu teroris Daesh memasang kamera GoPro di helmnya dan memfilemkan serangan terhadap pasukan Irak dalam berbagai situasi, dan kemudian merilis sebuah video bergaya game komputer. Video ini dimulai dengan gambar-gambar dari medan perang dan para petempur Daesh, kemudian diikuti oleh bentrokan, ledakan bangunan dan aksi penembakan, yang direkam oleh kamera tersebut.
Kegiatan masif Daesh di ranah media telah mengundang perhatian para pegiat media di seluruh dunia tentang esensi ancaman kelompok tersebut dan mereka menganggap Daesh sebagai ancaman bagi kemanusiaan. Sebagai contoh, perusahaan pengembang game Polandia, Destructive Creations mengabarkan tentang potensi serangan Daesh ke Eropa pada tahun 2020.
Pada April 2016, Destructive Creations meluncurkan sebuah game dengan nama IS Defence, yang menggambarkan bencana ketika Daesh berkuasa pada tahun 2020 dan penaklukkan Afrika dan kemudian melancarkan serangan besar-besaran ke Eropa untuk memperluas wilayahnya.
Dalam game ini, pemain yang berperan sebagai salah satu pasukan NATO terlibat perang dengan kelompok Daesh, dan sebagai taskforce ia memiliki kewajiban untuk mencegah Daesh memasuki daerah perkotaan dan pinggiran kota.
Game IS Defence bukanlah karya yang luar biasa dalam genre ini, dan ada banyak kelemahan struktural di dalamnya, tapi game ini setidaknya menggambarkan ketakutan media terhadap kelompok teroris Daesh.
Bos Perusahaan Destructive Creations, Jarosław Zielinski mengatakan dalam wawancara dengan surat kabar Polandia Głos Gminny, "Bagi saya, invasi Daesh ke Eropa adalah pasti dan itu akan segera terjadi. Mereka pada akhirnya akan bosan dengan perang Timur Tengah, dan Eropa akan menjadi target yang paling mudah untuk pendudukan. Selama bertahun-tahun, Amerika, Korea Utara dan Iran diperkenalkan sebagai bahaya besar bagi Eropa, padahal Daesh ancaman yang paling serius, bukan negara-negara tersebut."
Memang benar bahwa penentuan jadwal dan waktu invasi Daesh ke Eropa dan penggambaran masalah ini dalam format game dianggap oleh banyak orang sebagai fiksi dan tidak realistis, namun berlalunya waktu membuktikan bahwa ancaman Daesh telah sampai ke Eropa, dan sebelum tahun 2020 tiba, para anasir Daesh sudah terlihat di jalan-jalan Eropa, selain kemunculan mereka di media-media Barat.