Kunjungan Presiden Rusia ke Iran dan Agenda Lawatannya
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama delegasi tingkat tinggi tiba di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran pada hari Selasa, 19 Juli 2022 dan disambut menteri perminyakan negara ini.
Kunjungan tersebut bertujuan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketujuh Negara-Negara Penjamin Proses Astana guna membahas konflik Suriah dalam KTT teresbut. KTT ini diadakan di Tehran pada Selasa malam dengan kehadiran presiden Iran, Rusia dan Turki.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran, Rusia dan Turki telah menggunakan proses yang disebut sebagai "Proses Perdamaian Astana" untuk mengakhiri lebih dari 11 tahun konflik di Suriah. Iran dan Rusia mendukung pemerintah legal Bashar al-Assad, namun Turki mendukung beberapa kelompok penentang Suriah.
Presiden Rusia juga bertemu dengan mitranya di Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi dan Mitranya dari Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Dalam pertemuan Putin pada Selasa sore, Sayid Raisi mengatakan, pihak lain mengklaim memerangi terorisme, tetapi kerja sama kami dengan Rusia menunjukkan bahwa kami menepati janji kami.
"Setelah pertemuan di Moskow dan Ashgabat, proses kerjasama berkembang. Keinginan Iran dan Rusia untuk mengembangkan kerja sama sangat signifikan. Kerjasama dalam perang melawan terorisme telah mengarah pada keamanan kawasan. Yang lain mengaku memerangi terorisme, tetapi kerja sama kami dengan Rusia menunjukkan bahwa kami menepati janji kami," jelasnya.
Sementara itu Presiden Rusia mengatakan, saya sangat senang berada di "tanah ramah" Iran.
"Kerjasama kami berkembang di berbagai bidang. Kami dan Iran meningkatkan kerja sama kami di bidang keamanan internasional. Iran dan Rusia memiliki kontribusi besar dalam menyelesaikan krisis Suriah…," kata Putin.
Setelah bertemu dengan Presiden Iran, Putin bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Uzdma Sayid Ali Khamenei. Dalam pertemuan tersebut, Rahbar menekankan sikap Republik Islam Iran terkait penolakan terhadap agresi militer ke Suriah. Ayatullah Khamenei kepada Putin mengatakan, Amerika Serikat (AS) harus diusir dari wilayah timur Efrat (Furat) di Suriah.
"Masalah penting di Suriah adalah pendudukan wilayah subur dan kaya minyak di sebelah timur Efrat oleh AS. Masalah ini harus diselesaikan dengan mengusir mereka dari daerah tersebut. Republik Islam juga tidak akan pernah mentolerir kebijakan dan program yang mengarah pada penutupan perbatasan antara Iran dan Armenia," kata Ayatullah Khamenei.
Rahbar lebih lanjut menyinggung kerja sama antara Republik Islam Iran dan Rusia, dan mengatakan, kerja sama jangka panjang antara Iran dan Rusia sangat bermanfaat bagi kedua negara.
"Yang Mulia dan presiden kami sama-sama berorientasi aksi dan tindak lanjut, sehingga kerja sama kedua negara harus mencapai puncaknya pada periode ini. Barat sepenuhnya menentang Rusia yang kuat dan merdeka. Dalam kasus Ukraina, jika Anda tidak mengambil inisiatif, pihak lain akan menyebabkan perang dengan inisiatifnya sendiri. Jika jalan terbuka untuk NATO, mereka tidak mengenal batas, dan jika tidak dihentikan di Ukraina, mereka akan memulai perang yang sama beberapa waktu kemudian dengan dalih Krimea (Crimea)," tambahnya.
Ayatullah Khamenei menandaskan, AS menggunakn pemaksaan dan juga licik, dan salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya Uni Soviet adalah tertipu oleh kebijakan Amerika. Tentu saja, Rusia telah mempertahankan independensi dan kemerdekaannya selama waktu pemerintahan Anda.
Sementara itu Presiden Rusia mengatakan, tidak ada yang mendukung perang, dan hilangnya nyawa warga sipil adalah tragedi besar, tetapi dalam kasus Ukraina, perilaku Barat membuat kami tidak punya pilihan selain bereaksi.
Putin menjelaskan, pejabat beberapa negara Eropa mengatakan bahwa kami menentang keanggotaan Ukraina di NATO, tetapi kami menyetujuinya di bawah tekanan Amerika. Sikap ini menunjukkan kurangnya kedaulatan dan kemerdekaan mereka.
Dia menyinggung penyalahgunaan Amerika atas dolar sebagai alat untuk menerapkan sanksi dan merampok kekayaan negara-negara lain. Menurutnya, hal ini pada akhirnya akan merugikan mereka dan melemahkan kepercayaan dunia terhadap mata uang ini serta mendorong berbagai negara ke arah penggunaan mata uang pengganti.
"Sanksi terhadap Rusia merugikan Barat dan hasilnya adalah masalah seperti kenaikan harga minyak dan krisis pasokan pangan. Rusia dan Iran sedang merancang cara baru untuk menggunakan mata uang nasional dalam hubungan antara kedua negara," ujarnya.
Putin menegaskan, posisi dan sikap kami berdua dalam masalah Suriah, termasuk penentangan terhadap serangan militer di utara negara ini, sangat cocok satu sama lain. Wilayah timur Efrat harus berada di bawah kendali pasukan militer Suriah.
Putin menilai kerja sama kedua negara di berbagai sektor dan proyek mulai mengalami kemajuan.
"Iran dan Rusia tengah melancarkan perang bersama melawan terorisme, dan di bidang militer, kami berusaha mengembangkan kerja sama kedua negara dan juga kerja sama serta manuver trilateral dengan Cina," pungkasnya.
Putin juga berpartisipasi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketujuh Negara-Negara Penjamin Proses Astana yang berlangsung pada Selasa malam, 19 Juli 2022 di Aula Pertemuan Kepala Negara di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran.
Dalam jumpa pers pada KTT tersebut, Presiden Rusia mengatakan, dengan pertemuan ini, kami memiliki kesempatan untuk secara aktif bernegosiasi guna memastikan stabilitas di Suriah.
"Berkat kerja sama melalui proses Astana, tingkat kekerasan di Suriah telah menurun dan kami memiliki proses politik. Kami memiliki langkah-langkah untuk negosiasi politik bahwa Suriah dapat menentukan masa depannya tanpa campur tangan asing. Adalah penting bahwa Suriah siap untuk perjanjian ini. Kami prihatin dengan daerah-daerah yang berada di luar kendali pemerintah Suriah. Amerika mencuri sumber daya alam Suriah," kata Putin. (RA)