Pengacara Internasional: Zionis Hancurkan Upaya HAM yang Diupayakan Ratusan Tahun
Pars Today - Salah satu prinsip dasar hukum humaniter internasional adalah hanya anggota bersenjata yang terlibat dalam perang yang dapat dijadikan sasaran. Namun dalam serangan rezim Israel, warga sipil, termasuk dokter, jurnalis, dan pekerja rumah sakit, juga kehilangan nyawa.
Serangan tak terduga dan brutal yang dilakukan Israel terhadap perangkat komunikasi warga Lebanon beberapa hari terakhir mengejutkan dunia internasional. Menurut Pars Today, ledakan ribuan pager dan perangkat komunikasi di berbagai wilayah Beirut dan Suriah mengakibatkan puluhan kematian dan ribuan luka-luka. Korban luka-luka, sebagian kehilangan mata, dan ratusan orang masih dalam kondisi kritis.
Bisakah serangan-serangan mengerikan dan dahsyat ini dibenarkan oleh hukum internasional? Jawabannya jelas. Para ahli hukum internasional dengan jelas menyebut tindakan Israel ini sebagai kejahatan yang mengerikan. Pelanggaran yang jelas terhadap hukum kemanusiaan internasional, serangan Israel terhadap perangkat komunikasi Lebanon, yang beberapa di antaranya dimiliki anggota Hizbullah, tidak diragukan lagi merupakan sebuah pernyataan yang jelas. pelanggaran prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional.
Hukum humaniter internasional, yang bersumber dari Konvensi Jenewa dan keputusan Mahkamah Internasional, telah menetapkan aturan ketat untuk membatasi penderitaan akibat konflik bersenjata. Undang-undang ini menekankan prinsip pembedaan antara tujuan militer dan sipil serta tujuan militer dan sipil. Serangan yang merugikan sasaran sipil tanpa pandang bulu jelas dilarang.
Pelanggaran Prinsip Pembedaan dan Proporsionalitas
Para pengacara mengatakan bahwa serangan rezim Israel di Lebanon sangat melanggar prinsip Pembedaan. Menurut laporan yang ada, ledakan-ledakan ini dilakukan tanpa penyelidikan individu dan penargetan yang tepat.
Alonso Gurmendi-Dunkelberg, seorang peneliti ekonomi politik di London, menekankan bahwa untuk mematuhi hukum internasional, Israel harus memeriksa setiap perangkat komunikasi satu per satu untuk memastikan bahwa mereka hanya menyerang para pejuang. Bukan hanya penyelidikan yang tidak dilakukan, tapi ledakan terjadi secara bersamaan dan membabi buta di tempat berbeda.
Janina Dill, salah satu direktur Institut Etika, Hukum dan Konflik Bersenjata Universitas Oxford, menunjukkan kekhawatiran mengenai prinsip proporsionalitas. Dia mengatakan hampir mustahil untuk melakukan perhitungan proporsional terhadap ratusan ledakan yang terjadi secara bersamaan, dan serangan tersebut bukan hanya membahayakan warga sipil, tapi juga tidak dapat dipertahankan secara hukum. Pager yang meledak-ledak di rumah, toko, mobil, dan bahkan pemakaman menunjukkan tidak menghormati prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dalam perang.
Menargetkan Warga Sipil dan Tidak Mematuhi Militerisme yang Sah
Salah satu prinsip dasar hukum humaniter internasional adalah bahwa hanya anggota bersenjata dari pihak yang bertikai yang dapat menjadi sasaran. Namun dalam serangan rezim Israel, warga sipil, termasuk dokter, jurnalis, dan pekerja rumah sakit, juga kehilangan nyawa. Selain itu, anak-anak juga menjadi korban serangan brutal ini, termasuk Fatima Abdullah, putri seorang anggota Hizbullah yang berusia sembilan tahun.
Ellen Nohle dari Diakonia International Humanitarian Law Center memperingatkan bahwa seseorang tidak boleh menyerang orang yang tidak terlibat langsung dalam konflik. Dia menekankan bahwa tidak ada pembenaran untuk menargetkan warga sipil ini, meskipun mereka berafiliasi dengan Hizbullah.
Kejahatan-kejahatan ini juga jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebutuhan militer, yang menekankan bahwa penggunaan kekerasan hanya diperbolehkan sebatas “kebutuhan mutlak”.
Penggunaan Alat Peledak Rakitan, Pelanggaran yang Jelas
Penggunaan alat peledak rakitan, seperti yang terlihat dalam serangan terhadap pager dan perangkat komunikasi Lebanon, dilarang dari sudut pandang hukum internasional. Menurut Protokol Amandemen Kedua Konvensi Senjata Konvensional, yang juga ditandatangani oleh rezim Israel, penggunaan perangkap bahan peledak yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.
Andrew Clapham, penulis buku “War” dan seorang profesor di Geneva Graduate Institute, menekankan bahwa perangkat ini jelas dirancang untuk membunuh dan menyakiti, dan penggunaan semacam ini merupakan pelanggaran berat.
Ia juga menyatakan bahwa ledakan-ledakan ini dianggap sebagai “alat lain” menurut hukum internasional dan dianggap ilegal jika dilakukan oleh agen pemerintah atau orang-orang yang bertindak atas perintah mereka.
Kejahatan-kejahatan ini mengingatkan pada pembunuhan dan operasi rahasia rezim Israel di masa lalu yang tidak hanya melanggar kemanusiaan hak asasi manusia, tapi juga menunjukkan ketidakpedulian Israel terhadap hukum internasional dan etika perang. Komunitas internasional harus bereaksi tegas terhadap tindakan biadab yang merenggut nyawa warga sipil tak berdosa dan melanggar hukum dasar kemanusiaan.(sl)