Hari Populasi Dunia dan Tantangannya
Hari ini, 11 Juli, diperingati sebagai Hari Populasi Sedunia atau World Population Day. Populasi dunia di tahun 1950 sekitar 2,5 miliar orang, namun hanya kurang dari 40 tahun, jumlah tersebut meningkat dua kali lipat. Pada 11 Juli 1987 penduduk melampaui lima miliar orang. Lonjakan populasi ini menjadikan pembangunan berkelanjutan, pembangunan perkotaan, akses pelayanan kesehatan dan kekuatan pemuda semakin penting.
Sebelum populasi dunia mendekati angka ini, para pengamat dan ilmuwan memperingatkan dampak dari bertambahnya populasi dunia. Analisa mereka didasarkan pada laju cepat pertumbuhan jumlah penduduk dunia dan prediksi pakar demografi serta perbandingan antara data statistik dan keterbatasan sumber daya alam. Para pakar ini menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan cepat penduduk dunia akan berujung pada ledakan besar yang bukan saja menurunkan tingkah kehidupan manusia, namun juga mengancam lingkungan hidup dan kehidupan sehat.
Mengingat pendekatan seperti ini di tahun 1989, untuk menarik opini publik dunia maka pada tahun 1989, tanggal 11 Juli ditetapkan PBB sebagai Hari Penduduk Dunia. Selanjutnya mayoritas negara dunia menerima hal ini dan mulai menetapkan program pembatasan anak serta penyelarasan antara manusia dan lingkungan hidup, sumber daya alam, faktor-faktor laju ekonomi dan sosial, budaya serta lingkungan. Meski demikian saat ini menjelang peringatan Hari Penduduk Sedunia, populasi dunia telah mendekati angka tujuh miliar orang.
PBB beberapa waktu lalu mempublikasikan prediksi baru laju populasi dunia hingga tahun 2050 dan menyatakan, bumi tengah menghadapi krisis serius. Menurut laporan dengan tema “Prospek Populasi Dunia” edis tahun 2017 memperingatkan kecepatan laju penduduk dunia dan kendala yang diakibatkannya bagi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan untuk tahun 2030.
Di laporan ini disebutkan bahwa populasi dunia dari 7,4 miliar orang di tahun 2016 akan bertambah menjadi 7,6 miliar di tahun 2017. Jika proses ini terus berlanjut maka populasi dunia hingga 35 tahun kedepan dari 7,4 miliar saat ini akan mencapai 9,7 miliar orang. Angka ini menunjukkan kelebihan 100 juta orang dari prediksi PBB sebelumnya yang dipublikasikan dua tahun lalu.
Menurut laporan ini, 47 negara belum berkembang di dunia merupakan pihak yang paling bertanggung jawab akan peledakan populasi global di mana setiap satu perempuan melahirkan empat anak yang pada akhirnya hingga tahun 2050 sebanyak 2 miliar orang akan menambah jumlah populasi dunia.
PBB dilaporannya menyebutkan sejumlah kecil dari negara-negara, khususnya sejumlah negara Afrika sebagai pihak yang bertanggung jawab atas laju penduduk hingga pertengahan abad ini, di mana separuh dari ledakan penduduk berkaitan dengan benua Afrika. Populasi benua Afrika dalam waktu dekat akan mencapai 2,5 miliar orang. Angka ini menunjukkan peningkatan dua kali lipat dari data saat ini.
Sesuai dengan proses ini, Nigeria dengan 413 juta penduduk menempati posisi ketiga sebagai negara paling banyak penduduknya di tingkat dunia menyalip Amerika Serikat. Di negara Afrika, hanya seperlima perempuan Tanzania memanfaatkan KB modern demi mencegah kehamilan. Setiap perempuan Tanzania selama masa subur kehamilan, rata-rata melahirkan enam anak. Jika proses ini berlanjut, populasi 40 juta negara ini di tahun 2050 akan menjadi 80 juta jiwa.
Patut dicatat, berdasarkan laporan PBB, hingga tahun 2050 Afrika dan Asia akan memimpin dalam laju pertumbuhan penduduk kota. Populasi warga kota Afrika dari 414 juta menjadi 1,2 miliar dan populasi penduduk kota di Asia dari 1,9 miliar menjadi 3,3 miliar orang. Dengan demikian kedua benua ini secara global akan mengalami pertumbuhan penduduk kota sekitar 86 persen dari penduduk dunia. Pembengkakan besar jumlah penduduk akan menciptakan kesempatan baru untuk memperbaiki mekanisme pendidikan dan pelayanan publik di Afrika dan Asia. Hal ini disebabkan warga kian terfokus dan upaya untuk mempermudah mereka mengakses pelayanan.
Berdasarkan laporan PBB, antara tahun 2015 hingga 2050, separuh lonjakan penduduk dunia terjadi di sembilan negara, India, Nigeria, Pakistan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Indonesia, dan Uganda. Populasi India hingga tahun 2022 akan melampaui Cina. New Delhi lebih cepat enam tahun dari prediksi semula untuk menempati posisi puncak negara terpadat dunia.
PBB di laporannya menyebutkan faktor peningkatan populasi dunia adalah semakin membaiknya harapan hidup di dunia. Menurut laporan ini, tingkat harapan hidup dari 65 tahun di tahun 1990 naik menjadi 70 tahun di tahun 2010. Sementara untuk tahun 2045, harapan hidup manusia akan meningkat menjadi 75 tahun. Turunnya angka kematian anak juga dicatat sebagai faktor melonjaknya populasi dunia oleh PBB di negara-negara sedang berkembang.
Berdasarkan data statistik WHO, diprediksikan hingga tahun 2050 usia rata-rata penduduk dunia 77 tahun dan penduduk berusia di atas 60 tahun akan berjumlah sekitar 20 persen dari total populasi dunia, namun kwalitas hidup di masa tua memiliki urgensitas tersendiri. Oleh karena itu, program WHO di tahun 2012 difokuskan kepada para lansia.
Di lain pihak ada sejumlah negara yang karena laju negatif penduduknya mengalami beragam kesulitan. Misalnya Jepang, karena minimnya angka kelahiran, populasi 127 juta jiwa negara ini hingga tahun 2050 akan turun menjadi 95 juta jiwa. Sementara populasi penduduk Jerman selama rentang waktu tersebut akan mencapi 71 juta jiwa, yakni turun 11 juta jiwa dari angka saat ini. Turunnya angka kelahiran di negara-negara tersebut mendorong angka generasi tuan juga melonjak. Di Eropa laju penduduk yang minus selama beberapa tahun terakhir mendorong populasi benua ini dari 740 juta jiwa akan turun menjadi 732 juta jiwa di tahun 2050. Solusi tunggal bagi penyeimbangan populasi di kawasan ini adalah menerima imigran.
Mengingat perbedaan ini, kini muncul beragam pendapat terkait populasi di berbagai belahan dunia. Di negara-negara terbelakang dan belum berkembang, percepatan laju populasi menjadi kendala utama di perang melawan kemsikinan dan kelaparan. Data yang ada menunjukkan bahwa menyusul laju penduduk yang tidak terkontrol, produksi dan penyebaran makanan menjadi terbatas dan setiap hari 25 ribu orang di dunia meninggal akibat gizi buruk atau penyakit yang dipicu oleh kelangkaan makanan. Di antara korban tersebut 18 ribu adalah balita.
Di sisi lain, rumah yang memiliki anggota keluarga banyak dan pembagian atmosfer terbatas rumah di antara anggota keluarga dapat memicu beragam kendala seperti kesehatan, kekerasan, kepadatan, pengangguran, polusi udara, kendala sosial serta tensi. Hal ini juga menimbulkan ancaman penyebaran wabah menular. Banyak peperangan berdarah dan berkepanjangan selama beberapa dekade lalu ditimbulkan oleh peningkatan populasi dan sengketa sumber daya alam.
Pembantaian tahun 1994 di Rwanda dan genosida etnis Tutsi serta Hutu merupakan sekelumit dari contoh pembunuhan yang muncul akibat faktor lungkungan seperti kelangkaan tanah dan aktivitas pertanian yang tak tetap.
Sementara itu, ketika populasi muda menjadi indeks dan investasi terpenting sebuah negara yang mampu menggerakkan roda kemajuan, sejumlah negara menilai penurunan populasi muda di wilayahnya sebagai sebuah krisis serius. Sejak tahun 2010 hingga 2015, angka kelahiran di 83 negara berada di level terendah. Negara-negara tersebut adalah Cina, Brazil, Rusia, Jepang, Vietnam, Jerman, Iran, Thailand dan Inggris.
Oleh karena itu mayoritas negara tersebut mencantumkan program perlindungan kelahiran anak di agenda kerjanya demi mencegah laju penduduk yang minus. Misalnya di Swedia, imigran yang melahirkan anak di negara ini selain diberi ijin tinggal tetap, juga mendapat hadiah.
Adapun Republik Islam Iran yang selama bertahun-tahun lalu mengkampanyekan slogan Anak sedikit, Hidup Lebih Baik terus mengejar kebijakan mengontrol populasi, kini dihadapkan pada penurunan angka kelahiran bayi. Iran di tahun 2050 turun tiga tingkat di banding tahun 2016 dan menduduki peringat ke-21 negara dengan populasi terbanyak dunia. Bahkan sejak tahun 2010 hingga kini, angka kelahiran di Iran semakin rendah dan generasi muda di negara ini diprediksikan lebih sedikit dari generasi tua. Dengan demikian negara ini akan mengalami kondisi maraknya penduduk tua di banding dengan generasi mudanya.
Beragamnya laju penduduk di berbagai negara dunia mendorong kebijakan kependudukannya juga berbeda. Menurut para pakar, lonjakan penduduk dapat menjadi peluang dan juga sebuah ancaman. Penduduk yang berkualitas dan memiliki kesejahtaraan serta kemampuan merupakan sebuah peluang bagi negara, namun jika populasi ini tidak berkualitas, penambahan penududuk dapat menimbulkan kesulitan bagi pemerintah.
Masyarakat yang sehat dan berpendidikan dapat membantu memutus rantai kemiskinan di antara generasi dan lebih fleksibel dalam dalam menghadapi kendala individu dan sosial. Sebuah masyarakat yang pandai dan berwawasan mampu membantu masyarakat dan bangsanya dengan sempurna. Penyebaran akses pendidikan, pelayanan kesehatan termasuk keselamatan kelahiran dan keluarga berencana termasuk faktor yang mampu memperkokoh ketahanan masyarakat dalam menghadapi beragam kendala dan pemanfaatan peluang ekonomi baru.
Mengingat hal ini, PBB menetapkan slogan peringatan Hari Populasi Dunia slogan “Keluarga Berencana, Pemberdayaan Manusia dan Kemajuan Bangsa”. Harapan dari slogan ini adalah PBB ingin menyadarkan manusia bahwa Keluarga Berencana bukan hanya berarti pembatasan, tapi lebih penting dari itu adalah dengan penerapan program KB, pemberdayaan manusia dan sebuah bangsa menjadi lebih terjamin. Saat ini isu yang muncul bukan hanya jumlah populasi setiap negara, tapi kualitas sebuah masyarakat mendapat perhatian lebih besar. Hal ini karena hanya manusia yang mampu, yang dapat mempersiapkan peluang kemajuan dan pembangunan sosial.