Okt 16, 2018 13:08 Asia/Jakarta
  • 16 Oktober, Hari Pangan Sedunia.
    16 Oktober, Hari Pangan Sedunia.

Salah satu keprihatinan umat manusia adalah kekurangan makanan dan upaya untuk menemukan cara-cara memproduksinya. Manusia modern menaruh perhatian lebih terhadap persoalan ini, karena prediksi menunjukkan populasi dunia akan tumbuh hingga 9 miliar jiwa pada pertengahan abad ke-21 dan produksi pangan harus digenjot hingga 70 persen demi memenuhi kebutuhan.

Sementara itu, menurut laporan terbaru Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), angka kelaparan dunia meningkat kembali setelah meniti satu periode penurunan. Saat ini, lebih dari 815 juta orang menderita kekurangan gizi kronis. Dengan melihat tantangan seperti itu, FAO mencanangkan Hari Pangan Sedunia untuk menarik perhatian manusia di seluruh penjuru planet ini.

Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tahun pada 16 Oktober, tanggal ketika FAO, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), didirikan pada tahun 1945. Momen ini diperingati oleh banyak badan keamanan pangan, termasuk Program Pangan Dunia (WFP) dan Dana Internasional Untuk Pembangunan Pertanian (IFAD), dengan tujuan menyediakan program dan informasi tentang krisis pangan di seluruh penjuru dunia.

Para pemimpin dunia di KTT Pangan Dunia pada tahun 1996 sepakat untuk mengurangi separuh jumlah orang lapar sampai 2015 dan investasi sektor pemerintah dan swasta di bidang pertanian. Mereka menegaskan kembali komitmen ini pada KTT Dunia 2005 di Markas PBB New York.

Tetapi menurut laporan World Food Outlook, hanya 63 negara mampu mencapai target global untuk mengurangi angka kelaparan. Laporan terbaru krisis pangan global mencatat adanya peningkatan angka kelaparan parah di dunia. Pada tahun 2017, sekitar 124 juta orang di 51 negara dunia menderita kerawanan pangan yang akut atau meningkat 11 juta lebih dibanding tahun sebelumnya.

Di Yaman, 17 juta orang atau 60 persen dari total populasinya, menghadapi ketidakamanan pangan mutlak. Di Sudan Selatan, jumlah orang yang bergelut dengan ketidakamanan pangan mutlak mencapai 4,8 juta jiwa. Negara-negara lain yang menderita kerawanan pangan parah adalah Suriah, Lebanon, Republik Afrika Tengah, Ukraina, Afghanistan, dan Somalia.

Anak-anak Yaman korban serangan Arab Saudi.

Laporan tersebut mengatakan jumlah orang penderita kelaparan mutlak di Republik Kongo meningkat secara dramatis, dan sekarang 7,7 juta orang berada dalam kondisi kritis atau naik dibandingkan data enam bulan lalu sebesar 5,9 juta orang. Selama periode itu, jumlah orang yang menderita kelaparan mutlak di Afghanistan naik 3,3 juta menjadi 7,6 juta orang.

Temuan berbagai riset menyimpulkan bahwa krisis pangan semakin banyak ditemukan karena faktor-faktor yang kompleks seperti, konflik, perubahan iklim, dan tingginya harga produk makanan pokok. Dari semua itu, faktor utama ketidakamanan pangan di 18 negara dunia disebabkan oleh konflik. Dari jumlah itu, 15 negara berada di benua Afrika atau Timur Tengah.

Direktur WFP, Francis Mwanza dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Guardian, mengatakan biaya perang untuk WFP benar-benar sangat tinggi dan sekitar 80 persen dari pendanaan organisasi ini dialokasikan untuk daerah yang dilanda perang.

Laporan global krisis pangan 2017 juga mengkonfirmasikan bahwa konflik dan perang merupakan pemicu utama kerawanan pangan, dan meningkatnya kelaparan dalam satu dekade terakhir sangat berhubungan dengan memanasnya konflik di Myanmar, timur laut Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, dan Yaman. Ini adalah indikasi dari hubungan yang kuat antara perdamaian dan keamanan pangan.

Perubahan iklim dan dampaknya, terutama kekeringan juga merupakan sumber utama krisis pangan di 23 negara dunia, di mana dua pertiganya berada di Afrika. Menurut laporan krisis pangan global, bencana alam menyebabkan kerawanan pangan akut bagi 39 juta orang di seluruh dunia.

Menurut keterangan FAO, akibat perubahan iklim, cadangan air bawah tanah di negara-negara berkembang akan menyusut hingga 50 persen dalam 8 tahun ke depan. Pemenuhan kebutuhan makanan masyarakat di wilayah tersebut akan menghadapi masalah serius.

Pada 2025 yaitu 7 tahun ke depan, efek perubahan iklim akan berdampak besar terhadap planet ini, di mana cadangan air bawah tanah negara-negara berkembang akan berkurang 50 persen dan 18 persen di negara maju. Karena air adalah sumber kehidupan dan faktor pertumbuhan produksi pangan di dunia, maka krisis pangan akan memburuk di bagian timur dan selatan benua Afrika, dan menjadi ancaman besar bagi Sudan Selatan, Somalia, Yaman, dan Nigeria.

Menurut para ahli, salah satu penyebab utama kemiskinan dan kelaparan global adalah penerapan sistem ekonomi dan politik yang tidak adil di dunia. Hari ini 672 juta orang menderita obesitas dan lebih dari satu miliar orang mengalami kelebihan berat badan, ketika jutaan lainnya menderita kelaparan.

Di sisi lain, berdasarkan statistik Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun ketika lebih dari 800 juta orang menderita kekurangan pangan di seluruh dunia. Padahal, kebutuhan orang-orang ini bisa dipenuhi dan keamanan pangan mereka bisa diperbaiki dengan cara tidak membuang-buang makanan.

Perilaku ini bukan hanya membuat jutaan orang kelaparan di dunia tidak memperoleh nutrisi yang tepat, tetapi juga berdampak buruk bagi lingkungan; memusnahkan sumber daya berharga seperti, air, energi, tenaga kerja, modal, dan lahan serta menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Kondisi anak-anak di Afrika.

Mengingat situasi saat ini, laporan global tentang krisis pangan 2017 menekankan bahwa tanpa tindakan serius dan berkelanjutan, kondisi orang-orang yang sedang berjuang dengan kerawanan pangan akut bisa menjadi lebih buruk dan secara bertahap menderita kelaparan mutlak. Karena itu, untuk mencegah krisis pangan, para pemimpin dunia harus memikirkan jalan keluar dan menemukan solusi yang tepat.

Jika ini tidak dilakukan, dunia akan terjebak dalam kekacauan internal dan internasional akibat kekurangan pangan. Untuk alasan ini, sekarang ada kebutuhan mendesak untuk mengambil langkah kolektif dan terkoordinasi guna menyelamatkan nyawa jutaan orang dan menyelesaikan akar penyebab krisis pangan. Dengan pendekatan ini, Hari Pangan Sedunia tahun ini mengusung slogan "Upaya untuk Mencapai Zero Hunger."

FAO memilih semboyan Zero Hunger World 2030 untuk memperingati Hari Pangan Sedunia pada tahun 2018. FAO menekankan negara-negara kaya harus menciptakan kondisi untuk kerjasama ilmiah, regional, dan teritorial guna mewujudkan slogan dunia tanpa kelaparan. Kerjasama ini bertujuan untuk menghasilkan bahan makanan baru dan menyusun program pangan yang tepat di dunia.

Ini termasuk meningkatkan akses makanan, sumber-sumber makanan alternatif, mengubah pola makan dan memilih nutrisi yang lebih sehat, mendirikan Bank Pangan Dunia untuk orang miskin, dan mengelola asupan nutrisi secara global. Selain itu, para ahli menekankan distribusi makanan yang adil di antara berbagai kelompok di dunia.

Tentu saja, salah satu faktor utama yang bisa membantu memperbaiki situasi keamanan pangan di dunia adalah kemitraan sosial dan peran berharga para keluarga petani.

Perwakilan FAO untuk Iran, Serge Nakouzi percaya bahwa keberhasilan perang terhadap kelaparan dan kerawanan pangan sangat tergantung pada partisipasi para keluarga petani.

"Sebenarnya, para petani dari segi kapasitas mereka merupakan lokomotif pembangunan di setiap negara, dan sangat penting untuk memberi perhatian lebih kepada mereka dalam program memerangi kemiskinan dan kelaparan," tambahnya.

Nakouzi percaya bahwa jika program yang tepat dilaksanakan dan fasilitas yang diperlukan tersedia, maka para keluarga petani miskin dapat dengan cepat mengerahkan potensi produktivitas mereka. Jika produktivitas di sektor pertanian meningkat, ini akan membantu memberantas kemiskinan dan mewujudkan keamanan pangan di dunia.

Jadi, dapat dikatakan untuk mencapai tujuan dunia yang bebas dari kelaparan, bukan hanya kerjasama internasional dan regional yang harus diperhatikan, tetapi juga partisipasi semua orang di dunia. (RM)

Tags