Dalam Pandangan Iran, AS Faktor Utama Masalah di Asia Barat
Penjabat Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran menganggap pendekatan Amerika yang bermusuhan dan bias terhadap isu-isu Asia Barat sebagai hambatan utama terhadap permasalahan di kawasan.
Penjabat Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri Kani, yang pergi ke New York untuk berpartisipasi dalam sidang Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Timur Tengah dan Palestina, dalam sebuah wawancara dengan CNN mengatakan, Pendekatan AS terhadap isu-isu regional seperti negosiasi nuklir Iran ( JCPOA), invasi Zionis ke Jalur Gaza dan kasus-kasus lainnya menunjukkan bahwa Washington bukan hanya tidak dapat menjadi bagian dari solusi, tapi justru merupakan hambatan utama dalam menyelesaikan permasalahan di kawasan ini.
Bagheri menambahkan, Pendekatan Amerika yang terpolitisasi, standar ganda dan salah telah membuat upaya internasional untuk mengakhiri krisis Gaza dan krisis lain di kawasan seperti Afghanistan, Suriah dan Yaman masih belum terselesaikan. Berdasarkan pandangan Republik Islam dan banyak negara, dukungan Amerika terhadap kejahatan Zionis dan mengabaikan penindasan terhadap Palestina saat ini menunjukkan standar ganda Barat terhadap isu Palestina dan kemunafikan mereka di bidang hak asasi manusia.
Di bagian lain wawancara ini, Penjabat Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran menjelaskan bahwa Iran masih menjadi anggota JCPOA dan berkomitmen untuk merevitalisasi perjanjian nuklir tahun 2015 dengan negara-negara anggota 5+1.
Menurutnya, Di sisi lain, dengan menarik diri dari JCPOA, Amerika sekali lagi membuktikan ketidaksetiaannya terhadap negara-negara dan perjanjian-perjanjian penting regional dan internasional.
Sebenarnya, Amerika Serikat dan negra-negara Barat telah menggunakan setiap kesempatan untuk mengganggu proses program nuklir damai Iran, dan bersikap menentang dengan kewajiban dan tugas mereka yang telah mereka janjikan dalam negosiasi nuklir dengan Iran dan JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif), di mana sampai sekarang belum dilakukan.
Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) merupakan perjanjian internasional mengenai program nuklir Iran antara negara-negara kelompok 5+1 (Amerika, Rusia, Cina, Prancis, Inggris dan Jerman) dan Iran pada tanggal 14 Juli 2015 di Wina, Austria.
Namun, pemerintah AS yang dipimpin oleh Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir itu pada 8 Mei 2018 dan melancarkan kampanye tekanan maksimal terhadap Iran.
Setelah Trump, pemerintahan Presiden AS Joe Biden, bertentangan dengan janji pemilunya untuk mengubah sikap dalam JCPOA, ternyata mengikuti kebijakan yang sama terhadap Iran seperti yang dilakukan pemerintahan Trump.
Tindakan Biden dalam memperpanjang keadaan darurat terhadap Iran menunjukkan pendekatan nyata Amerika terhadap Iran, yaitu kelanjutan permusuhan terhadap bangsa Iran.
Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 dan berdirinya Republik Islam di Iran, Amerika Serikat sebagai pemimpin Blok Barat yang selalu berusaha memainkan peran hegemoni di kawasan Asia Barat mengambil tindakan bermusuhan terhadap Iran dan mencoba menggulingkan Sistem Republik Islam Iran sebagai kebijakan utama.
Di sisi lain, Tehran berulang kali menegaskan bahwa AS harus membatalkan seluruh sanksi terhadap Iran sebelum kembali ke JCPOA.
Pembatasan terhadap program nuklir damai Iran berada dalam situasi di mana Amerika Serikat dan pemerintah Barat yang hadir dalam JCPOA wajib memenuhi kewajibannya berdasarkan perundingan nuklir.
Menurut ketentuan JCPOA, sanksi terhadap Iran harus dicabut sejak hari penerapannya, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, berbagai pemerintah AS telah menerapkan sanksi sepihak terhadap Iran yang menyimpang dan mengabaikan masalah ini.
Faktanya, pengalaman 4 tahun terakhir menunjukkan bahwa meskipun ada klaim diplomasi, Gedung Putih tidak memiliki kemauan yang diperlukan untuk mengambil keputusan demi kembali ke JCPOA dan memberikan kompensasi atas kegagalan kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump terhadap Iran.
Dalam situasi seperti ini, Republik Islam Iran juga menegaskan bahwa setiap kali pihak lain memenuhi kewajibannya secara penuh, maka pihaknya akan melakukan tindakan timbal balik.(sl)