Jilbab dan Kebebasan
(last modified Mon, 26 Mar 2018 07:46:56 GMT )
Mar 26, 2018 14:46 Asia/Jakarta

Jilbab adalah salah satu isu yang paling kontroversial, terutama jilbab islami beserta daya tariknya, dihadapkan pada beragam perspektif dengan konteks yang berbeda-beda dalam masyarakat. Pandangan analitis mengenai sejarah perempuan dalam masyarakat Iran menunjukkan masyarakat Iran memiliki budaya yang kaya dan kokoh, dan sangat memperhatikan busana serta penampilan lahiriah yang sesuai dengan budaya mereka.

Sedemikian rupa sehingga pemilihan pakaian selalu disesuaikan dengan status sosial dan parameter budaya mereka. Menjaga dan memperhatikan pakaian untuk kaum perempuan serta memilih pakaian yang sesuai merupakan salah satu elemen budaya yang harus diperhatikan setiap bangsa guna mempertahankan dan menunjukkan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat tersebut.

Jilbab

Setelah menerima agama Islam sebagai agama kebahagiaan, perempuan di Iran juga menerima jilbab dan hukum berpakaian dalam Islam. Dalam sejarah kontemporer negara ini, perempuan Iran selalu menghadapi makar upaya pelarangan jilbab, akan tetapi mereka selalu menunjukkan perlawanan gigih menghadapi konspirasi tersebut. Karena mereka percaya bahwa jilbab akan melindungi kesucian dan kepribadian Muslimah.

Jilbab wajib bagi Muslimah dan salah satu persyaratan penting dalam Islam. Telah dijelaskan masalah wujub ini dalam al-Quran, hadis Nabi Saw dan juga para Imam maksum as. Dalam al-Quran, terdapat lebih dari 10 ayat yang menjelaskan kewajiban jilbab bagi Muslimah, dan tentang pentingnya menjaga kesucian dan kehormatan Muslimah. Pada ayat 59 dari surat al-Ahzab disebutkan,

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sekarang telah terbukti bahwa bagaimana busana yang menurut anggapan sejumlah kelompok orang merupakan paksaan dan penghalang pertumbuhan dan kemajuan perempuan, pada hakikatnya adalah masalah fitrah dan berhubungan langsung dengan kesehatan mental manusia. Jilbab untuk Muslimah adalah bagian dari hukum alam, dan penyimpangan darinya akan menghapus kepribadian kaum hawa.

Sejumlah sosiolog menilai jilbab dan busana perempuan sebagai tuntutan alami umat manusia. Montesquieu, seorang filsuf Perancis, menulis: hukum alam telah menentukan bahwa seorang perempuan harus mampu menjaga diri karena pria itu diciptakan dengan memiliki keberanian sementara perempuan memiliki kekuatan penolakan yang lebih kuat. Oleh karena itu, kontradiksi di antara keduanya dapat dinetralkan dengan jilbab, dan sesuai dengan prinsip itu, semua negara di dunia percaya bahwa perempuan harus memiliki rasa malu dan berjilbab.

Penelitian psikologis menunjukkan bahwa busana yang tertutup untuk perempuan memiliki akar psikologis dan sangat penting untuk perkembangan dan kematangan mental mereka. Mereka yang menganggap perbedaan dalam pakaian laki-laki dan perempuan merupakan indikasi dari supremasi, faktor ketidaksetaraan hak perempuan dan laki-laki dan tanda pembelengguan perempuan, mereka sebenarnya tidak menyadari fakta bahwa syarat kematangan mental laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Tidak seperti propaganda demagogis, busana yang sesuai untuk perempuan kembali pada perbedaan dalam tahap perkembangan mental mereka dan memiliki akar mendalam dalam fitrah manusia.

Jilbab

Mungkin karena alasan ini, mereka yang mengalami ketidakpercayaan lebih condong untuk mempersolek diri mereka secara ekstrem dan tidak merasa cukup dengan menyaksikan keindahan batin mereka. Di sisi lain, perempuan dan laki-laki yang memiliki pemahaman lebih tinggi atau status sosial proporsional, memiliki penampilan yang sederhana dan rapi.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa para perempuan dalam keluarga harus diperhatikan oleh suami dan harus memanfaatkan seluruh daya tarik yang dimilikinya untuk suaminya sebagai tuntutan dalam kehidupan rumah tangga. Dalam ayat 55 dari surat al-Ahzab, Allah Swt berfirman, "Tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki..."

Akan tetapi perempuan ketika terjun dalam masyarakat, jenis kelaminnya akan sirna dan tampil sebagai sosok manusia terhormat di berbagai bidang. Jilbab yang ditetapkan dan diwajibkan dalam Islam adalah izin bagi kaum perempuan untuk hadir dalam masyarakat dengan tetap menjaga kehormatannya. Jika Islam tidak menginginkan terjunnya perempuan dalam masyarakat, maka tidak perlu menentukan jilbab, karena jilbab adalah sarana untuk kehadiran sehat dalam masyarakat.

Sekarang, untuk mengetahui hubungan antara jilbab dan kebebasan, ada baiknya kita menyimak nasehat Imam Ali as. Dalam suratnya ke-31 di kitab Nahjul Balaghah, Imam Ali menulis surat kepada putranya Imam Hassan as, "Lepaskan jiwamu dari setiap keburukan; rasa berkecukupan akan mengantarmu pada seluruh keinginanmu karena kau tidak akan mendapatkan apapun yang berharga dari merelakan jiwamu yang sangat berharga. Jangan kau menjadi hamba orang lain! Karena Tuhanmu telah menciptakanmu bebas."

Oleh karena itu, sangat mulia bagi seseorang untuk menyeleraskan kehendaknya dengan kehendak Tuhan dan membatasi kebebasannya dengan kehendak Tuhan. Mungkin Anda mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan kehendaknya dalam masyarakat berbagi dengan kehendak orang lain. Benar demikian, dan wajar bila manusia patuh terhadap hukum yang membatasi dan menyeimbangkan kehendak dan kebebasan mereka. Dengan kata lain, status bebas berperilaku dan bertindak, dalam masyarakat, akan dibatasi dan dikendalikan demi menjaga keselamatan masyarakat.

Menurut pandangan Islam, mengingat hukum didasarkan pada tauhid dan akhlak, maka kebebasan juga akan dibatasi dalam kerangka tersebut. Seorang manusia bebas dan berhak memilih untuk menikmati semua hak yang ditentukan dalam syariat. Misalnya, salah satu ketentuan syariat adalah bahwa seseorang dapat menimba ilmu hingga ke jenjang mana pun, dan dia bebas dalam masalah ini, dan bahkan pemerintah Islam wajib menyediakan fasilitas kepadanya untuk menikmati hak tersebut.

Akan tetapi dalam pandangan lain terhadap ketentuan syariat ini ditetapkan batasan yang sebenarnya bukan batasan melainkan faktor penjagaan masyarakat dari kekacauan dan ketidakteraturan. Salah satu contohnya  adalah cara berbusana yang telah dijelaskan untuk laki-laki dan perempuan serta untuk mewujudkan kehidupan sosial yang sehat.

Saat ini, terdapat keterbatasan tersebut di negara-negara maju di dunia ini. Jika seorang pria berjalan telanjang atau keluar rumah dengan mengenakan piyama, polisi akan menangkapnya karena ini bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Dari perspektif sosiologi, ini bukan anti-kebebasan dan martabat manusia, dan bukan penindasan dan anti-norma. Sebaliknya, berbusana dengan baik terutama untuk perempuan, sebagaimana yang ditentukan Islam, justru lebih menjaga martabat dan kehormatan perempuan dan membuatnya aman dari kelancangan orang-orang yang kurang ajar.

Oleh karena itu, kebebasan perempuan dapat direalisasikan melalui pengembangan kekuatan intelektual dan rasionalnya, meningkatkan tingkat pengetahuannya, memenuhi tugas pendidikan dan kontribusinya yang logis terhadap isu sosial. Jilbab islami, yang pondasinya adalah penghormatan terhadap perempuan, peningkatan kesalehan diri, dan membantunya melindungi keutamaan akhlak serta menjauhkannya dari keburukan,  bukan hanya tidak membatasi kebebasan perempuan, tapi juga memfasilitasi partisipasi efektif mereka dalam kegiatan pendidikan dan sosial.

Jilbab

Poin ini dapat disaksikan pada perempuan Iran. Mengingat status dan posisi khusus mereka pasca Revolusi Islam, perempuan Iran mencapai titik kemajuan yang mengagumkan dengan tetap menjaga jilbab islami. Data statistik kemajuan perempuan di bidang kesehatan, harapan hidup, ilmiah dan partisipasi sosial sangat signifikan, dan bahkan hal ini diketahui lembaga-lembaga internasional.

Kemajuan pendidikan perempuan Iran di berbagai jenjang, sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persentase jumlah pelajar perempuan Iran di berbagai sektor meningkat tajam dan mencapai lebih dari 60 persen. Proses yang terus berkembang ini mencakup pendidikan tingkat tinggi.  Pertumbuhan 31 persen jumlah dokter umum perempuan, 40 persen dokter subspesialis, serta 99 persen dokter spesialis perempuan, termasuk di antara kemajuan istimewa perempuan Iran di bidang kedokteran.

Sebanyak 20 persen jabatan legislatif, politik dan managemen eksekutif dipegang oleh perempuan dan kehadiran 817 perempuan sebagai penasihat urusan perempuan di lembaga eksekutif di seluruh Iran, merupakan contoh kehadiran perempuan Iran dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, asumsi pencapaian kemajuan untuk masyarakat Iran dengan meninggalkan jilbab demi menggapai kebebasan lebih mengacu pada proyek propaganda Barat, dan tidak ada analisa nyata atau data faktual yang mendukung hal tersebut. Di antara mayoritas perempuan berpendidikan di Iran, masalah utama bagi mereka adalah kehormatan dan status sosial.