Anggota NATO Berusaha Mendapat Dukungan Keberlanjutan AS atas Ukraina
Negara-negara anggota NATO dan sekutu utama Ukraina berusaha meyakinkan AS untuk tidak mengurangi dukungannya terhadap Ukraina. Dalam pertemuan itu, negara-negara NATO berusaha memastikan bahwa Donald Trump, presiden terpilih AS, tidak mengurangi dukungan negaranya terhadap Ukraina.
Dalam hal ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu pada hari Senin (11/11) dan membahas kemungkinan skenario kebijakan Amerika terhadap Ukraina.
Menteri Pertahanan Inggris John Healey juga mengatakan pada hari Senin bahwa ia mengharapkan Amerika untuk mendukung Ukraina sampai kemenangan penuh.
Kandidat Partai Republik Donald Trump memenangkan pemilihan umum presiden November 2024 dan akan memulai masa jabatan keduanya pada 20 Januari 2025.
Mengingat banyaknya kritik keras Trump terhadap kebijakan Washington terhadap perang Ukraina selama kampanye pemilunya, terutama pemberian bantuan militer dan senjata senilai puluhan miliar dolar, keprihatinan anggota NATO Eropa semakin meningkat dengan kebijakan pemerintahan Trump terhadap Ukraina yang dapat berdampak penting bagi masa depan Ukraina.
Trump mengkritik jumlah bantuan yang diberikan AS kepada Ukraina dan sebelumnya menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai penyalur bantuan terbesar di dunia.
Kekhawatiran terhadap pengurangan signifikan bantuan militer dan senjata AS ke Ukraina semakin meningkat, terutama terkait dengan beberapa posisi baru dari rombongan Trump.
Donald Jr., putra tertua Donald Trump, menerbitkan pesan di jejaring sosial yang mengancam dan mengejek Volodymyr Zelensky dengan mengatakan bahwa presiden Ukraina akan segera kehilangan "pensiunnya".
Selama kampanyenya, Donald Trump berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina jika dia memenangkan pemilihan umum presiden AS pada tahun 2024, dan pada bulan September mengumumkan bahwa dia akan bekerja sama dengan keduanya dalam kesepakatan yang akan menguntungkan Moskow dan Kiev .
Selama kampanye pemilunya, Trump juga berkali-kali mengumumkan bahwa ia dapat mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu 24 jam.
Meskipun dia tidak pernah menjelaskan bagaimana hal ini akan terjadi, dia tidak menutup kemungkinan bahwa Kiev mungkin harus menyerahkan sebagian wilayahnya untuk mengakhiri perang.
Namun, gagasan untuk segera mengakhiri perang di Ukraina atau gencatan senjata setelah Trump kembali ke Gedung Putih memiliki jalan yang sulit untuk menjadi kenyataan.
Janji Trump untuk mengakhiri perang di Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan anggota NATO di Eropa, khususnya Jerman.
Dalam hal ini, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius memperingatkan tentang kesepakatan antara presiden baru Amerika dan presiden Rusia untuk melaksanakan rencana perdamaian yang diinginkannya untuk Ukraina dan konsekuensi dari kesepakatan tersebut bagi Eropa.
Terlepas dari semua retorika Trump sebelumnya tentang perang di Ukraina, ia akan menghadapi dilema penting selama masa kepresidenannya.
Di satu sisi, kebijakan America First dan prioritas kepentingan ekonomi dalam negeri mendorongnya untuk mengurangi pengeluaran militer dan mencegah konflik internasional. Namun di sisi lain, kebijakan pelemahan Rusia masih menjadi salah satu strategi utama Amerika Serikat dan NATO untuk mempertahankan pengaruhnya di Eropa dan mencegah perluasan pengaruh Moskow.
Trump mungkin mencoba mengurangi peran Amerika dalam perang di Ukraina dengan mengambil kebijakan seperti mengurangi bantuan militer ke Ukraina atau memperkuat kemandirian Eropa di bidang pertahanan.
Meskipun kebijakan ini dapat mengurangi tekanan terhadap Rusia dalam jangka pendek, karena ketegangan dan konflik kepentingan yang ada, kecil kemungkinan keberhasilannya dan mungkin akan mendapat reaksi negatif dari Kongres dan bahkan sekutu Washington di Eropa.
Tidak boleh dilupakan bahwa ketegangan yang berujung pada perang di Ukraina pada Februari 2022 adalah akibat dari kebijakan Amerika pasca-Perang Dingin dan perselisihan selama beberapa tahun antara Moskow dan Washington mengenai keanggotaan Ukraina di NATO, kebijakan yang telah berubah seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, dan perubahan dalam pemerintahan Amerika dan partai yang berkuasa (termasuk pemerintahan pertama Trump) merupakan tren yang konstan.
Gagasan pemulihan hubungan dengan Rusia dan diakhirinya perang di Ukraina pada masa jabatan kedua Trump tampaknya lebih seperti mimpi daripada kenyataan.
Secara khusus, strategi makro AS dan Eropa untuk melemahkan Rusia dan mencegah perluasan pengaruh negara ini masih berlaku, dan Trump akan menghadapi hambatan serius dalam mencapai tujuan ini.
Oleh karena itu, kebijakan Washington dan sekutunya terhadap Rusia diperkirakan tidak akan mudah berubah meskipun Trump kembali berkuasa, dan tantangan geopolitik antara Amerika dan Rusia akan tetap ada.(sl)