Nasib Partai Besutan Cendana di Pemilu 2019
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro meragukan Partai Berkarya akan mendulang banyak dukungan di Pemilu 2019.
Ia mengatakan, Partai Berkaya itu belum tentu menarik perhatian pemilih, meski ada Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto di dalam partai tersebut.
"Partai Berkarya dengan logo yang mirip Golkar apakah akan digemari? Ini akan menjadi pertanyaan tersendiri. Dengan menjadikan Tommy Soeharto sebagai ketuanya, apakah partai ini akan berjaya?" kata Zuhro saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Zuhro juga tak yakin, Partai Berkarya mampu mengikuti jejak Partai Nasdem yang mampu mendulang suara cukup baik pada Pemilu 2014 lalu. Ketika itu, Nasdem merupakan partai baru peserta pemilu.
Zuhro berpendapat, untuk partai baru di Pemilu 2019 perlu didukung kader yang memiliki figur ketokohan agar mampu menarik perhatian pemilih.
"Apakah pengaruh Cendana masih cukup kuat di akar rumput? Tampaknya tidak mudah untuk menyimpulkan bahwa jalan Partai Berkarya akan mulus. Mengingat secara nama belum dikenal luas dan tokoh-tokohnya belum cukup membumi," ucap Zuhro.
Partai dengan afiliasi keluarga Cendana berpotensi menggunakan memori perekonomian era Soeharto untuk menggaet perhatian masyarakat. Terutama di kalangan anak muda yang terputus dari pengalaman langsung era Orde Baru.
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menjelaskan ingat saja, pada era Presiden RI kedua, Soeharto, berbagai pembangunan seperti enam proyek Pembangunan Lima Tahun (Pelita) dan Repelita kurang lebih sukses membangun pondasi infrastuktur Indonesia.
Dus, citra Soeharto sebagai Bapak Pembangunan dapat digunakan lagi oleh partai-partai yang berafiliasi erat dengan sosok tersebut.
Partai yang dimaksud terutama dua partai baru yang masuk bursa Pemilihan 2019 nanti, yakni Partai Berkarya Indonesia yang mendaulat Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto sebagai Dewan Pembina Partai dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia atau Partai Garuda yang mengusung Ahmad Ridha Sabana, Presiden Direktur TPI sebagai ketua. "Yang ingin dibangkitkan adalah memori ekonomi Soeharto," jelas Titi kepada KONTAN, Selasa (20/2).
Tak lupa hal ini mengingatkan kita pada meme 'Enak Zamanku' yang diiringi foto Soeharto. Menurut Titi ini merupakan langkah gimmick politik yang bisa digunakan partai-partai tersebut untuk membangun momentum dan citra baik era Soeharto di mata anak muda.
Menurut Titi, partai-partai ini bisa menyasar pada anak muda yang terputus dengan pengalaman langsung beratnya hidup dan keterbukaan informasi pada zaman Orde Baru. Dus arah kampanye yang dibawakan bakal membawa cerita sukses ekonomi era Soeharto.
Namun bukan berarti partai tersebut bakal otomatis mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Jelas, memori masyarakat akan era serba tertutup Soeharto bisa menjadi kendala. Tak lupa, status kedua partai tersebut yang masih hijau bakal membebani kinerja dari sisi pengenalan dan proses kaderisasi anggota.
"Figur besar tidak otomatis berkontribusi pada partai kalau mereka tidak turun langsung ke lapangan, nanti akan lebih dilihat pada kemampuan dan militansi mereka di mata masyarakat," jelas Titi.
Sesuai dengan sejarahnya, Partai Berkarya rencananya ingin 'menjual' kenangan era Orde Baru. Logo partai ini hampir menyerupai logo partai yang pernah dipimpin Soeharto, Golkar.
Ketua Umum DPP Berkarya Neneng A. Tutty mengatakan pihaknya akan mendorong program di sektor pertanian seperti swasembada pangan akan dijual untuk menarik suara pemilih. Ia tak gentar bersaing dengan parpol lama yang punya pengalaman ikut pemilu.
Dengan 'jualan' keberhasilan era Orde Baru diyakini akan manjur mempromosikan partai. Terobosan program partai harus disosialisasikan kepada masyarakat.
"Memang Mas Tommy sebagai ketua dewan pembina ingin begitu. Tentunya swasembada pangan, energi pembangunan akan diteruskan," kata Neneng saat dihubungi VIVA, Senin, 19 Februari 2018. (Liputan6, Kontan, Vivanews)