KTT BRICS di Johannesburg, Agustus 2023
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS berlangsung di Johannesburg, Afrika Selatan pada hari Kamis (24/8/2023).
Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi dan pemimpin dari 70 negara dunia hadir dalam KTT tersebut.
KTT BRICS akan membahas dan mencapai kesepakatan terkait tolok ukur, proses dan jadwal penerimaan negara-negara yang mengajukan proposal keanggotaan BRICS.
BRICS adalah nama kelompok yang dipimpin kekuatan ekonomi baru dunia yang sesuai dengan abjadnya terdiri dari Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan (Afsel).
Proses transformasi ekonomi dan industri anggota BRICS menunjukkan bahwa asas dari gerakan dan dasar ideologi pembentukan kelompok ini sebagai sebuah kelompok yang baru muncul adalah untuk memainkan peran di dunia multipolar masa depan, serta mengganggu sistem yang menguasai dunia internasional saat ini.
Pendekatan utama BRICS adalah memulihkan sistem finansial dan perbankan global, tekad serius dedolarisasi, fokus pada mata uang nasional, mengambil pendekatan politik anti-hegemoni serta menentang hegemoni Barat di berbagai lembaga dan struktur internasional.
Kini sebanyak 22 negara secara resmi telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota BRICS, dan 22 negara lain juga menunjukkan minatnya untuk bergabung dengan blok ini.
Kelompok BRICS kini memiliki seperempat produk nasional bruto dan sekitar sepertiga wilayah dunia. Para anggota kelompok ini ingin menciptakan kutub yang efektif dalam sistem moneter dan keuangan dunia dengan mendirikan Bank BRICS dengan modal awal 100 miliar dolar dan mencegah hegemoni dolar dalam perekonomian global. Selain itu, perdagangan dengan mata uang lokal dan negara anggota juga menjadi agenda BRICS.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan negara-negara berkembang seperti Iran mengajukan keanggotaan BRICS guna memperoleh bagian perdagangan global yang lebih besar dalam suatu lembaga yang berbasis pada dialog dan kemitraan.
Iran adalah salah satu negara pertama yang mengajukan keanggotaan BRICS. Faktor-faktor seperti produk domestik bruto, populasi, wilayah, cadangan sumber daya alam, peran politik dan keamanan di kawasan dan dunia, serta hubungan dengan negara-negara anggota merupakan beberapa kriteria untuk menerima anggota baru di BRICS.
Seluruh anggota BRICS mendukung dan menyambut baik keanggotaan Iran dalam kelompok ini, dan khususnya Cina dan Rusia telah menekankan perlunya keanggotaan negara-negara baru, dan menganggap Iran sebagai salah satu negara yang berpotensi untuk berpartisipasi dalam kelompok ekonomi ini.
Bagi Republik Islam Iran, yang baru-baru ini menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), bergabung dengan BRICS dianggap sebagai langkah untuk memperkuat hubungan politik dan komersial dengan organisasi regional;.
Dengan menjadi anggota BRICS, Iran dapat memperluas bisnisnya di Afrika dan Amerika Selatan melalui Afrika Selatan dan Brazil. Republik Islam Iran di bidang energi, transit, konstruksi, pembangunan jalan, dan kegiatan berbasis pengetahuan dan ekspor jasa teknis juga memiliki kemampuan dan kapasitas tinggi yang diminati anggota BRICS.
Dalam dimensi politik, kerja sama dan keanggotaan Iran dalam BRICS juga penting. Aliansi BRICS dibentuk tanpa partisipasi Eropa dan Amerika Serikat (AS), dan mengingat sanksi unilateral dan tekanan politik AS dan Eropa terhadap Iran, Tehran memandang BRICS, khususnya Cina, Rusia dan India sebagai pengganti Barat yang dapat mengurangi dampak sanksi dan tekanan politik tersebut.
Dia juga menyatakan bahwa Iran telah menempatkan hubungannya dengan negara-negara independen di dunia dalam agenda kebijakan luar negerinya.
"Tidak diragukan lagi, BRICS adalah kekuatan yang sedang berkembang di dunia saat ini, dan landasan Iran adalah kerja sama dengan kelompok ini. BRICS mempunyai kapasitas, dan di sisi lain kapasitas Iran juga menarik bagi kelompok ini, sehingga kapasitas ini dapat dimanfaatkan dengan baik melalui kerja sama timbal balik," kata Sayid Raisi.
Republik Islam Iran telah memperkuat poros penguatan hubungan politik dan komersial dengan negara tetangga dan sekutunya di timur. Suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuka perekonomian Iran dan melawan sanksi ekonomi AS.
Selama periode pemerintahan Sayid Raisi, kebijakan luar negeri Iran berupaya mengembangkan hubungan dan memperluas kerja sama internasional multilateral dengan negara-negara tersebut dalam bentuk upaya menjadi anggota organisasi regional dan internasional seperti Uni Ekonomi Eurasia dan SCO.
Kini, bergabung dengan BRICS dapat dianggap sebagai langkah diplomasi ekonomi Iran selanjutnya untuk meningkatkan hubungan multilateral internasional dan regional. (RA)