Kashmir, Luka Lama yang Tidak Kunjung Pulih
https://parstoday.ir/id/radio/world-i16033-kashmir_luka_lama_yang_tidak_kunjung_pulih
Protes warga Kashmir yang berada di bawah kontrol India, kembali terjadi di saat Menteri dalam Negeri India menuding Pakistan sebagai pihak yang bertanggungjawab menciptakan ketegangan terbaru di wilayah tersebut. Rajnath Singh, Menteri Dalam Negeri India, mengklaim Pakistan bertanggungjawab atas konflik di Kashmir dan menyatakan bahwa New Delhi telah menginstruksikan pasukan keamanan India untuk bersikap lebih sabar dalam mengantisipasi protes di berbagai wilayah Kashmir.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jul 29, 2016 10:50 Asia/Jakarta

Protes warga Kashmir yang berada di bawah kontrol India, kembali terjadi di saat Menteri dalam Negeri India menuding Pakistan sebagai pihak yang bertanggungjawab menciptakan ketegangan terbaru di wilayah tersebut. Rajnath Singh, Menteri Dalam Negeri India, mengklaim Pakistan bertanggungjawab atas konflik di Kashmir dan menyatakan bahwa New Delhi telah menginstruksikan pasukan keamanan India untuk bersikap lebih sabar dalam mengantisipasi protes di berbagai wilayah Kashmir.

Penasehat Perdana Menteri Pakistan urusan luar negeri, Sartaj Aziz, menepis klaim India itu dan melayangkan surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, ketua Dewan Keamanan PBB, Sekjen Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB, menuntut pencegahan genosida terhadap warga Kashmir oleh pasukan keamanan India. Aziz dalam suratnya menekankan kepada para pemimpin lembaga-lembaga internasional  bahwa pasukan India telah melanggar HAM di wilayah yang dikuasainya di Kashmir, dan agar masyarakat internasional tidak bungkam di hadapan tragedi tersebut.

 

Para pemimpin kelompok-kelompok Kashmir juga merilis pernyataan mengecam tuduhan keterkaitan para demonstran dengan pihak asing yang dilontarkan oleh sejumlah kementerian India, seraya menegaskan bahwa protes dan aksi mogok akan terus berlanjut hingga hak warga tertindas Kashmir-India tercapai.

 

Pernyataan yang dirilis oleh Sayyid Ali Shah Gilani, Mir Waez Omar Faruq dan Muhammad Yasin Malik, para pemimpin senior Organisasi Konferensi Kebebasan Kashmir itu juga menyebutkan bahwa instabilitas di Kashmir-India hingga kini telah merenggut nyawa 49 orang akibat brutalitas pasukan keamanan India.

 

Protes warga Kashmir-India kali ini terjadi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gelombang protes dimulai setelah pasukan India membunuh Muzafar Wani, pemimpin Hizbul Mujahidin yang dilabel kelompok teroris dan menilainya sebagai sebuah kemenangan besar bagi New Delhi dalam memberantas terorisme.

 

Berbagai kelompok di Kashmir-India, menilai prosesi pemakaman Muzafar Wani sebagai alasan dimulainya gelombang protes warga wilayah itu atas politik pemerintah India. Para pemimpin senior Organisasi Konferensi Kebebasan Kashmir berpendapat bahwa pemerintah New Delhi tidak ingin menjawab tuntutan primer warga wilayah ini termasuk upaya mereka untuk menikmati kebebasan dan keadilan. Menurut para pemimpin kelompok itu, pemerintah New Delhi telah menutup mata dari fakta sosial yang terjadi di wilayah Kashmir yang berada di bawah kontrol India itu dan ingin menggunakan politik tangan besi.

 

Kondisi ini membuat warga Kashmir-India terjebak dalam kondisi terburuk sementara mereka tidak dapat menikmati hak mereka untuk menyampaikan protes. Warga wilayah Kashmir-India bahkan tidak diijinkan untuk menggelar acara duka bagi kerabat mereka yang menjadi korban. Masalah ini, semakin memicu kemarahan dan kebencian warga setempat tehradap pemerintah India.

 

Pemerintah India menutupi protes warga dan agar masyarakat dunia tidak mengetahui fakta di Kashmir, dengan memutus jaringan internet dan telepon selular serta melarang publikasi koran di wilayah Kashmir-India. Oleh karena itu dan juga dalam rangka melanjutkan protes warga Kashmir-India, para pemimpin Organisasi Konferensi Kebebasan menyeru hari Rabu 20 Juli 2016, sebagai Rabu Hitam dan mengimbau warga untuk melanjutkan protes damai setiap hari pasca shalat Maghrib dan Isya' di masjid-masjid.  

 

Berlanjutnya pemberlakuan kondisi darurat di Kashmir-India dan wewenang khusus yang diberikan kepada pasukan keamanan India, membuat mereka nampak sewenang-wenang dalam menindak protes warga. Pemerkosaan dan pembunuhan para remaja putri dan perempuan Kashmir termasuk di antara tuduhan yang dilontarkan kelompok Kashmir terhadap pasukan keamanan India. 

 

Sementara itu, para pejabat dan kementerian kabinet India sedang berusaha melakukan proyeksi krisis di Kashmir dengan menyatakan bahwa gelombang kekerasan terbaru hanya bentrokan antara kelompok Kashmir dan pasukan keamanan India. Di sisi lain, pemerintah India juga menuding Pakistan sebagai pengelola protes di wilayah Kashmir-India.

 

Namun baik kelompok-kelompok Kashmir dan pemerintah Pakistan menolak tuduhan tersebut dan berpendapat bahwa pemerintah New Delhi tidak ingin menerima fakta yang terjadi di Kashmir-India. Oleh sebab itu, India terus melanjutkan politik proyeksi terkait konflik di wilayah yang dikuasainya itu.

 

Sejauh ini, pemerintah Pakistan menyatakan hanya memberikan dukungan spiritual untuk kelompok-kelompok pro-independensi  dan warga Kashmir-India. Hal itu mengundang protes pemerintah New Delhi yang menuntut Islamabad untuk tidak mencampuri urusan dalam negerinya di Kashmir.

 

Di wilayah Kashmir-India, terdapat empat golongan, etnis, dan agama antara lain, Muslim, Hidu, Sikh dan umat Buddha. Dari sisi geografis, wilayah itu mencakup Kashmir, Jamu dan Ladakh. Di wilayah Kashmir, mayoritas populasi beragama Islam. Wilayah yang berada di bawah kontrol India itu memiliki demografi yang kompleks dari sisi etnis dan agama.

 

Pada tahun 1947, berdasarkan proyek pembagian daratan India, wilayah dengan mayoritas Muslim diserahkan kepada Pakistan sementara wilayah dengan mayoritas populasi Hindu diserahkan kepada India. Oleh karena itu, wilayah Paksitan terpisah dari India berdasarkan kriteria pembagian tersebut. Namun wilayah Jamu dan Kashmir tidak dibagi berdasarkan prinsip tersebut. Ketika itu, penguasa Kashmir bermama Gulab Singh telah menyewa wilayah itu dari pihak Inggris. Dia tidak ingin menggabungkan Kashmir dengan Pakistan.

 

Pada saat yang sama, sikap dan reaksi warga Muslim di wilayah Kashmir juga tidak terpadu. Sebagian di antara mereka dekat dengan pihak India dan tidak ingin memisahkan diri dari negara itu. Namun sebagian warga Muslim Kashmir menginginkan penggabungan dengan Pakistan. Ketika itu, Gulab Singh mencapai kesepakatan dengan partai kongres India dan menggabungkan Kashmir dengan India. Akan tetapi pemerintah Pakistan menolak kesepakatan tersebut.

 

Oleh karena itu terjadilah perang India-Pakistan pada tahun 1948. Kedua negara saling mengklaim kepemilikan atas Kashmir. Berkat campur tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perang kedua negara dapat dihentikan dengan pembagian wilayah Kashmir untuk India dan Pakistan. Para pengamat PBB ditempatkan di garis perbatasan tersebut, akan tetapi pada praktiknya tidak memiliki peran apapun. 

 

Dua perang  antara India dan Pakistan terjadi karena masalah Kashmir dan satu perang lagi menyangkut Bagladesh, di mana Pakistan kalah pada ketiga perang tersebut. Oleh karena itu, menurut sejumlah pengamat India, Pakistan saat ini sedang melakukan perang proxy di Kashmir-India.

 

Adapun menurut pengamat politik, faktor utama di balik penekanan India untuk mempertahankan kontrol militer terhadap wilayah Kashmir adalah posisi istimewa dan strategis wilayah tersebut. Pentingnya keeunggulan itu semakin hari semakin terbukti. Selain posisi istimewa dan strategisnya, Kashmir juga merupakan sumber banyak sungai yang mengalir ke India.

 

Tercatat sekitar 36 kelompok besar dan kecil yang beraktivitas di Kashmir-India yang terbagi dalam dua kategori garis keras dan moderat. Kelompok-kelompok itu berada di bawah satu payung Organisasi Konferensi Kebebasan Kashmir yang dipimpin oleh Omar Faruq. Sementara itu, Shah Ali Gilani adalah pemimpin saya militer dan kubu garis keras kelompok tersebut.

 

Pemerintah India mengklaim bahwa semua kelompok di Kashmir menerima berbagai bantuan dari Pakistan. New Delhi juga mengklaim kelompok-kelompok garis keras Lashkar Tayyibah dan Hizbul Mujahidin bekerjasama dengan jaringan teroris seperti Al-Qaeda dan Daesh. Apalagi setelah Daesh mengumumkan kepemimpinan khilafah di daratan India, pemerintah New Delhi semakin merasa khawatir.

 

Saat ini terdapat tiga perspektif yang berkembang di Kashmir-India. Sebagian kelompok memilih bergabung dengan India, sebagian lain mendukung bergabung dengan Paksitan, serta sisanya mendukung independensi Kashmir yang wilayahnya dikuasai tiga negara India, Pakistan dan Cina.

 

India bukan hanya tidak memandang wilayah Kashmir sebagai wilayah sengketa, melainkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kedaulatannya, bahkan menuntut penyerahan wilayah yang dikuasai Pakistan dan India. Sementara di lain pihak, Pakistan hendak mengusung krisis Kashmir ke kancah internasional guna menekan pemerintah India dalam penyelesaian krisis tersebut.