Dampak Kemerdekaan Catalonia bagi Spanyol
Salah satu isu politik Eropa pada masa sekarang yang bisa berimplikasi serius bagi masa depan benua itu, adalah masalah kemerdekaan Catalonia dari Spanyol. Catalonia adalah salah satu daerah otonomi khusus di timur laut Spanyol dengan luas lebih dari 30.000 kilometer persegi. Wilayah Catalonia telah lama berusaha untuk memisahkan diri dari Spanyol.
Pada referendum 2006, Catalonia menjadi daerah otonomi khusus dan memiliki konstitusi sendiri, dan berdasarkan resolusi Parlemen Spanyol, daerah tersebut menikmati kondisi baru. Parlemen Spanyol dalam undang-undangnya mengenai status daerah otonomi ini, menyebut masyarakat Catalan sebagai "sebuah bangsa." Ini adalah sebuah fakta langka di sebuah negara, yang menghadapi separatisme di beberapa daerahnya sejak perang saudara tahun 1930-an.
Status otonomi khusus yang disandang Catalonia hanya bertahan selama empat tahun. Pada November 2014, sebuah referendum simbolis diadakan untuk kemerdekaan Catalonia, dan hanya 33 persen warga Catalan yang punya hak suara berpartisipasi dalam referendum ini, dan sekitar 80 persen pemilih menuntut kemerdekaan Catalonia. Namun, Spanyol menganggap referendum itu bertentangan dengan konstitusi.
Pada akhir Juli 2017, 72 anggota Parlemen Catalonia menyetujui draft undang-undang referendum, sementara 52 anggota penentang mundur dari parlemen sebagai bentuk protes. Pemerintah Spanyol telah mengumumkan referendum kemerdekaan Catalonia ilegal, dan pada 1 Agustus 2017, Mahkamah Konstitusi Spanyol juga menolak UU Parlemen Catalonia yang mendukung kemerdekaan wilayah tersebut dan pelaksanaan referendum.
Menurut pengamat Eropa, Mahmoud Fazeli, pemerintah Spanyol berulang kali menentang argumen orang-orang, yang menuntut referendum inkonstitusional dan mengancam kesatuan negara.
Pemisahan diri daerah otonomi Catalonia memiliki dua aspek. Salah satu aspeknya kembali pada posisi istimewa Catalonia bagi Spanyol. Catalonia dengan populasi 7,5 juta jiwa, merupakan salah satu daerah terkaya di Spanyol, di mana menyumbang seperlima dari total produksi ekonomi negara itu. Namun, krisis ekonomi Spanyol dan penerapan kebijakan pengetatan ekonomi serta kendala finansial, telah meningkatkan tuntutan kemerdekaan di Catalonia.
Salah satu sumber konflik antara pemerintah otonom Catalonia dan pemerintah pusat Spanyol adalah tingkat setoran pajak. Pihak berwenang Catalan percaya bahwa kewajiban finansial daerah otonomi tersebut kepada pemerintah pusat telah membuat Catalonia – dengan potensi ekonominya yang tinggi – menjadi daerah dengan utang terbesar di Spanyol dan memiliki utang puluhan miliar euro kepada pemerintah pusat.
Kebijakan pemerintah sosialis dan konservatif Madrid terkait ekonomi Catalonia, telah mengundang kritik dan kemarahan warga Catalan. Beberapa analis percaya bahwa Catalonia merdeka – sekali pun tidak diterima di Uni Eropa – masih bisa bertahan secara ekonomi. Terlepas dari motif ekonomi, Catalonia secara historis merupakan wilayah independen Semenanjung Iberia serta memiliki bahasa dan budaya mereka sendiri dan berbicara dengan bahasa Catalan.
Mayoritas warga Catalan adalah buruh atau petani, yang dalam berbagai level, bertolak belakang dengan aristokrasi dan pemerintah pusat, di mana Madrid menjadi simbolnya. Kebanyakan orang-orang Catalan adalah pemeluk agama Katolik. Setelah perseteruan panjang antara pemerintah pusat Spanyol dan daerah otonomi Catalonia mengenai referendum, pemungutan suara ini akhirnya digelar pada 1 Oktober 2017 di tengah aksi represif polisi Spanyol.
Setelah pelaksanaan referendum, juru bicara pemerintah Catalan, Jordi Turull mengumumkan bahwa sekitar 90 persen peserta referendum yang dianggap ilegal oleh pemerintah Madrid, telah memilih "Ya" untuk merdeka dari Spanyol. Dia menambahkan, Catalonia memiliki 5,3 juta pemilih terdaftar dan 90 persen dari 2,26 juta warga yang ikut referendum memilih untuk merdeka. Hampir 8 persen pemilih menolak kemerdekaan dan sisa surat suara kosong atau tidak sah.
Mahkamah Konstitusi Spanyol sebelumnya mengumumkan referendum Catalonia ilegal. Segera setelah pemungutan suara usai, Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy menganggap orang-orang Catalan termakan tipuan dan menegaskan bahwa hari ini, sebenarnya, tidak terjadi referendum kemerdekaan di Catalonia.
Duta Besar Spanyol untuk Inggris, Carlos Bastarreche memperingatkan bahwa Eropa saat ini menyaksikan "kudeta lunak dan berbiaya rendah" oleh pemerintah otonom Catalonia. Sebenarnya, para pejabat senior Spanyol telah meminta pemerintah Catalonia untuk menghentikan proses yang tidak diketahui ujungnya itu.
Pada 4 Oktober lalu, Parlemen Catalonia menggelar sidang untuk membahas dan memutuskan nasib referendum tersebut, yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat dan Mahkamah Konstitusi Spanyol. Dalam pertemuan tersebut, partai-partai pro-kemerdekaan memutuskan untuk membahas hasil referendum kemerdekaan Catalonia pada Senin 9 Oktober 2017 di sidang paripurna dan secara resmi mengumumkan pemisahan Catalonia dari Spanyol.
Pada Selasa lalu, Pemimpin Catalan, Carles Puigdemont mengatakan bahwa pemerintah Catalonia secara sepihak akan mendeklarasikan kemerdekaan pada Senin mendatang. Pada hari yang sama, Raja Spanyol Felipe VI menuduh para pemimpin politik Catalonia menciptakan perpecahan dan mengancam demokrasi yang baru dirintis. Uni Eropa, Parlemen Eropa dan Amerika Serikat juga menentang kemerdekaan Catalonia.
Ada dua skenario yang bisa muncul dalam konteks kemerdekaan Catalonia. Skenario pertama adalah deklarasi sepihak kemerdekaan Catalonia oleh pemerintah setempat. Dalam hal ini, pemerintah pusat Madrid akan memperkuat kehadiran militernya di daerah tersebut untuk mencegah deklarasi, dan membubarkan pemerintah daerah dan mungkin juga Parlemen Catalonia. Dalam kasus ini, krisis tersebut kemungkinan akan memasuki fase benturan fisik dan berpotensi memicu pemberontakan rakyat di Catalonia.
Catalonia menyumbang seperlima dari produksi ekonomi Spanyol, dan tentu saja pemisahan diri mereka akan memukul Spanyol dan kekuatan nasionalnya. Terlebih lagi, kemerdekaan Catalonia juga akan mendorong daerah-daerah lain di Spanyol, terutama Basque Country – yang punya sejarah panjang perlawanan bersenjata di negara itu – untuk memisahkan diri dari Madrid.
Skenario kedua, tawaran rekonsiliasi oleh pemerintah Madrid dan pemberian beberapa konsesi tambahan ke Catalonia, yang mungkin dapat meredam niat para pemimpin Catalan untuk mengumumkan kemerdekaan. Namun, pemerintah otonom Catalonia menuntut pemisahan diri dari Spanyol karena berbagai alasan, termasuk alasan budaya, sosial, dan yang terpenting ekonomi.
Mungkin inilah mengapa Carles Puigdemont – saat menjawab pertanyaan tentang apa yang akan terjadi jika Spanyol bertindak dan merebut kontrol pemerintah Catalonia – mengatakan bahwa ini adalah sebuah kesalahan yang dapat mengubah segalanya.
Sebenarnya, Spanyol sebagai sebuah anggota penting Uni Eropa sedang menghadapi ujian berat. Para pemimpin Madrid menyadari bahwa jika mereka bersikap pasif terhadap keinginan Catalonia, mereka tidak hanya akan kehilangan wilayah yang sangat penting ini untuk kekuatan nasional, terutama ekonomi Spanyol, tapi kemerdekaan Catalonia juga akan mendorong daerah-daerah lain di negara itu untuk memisahkan diri.
Para pejabat Eropa bahkan menyimpan kekhawatiran yang lebih serius, di mana krisis di Spanyol akan mendorong kantong-kantong separatisme lain di Eropa untuk meningkatkan upaya menuju kemerdekaan, terutama sekali Skotlandia. Jika Catalonia benar-benar lepas dari Spanyol, maka para pemimpin lokal Skotlandia juga dapat mendesak pemerintah Inggris untuk segera melepas wilayah tersebut dari kontrolnya.
Selain itu, kantong-kantong separatisme lain seperti di Belgia dan Italia Utara, juga sudah mulai aktif dan ini akan menjadi pelanggaran terhadap prinsip utama Uni Eropa yaitu integrasi Eropa. Alireza Mousavi, seorang pengamat Eropa, mengatakan bahwa pelaksanaan referendum kemerdekaan oleh Catalonia di Spanyol, akan menggerakkan daerah-daerah lain di Eropa untuk mengambil langkah-langkah hukum menuju kemerdekaan.
Uni Eropa menekankan persatuan dan kekompakan negara-negara anggota di semua bidang, dan semangat pemisahan diri akan bertentangan dengan prinsip integrasi dan mengancam keruntuhan Uni Eropa. Jadi, meski pemimpin Catalan meminta Uni Eropa untuk memperhatikan hasil referendum Catalonia, tapi blok Eropa tidak akan pernah mendukung kemerdekaan daerah tersebut dari Spanyol. Uni Eropa justru meminta agar krisis politik antara Catalonia dan Madrid diselesaikan secara damai.