KTT G20 Jepang Berada di Bawah Bayang-bayang Perselisihan
(last modified Sun, 30 Jun 2019 11:40:30 GMT )
Jun 30, 2019 18:40 Asia/Jakarta
  • KTT G20 Osaka, Jepang
    KTT G20 Osaka, Jepang

KTT G20 diselenggarakan pada 28-29 Juni, di Osaka, Jepang. Gagasan pertemuan G20 yang bertujuan menemukan solusi untuk masalah ekonomi internasional diadakan pada tahun 1999 pada pertemuan tujuh negara industri di Cologne, Jerman dan KTT pertamanya diadakan di Washington pada tahun 2008. Dalam deklarasinya menekankan bahwa perdagangan bebas harus dijauhkan dari kebijakan proteksionisme dalam perdagangan luar negeri.

Kelompok G20 terdiri dari kekuatan ekonomi dunia dan sejumlah negara penting ekonomi bersama dengan Uni Eropa, yang secara total menyumbang 85% dari produk domestik bruto dan 75% dari nilai total pertukaran dagang dunia. Argentina, Afrika Selatan, Jerman, Australia, Indonesia, Amerika Serikat, Italia, Brasil, Inggris, Turki, Cina, Rusia, Jepang, Arab Saudi, Perancis, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, India, dan Uni Eropa adalah anggota kelompok G20.

Terlepas dari ruang lingkup geografis dan kekuatan keuangan negara-negara anggota, komposisi dan kinerja kelompok G20 dikritik oleh kalangan dan anggotanya. Terkati masalah komposisinya, banyak negara, termasuk Malaysia dan Nigeria, telah memprotes bahwa pemilihan anggota kelompok G20 alih-alih berdasarkan kekuatan dan kemajuan ekonomi, justru lebih berdasarkan cara pandang politik tujuh negara industri, khususnya Amerika Serikat, dan karena itu, sejak awal, kelompok G20 jelas dampaknya terhadap perkembangan internasional.

Macron, Trump dan Abe

Asghar Ali Zargar, pakar masalah ekonomi internasional di Tehran mengatakan, "Ekonomi banyak negara anggota kelompok G20 adalah rapuh, sehingga dalam beberapa tahun terakhir mereka telah mengalami volatilitas."

Kritik penting kedua terhadap kelompok G20, yang disampaikan lebih dari lima puluh persen anggotanya, kembali pada cara pandang dan kinerja Amerika Serikat dan negara-negara industri Eropa dalam memajukan tujuan dan rencana kelompok G20. Beberapa negara anggota, termasuk India, Turki dan Indonesia, meyakini bahwa tujuan dari pembentukan kelompok G20 adalah partisipasi negara-negara industri dan sedang berkembang untuk mempengaruhi ekonomi global dan menyelesaikan masalah-masalahnya. Tetapi dalam satu atau dua tahun terakhir, kelompok ini praktis menjadi tempat pesebenarnya telah menjadi mitra untuk menyelesaikan perhitungan dan rekrutmen dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Cina dan Amerika Serikat melawan satu sama lainnya dan perselisihanmereka terkait masalah bilateral telah menguasai KTT G20.

Perselisihan para anggota tentang perdagangan global, imigrasi, perubahan iklim, dan unilateralisme Amerika Serikat di samping perselisihan bilateral, termasuk antara Cina dan Amerika Serikat serta Rusia dan Jepang telah menyebabkan kelompok G20 gagal memperkuat konvergensi di antara para anggotanya dan membantu penyelesaian masalah ekonomi global.

Hiroshige Seko, Menteri Ekonomi dan Industri Jepang dalam pidatunya di pertemuan terbaru menteri-menteri energi dan lingkungan hidup kelompok G20 menekankan masalah ini dan mengatakan, "Para anggota kelompok ini memiliki pendapat berbeda tentang energi dan perubahan iklim dan tidak mudah untuk mencapai persatuan dalam hal ini."

Tidak diragukan lagi, anggota kelompok G20 mengingat posisi, kondisi ekonomi, dan lokasi geografis mereka punya harapan saat menghadiri KTT G20. Amerika Serikat, Perancis, Inggris dan Uni Eropa, bersama dengan Jerman, Italia dan Kanada, berada pada posisi yang sama sebagai kekuatan Barat dari kelompok G20, dan sedang berjuang untuk melibatkan negara-negara sedang berkembang dalam menyelesaikan masalah ekonomi global, yang pada akhirnya akan menguntungkan negara-negara Barat.

Di sisi lain kelompok G20 ada Argentina, Brasil, Afrika Selatan, Indonesia, India, Meksiko, dan Turki yang mengharapkan untuk bekerja sama dengan kekuatan ekonomi dalam mengakses pasar mereka sesuai dengan perdagangan bebas guna dapat memanfaatkan kerja sama internasional, seperti mendapat akses pelbagai teknologi. Sementara Australia, Korea Selatan dan Jepang dalam kelompok G20 merupakan sekutu Amerika Serikat. Meskipun negara-negara ini, terutama Jepang, tidak setuju dengan Amerika Serikat tentang masalah lingkungan dan perubahan iklim, mereka akhirnya bermain di front dan camp Amerika Serikat.

Arab Saudi jauh lebih buruk dalam hal pertumbuhan industri dan ekonomi dibandingkan dengan negara-negara anggota G-20 lainnya, dan sumber dan pendapatan utama bergantung pada penjualan minyak. Oleh karena itu, pemilihan Arab Saudi untuk bergabung dengan kelompok G20 adalah semata-mata politis dan hanya untuk mendukung penguasa Saudi melawan kritik global. Karena itu, Arab Saudi akan hadir untuk mengisi kursi pertemuan dan mendukung posisi AS. Tetapi Rusia dan Cina memiliki sikap dan posisi yang berbeda dibandingkan dengan delapan belas anggota kelompok G20 lainnya dan diharapkan dapat memengaruhinya.

G20, Osaka, Jepang

Meskipun perselisihan dan tekanan Amerika Serikat bukan hal baru bagi Cina, tapi perselisihan mereka semakin melebar selama dua dekade terakhir, dan itupun sejak kedatangan Donald Trump di Gedung Putih sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2017, bukan hanya perselisihan itu telah berubah menjadi perang dagang antara Washington dan Beijing, tetapi kebijakan proteksionisnya terhadap ekonomi dan industri Amerika telah berdampak negatif terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi global. Perselisihan ini lebih terasa pada KTT G20 di Argentina tahun lalu, meskipun Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping dalam pertemuan bilateral setuju untuk gencatan senjata dna mencegah eskalasi perang dagang di KTT Buenos Aires.

Namun, kesepakatan Buenos Aires tidak menyelesaikan perbedaan antara kedua belah pihak, tetapi penerapan tarif 25 persen yang dikenakan AS atas barang-barang yang diimpor dari Cina telah meningkatkan perang dagang antara kedua negara dan tidak diragukan lagi radiasi perselisihan ini akan membayangi KTT G20 Osaka, di Jepang. Karenanya, Cina mencoba membuat konsensus kelompok G20 untuk melawan kebijakan proteksionis Amerika Serikat. Xi Jinping baru-baru ini sebagai protes terhadap kebijakan unilateralisme Amerika Serikat mengumumkan, "Kita harus menghindari kebijakan egois, picik dan tertutup. Kita perlu mempertahankan aturan WTO untuk mendukung sistem perdagangan multilateral dan menciptakan ekonomi global yang terbuka."

Mengingat bahwa Uni Eropa dan sekutu AS, seperti Jepang dan Korea Selatan, telah menderita dari kebijakan Trump ini, Cina berharap dapat, dalam kerangka tujuan dan program kelompok G20 yang mendukung perdagangan bebas, untuk memaksa AS menghentikan kebijakan anti perdagangan bebasnya. Meskipun Beijing tahu betul bahwa sangat sulit untuk menciptakan konvergensi yang efektif. Meskipun Rusia, seperti Cina, tidak berada dalam perang dagang melawan Amerika Serikat, Moskow dan Beijing sampai pada kesimpulan bahwa mereka dapat melawan unilateralisme Amerika Serikat dalam posisi kooperatif dan bersama.

Bagaimanpun juga, KTT G20 diselenggarakan di Osaka, Jepang, untuk meningkatkan tekanan pada anggota untuk mengikuti agenda Washington, Amerika Serikat menyampaikan sejumlah masalah seperti tranfer energi dan keamanan jalur laut internasional agar dapat meningkatkan kekhawatiran anggota G20 sebagai pengimpor minyak utama dunia lalu memaksa mereka untuk mematuhi kebijakan arogan Gedung Putih. Pernyataan Tramp yang menunjukkan bahwa negara-negara pengimpor minyak akan mengamankan kapal tanker minyaknya sendiri menunjukkan bahwa ia berusaha untuk bergerak maju dengan kebijakannya.

Trump menyampaikan klaimnya, sementara pada kenyataannya keamanan Teluk Persia dan Laut Oman selalu disediakan oleh Angkatan Laut Republik Islam Iran dan transfer minyak ke pasar dunia terjadi tanpa terjadi masalah sedikitpun. Karena itu, Amerika adalah satu-satunya faktor yang mengganggu keamanan dan transfer energi sejalan dengan komersialisasi kebijakan keamanan. Selain itu, Amerika Serikat berusaha menunjukkan wilayah itu dengan rasa tidak aman untuk tetap dapat memerah negara-negara pinggiran selatan Teluk Persia yang dianggapnya tidak lebih dari sapi perah.

Xi Jinping dan Donald Trump

Berkenaan dengan resistensi Cina terhadap tekanan ekonomi AS, sulit membayangkan bahwa Trump dapat memajukan kebijakannya terhadap Cina di KTT G20 Osaka. Sikap Trump yang mundur dalam menghadapi Cina dalam KTT ini menunjukkan bagaimana Washington mengabaikan pengenaan tarif baru untuk barang-barang Cina. Ini adalah tanda yang jelas akan terikatnya tangan AS menghadapi Cina. Sebelum penyelenggaraan KTT G20 Osaka diselenggarakan, Trump mengancam kan mengenakan biaya atas semua impor barang dari Cina, tapi ternyata di sela-sela pertemuan KTT G20, Trump memutuskan untuk membatalkan keputusannya itu ketika melakukan pertemuan bilateral dengan Xi Jinping.

Poin penting dari TT G20 tahun ini dapat dilihat dari kemampuan dan keinginan Cina dan negara-negara lain untuk menentang kebijakan sepihak AS. Tidak seperti KTT G20 tahun lalu, Donald Trump pada pertemuannya berusaha menunjukkan dirinya dengan cara yang fleksibel dan siap bernegosiasi. Sebagai contoh, Trump pada pertemuan dengan mitranya dari Turki, menyalahkan pemerintah Amerika sebelumnya terkait kasus pembelian sistem S-400 Turki dari Rusia. Menurutnya, bila pemerintah Obama sejak awal memberikan sistem anti rudal Patriot AS ke Turki, maka Ankara tidak akan pergi ke Rusia untuk membeli sistem pertahanan.

Sementara dalam pertemuan Trump dengan timpalannya dari Cina, Trump, kita tidak mendengar presiden Amerika Serikat menggunakan bahasa agresif dan brutal. Kondisi yang sama, termasuk konsensus negara-negara yang menentang kebijakan sepihak Amerika Serikat, telah membuat Trump lebih berhati-hati dalam mengikuti KTT G20 kali ini dan menahan diri imtil todal secara terbuka menyerang kebijakan yang disepakati kelompok ini.

Singkatnya, pertemuan kelompok G20 tahun ini, berbeda karena mayoritas anggota kelompok menentang Amerika Serikat. Tentu saja, faktanya adalah bahwa dengan munculnya Donald Trump untuk pemilihan Amerika berikutnya dan kurangnya pencapaian kebijakan luar negeri pemerintahnya, perilaku Trump pada pertemuan dua hari G20 lebih merupakan perubahan taktis daripada perubahan strategis. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa KTT G20 masih sama dengan pertemuan tahun-tahun sebelumnya belum menghasilkan capaian luar biasa dengan berbagai alasan dan, termasuk pandangan yang berbeda dari anggota tentang berbagai masalah.

Tags