Pendekatan Ganda Eropa terkait Perintah Penangkapan Pejabat Rezim Zionis
Penerbitan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Perang Yoav Gallant oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICJ) telah menimbulkan banyak dampak di tingkat global karena sifatnya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat penting.
Putusan ini mendapat reaksi yang kompleks dan kontradiktif di negara-negara Barat, yang hampir seluruh negaranya menjadi anggota mahkamah ini, kini menghadapi ujian yang berat. Namun, sikap negara-negara tersebut merupakan tanda lain dari pendekatan ganda Eropa terhadap isu ini.
Pada hari Kamis (21/11), Pengadilan Kriminal Internasional memerintahkan penangkapan Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri dan Menteri Perang Rezim Zionis, Yoav Galant, atas tuduhan melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan menggunakan kelaparan (starving the people of Gaza) sebagai senjata.
Ini adalah pertama kalinya pengadilan memerintahkan penangkapan pejabat Zionis.
124 negara menjadi anggota Pengadilan Kriminal Internasional dan 29 negara telah menandatangani perjanjian internasional terkait (Statuta Roma), tapi belum meratifikasinya dalam undang-undang domestik mereka.
Semua negara Eropa adalah anggota Statuta Roma dan telah menerima yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional.
Namun, negara-negara Eropa memberikan reaksi beragam mengenai apakah mereka bersedia menerapkan keputusan tersebut atau tidak.
Josep Borrell, Pejabat Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa menekankan dalam pesannya di X tak lama setelah keputusan ICJ bahwa keputusan ini mengikat dan harus dipatuhi.
Namun, negara-negara Eropa mengambil sikap berbeda dalam hal ini.
Meskipun Hongaria adalah anggota Uni Eropa, segera setelah putusan dikeluarkan, Hongaria mengumumkan bahwa mereka bukan hanya tidak akan melaksanakan putusan tersebut, tapi juga akan mengundang Netanyahu untuk mengunjungi Budapest.
Beberapa negara lain seperti Italia, Irlandia, Belgia, Belanda dan Norwegia telah mengumumkan bahwa mereka akan menghormati keputusan pengadilan dan menangkap Netanyahu jika dia mengunjungi negara mereka.
Namun beberapa negara lain belum secara jelas mengatakan bahwa mereka akan menerapkan keputusan ini, juga tidak mengatakan bahwa mereka tidak akan menerapkannya. Jerman, sebagai anggota penting Uni Eropa, dan Inggris termasuk dalam kategori ini.
Surat kabar Zionis Jerusalem Post melaporkan bahwa pernyataan otoritas Jerman berarti Netanyahu tidak akan ditangkap jika dia mengunjungi negara ini.
Surat kabar ini menulis, Karena hubungan Jerman yang rumit dengan Israel dan kategori anti-Semitisme, pihak berwenang Jerman mengatakan bahwa sulit bagi mereka untuk menerima bahwa negara ini akan melaksanakan keputusan Pengadilan Den Haag.
Stefan Hebestreit, Juru Bicara Pemerintah Federal Jerman mengatakan, Sulit bagi saya membayangkan penangkapan akan dilakukan di Jerman berdasarkan putusan ini.
Inggris mengambil posisi yang mirip dengan Jerman dan selain mengklaim untuk menerapkan keputusan Pengadilan Kriminal Internasional, tidak menjelaskan secara transparan apa yang akan dilakukan London dengan kasus ini.
Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy ketika menjawab pertanyaan mengenai hal ini, tanpa secara eksplisit menyatakan apa yang akan dilakukan London dalam kasus khusus ini, mengatakan, Kami termasuk di antara penandatangan Statuta Roma dan kami selalu memenuhi kewajiban kami berdasarkan hukum internasional dan hukum manusia internasional.
Setelah sikap tersebut, pada hari Selasa (26/11), Menteri Luar Negeri Italia menarik kembali sikap negaranya sebelumnya mengenai pelaksanaan hukuman terhadap Netanyahu dan menyatakan keraguan tentang keberlakuan hukuman tersebut.
Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani mengatakan, Dari sudut pandang hukum, ada banyak keraguan tentang hukuman ini dan kemungkinan penerapannya. Karena secara teoritis, Netanyahu tidak akan pernah melakukan perjalanan ke negara yang memungkinkan untuk menangkapnya.
Sementara itu, Prancis sebagai negara terpenting kedua di Uni Eropa menolak menerapkan keputusan tersebut.
Mengabaikan perintah Pengadilan Kriminal Internasional untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Perang Yoav Galant, Kementerian Luar Negeri Prancis mengumumkan akan terus bekerja sama dengan otoritas rezim ini.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengklaim bahwa karena Tel Aviv tidak menandatangani undang-undang Pengadilan Kriminal Internasional, keputusan penangkapan para pemimpin rezim Zionis tidak sah.
Pada saat yang sama, Palestina telah menandatangani statuta pengadilan ini dan oleh karena itu, organisasi internasional ini dapat mengadili kejahatan yang dilakukan di berbagai wilayah Palestina.
Dengan demikian, negara-negara Eropa, khususnya negara-negara Uni Eropa, yang menurut standar organisasi ini harus mengambil posisi yang konsisten di bidang masalah politik luar negeri, terutama posisi yang diumumkan oleh Josep Borrell, Pejabat Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa telah berselisih pendapat mengenai surat perintah penangkapan Netanyahu dan Galant.
Masing-masing dari mereka mengambil posisi berbeda di bidang ini sesuai dengan kepentingan dan pandangannya.
Hal ini sekali lagi menunjukkan berlanjutnya pendekatan ganda Barat, termasuk Eropa, dalam bidang isu-isu penting seperti hak asasi manusia, terorisme dan penanganan kejahatan perang.(sl)