Di Upacara Pengukuhan Presiden Raisi, Rahbar Tegaskan untuk Mempertahankan Nilai Revolusi
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam pada Selasa (03/08/2021) pagi, dalam sebuah upacara di Huseiniyah Imam Khomeini, mengukuhkan suara rakyat untuk jabatan Presiden baru Republik Islam Iran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai partisipasi aktif rakyat dalam pemilu dan terpilihnya sosok presiden pilihan rakyat, saleh dan memiliki rekam jejak cemerlang dalam tata kelola negara, sebagai tanda tekad bangsa untuk mengikuti jalan pencerahan Revolusi, yaitu: jalan keadilan, kemajuan dan kebebasan.
Sayid Ebrahim Raisi memasuki kampanye pemilu dengan slogan "Iran Kuat". Melawan korupsi menjadi salah satu tuntutan masyarakat saat ini seiring dengan efisiensi. Ini termasuk salah satu ciri khas yang ia miliki dalam catatannya selama beberapa tahun terakhir, dan kini sebagai ketua lembaga eksekutif, ia bertekad untuk melanjutkan di jalan yang benar ini.
Kondisi yang dihadapi dapat diperiksa dari dua dimensi.
Dimensi pertama, berbagai tujuan yang menjadi prioritas dalam program pemerintah periode ke-13 karena kekurangan serta masalah mata pencaharian dan ekonomi.
Dimensi kedua, perlu diupayakan untuk menggunakan seluruh kemampuan negara yang sangat strategis bagi keberhasilan pemerintah dan kemajuan tujuan Rencana Pembangunan Ketujuh. Sebagaimana disebutkan Pemimpin Besar Revolusi Islam dalam pidatonya, "Berbagai kapasitas ini di sektor minyak, air, tambang, dan negara-negara tetangga, serta yang lebih penting terkait potensi dan kreativitas para pemuda yang signifikan dan tersebar luas."
Rahbar mengingatkan, "Tidak diragukan lagi, masalah dapat diatasi dengan kapasitas ini dengan syarat mengenalnya dengan baik dan kemudian memanfaatkannya dengan upaya tak kenal lelah dan sepanjang waktu."
Tentu saja, ada hambatan di jalan ini. Tidak sedikit kesulitan dan bahkan sabotase.
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam pada Selasa (03/08/2021) pagi, dalam sebuah upacara di Huseiniyah Imam Khomeini, mengukuhkan suara rakyat untuk jabatan Presiden baru Republik Islam Iran.
Di bagian lain dari pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam merujuk pada isu perang propaganda musuh dan perang lunak melawan Iran, yang bertujuan untuk mendominasi opini publik masyarakat. Untuk melanjutkan perang propaganda ini, anggaran besar telah dialokasikan dan rencana subversif lunak akan muncul dari lembaga think tank musuh. Upaya ini tentu saja menunjukkan pentingnya nilai-nilai abadi Revolusi Islam.
Karena alasan inilah musuh terus-menerus berusaha meningkatkan tekanan maksimum pada bangsa dan sistem Republik Islam Iran dengan melemahkan cita-cita revolusi. Bagian penting dari perang propaganda ini dirancang untuk mencegah kaum muda dari negara dan revolusi. Seiring dengan pergerakan tersebut, tekanan ekonomi terhadap Iran tidak berhenti walau sejenak.
Ayatullah Khamenei dalam pidatonya baru-baru ini pada hari Idul Ghadir dalam pertemuan terakhirnya dengan presiden dan pejabat pemerintah periode ke12, menekankan perlunya menggunakan pengalaman Pemerintah Perode 12 dan 13 di masa depan. Rahbar menambahkan, "Pengalaman yang sangat penting dalam periode ini adalah tidak boleh percaya kepada Barat yang harus digunakan di masa depan. Oleh karena itu, rencana dalam negeri tidak boleh dibuat dengan syarat ikut dengan Barat, karena pasti akan gagal."
Sekarang, Sayid Ebrahim Raisi, sebagai presiden periode ketiga belas, telah memasuki bidang kerja dan usaha dalam tanggung jawab yang serius ini. Presiden menggambarkan pesan-pesan pemilu 18 Juni sebagai pencarian perubahan, pencarian keadilan, perang melawan kemiskinan, korupsi, diskriminasi dan perburuan rente, perlindungan nilai-nilai revolusi, kebutuhan untuk memecahkan masalah dan, singkatnya, mengubah kondisi yang ada.
Presiden Raisi mengatakan, "Masalah seperti inflasi 44%, meningkatnya likuiditas, meningkatnya utang pemerintah, defisit anggaran, pengangguran, dan masalah perumahan yang disebabkan oleh permusuhan serta beberapa inefisiensi internal perlu ditangani, dan orang-orang berharap kepercayaan mereka yang rusak dapat dipulihkan.
Presiden Sayid Ebrahim Raisi menekankan bahwa kita akan menghadapi masalah karena mengabaikan instruksi Rahbar. Menurutnya, "Kami akan berusaha untuk menghapus sanksi, tetapi saya tidak akan menggadaikan “taplak makan rakyat” kepada pihak asing." (SL)