Menlu Iran: Perundingan dengan AS Hanya Bahas Nuklir dan Pencabutan Sanksi
(last modified Wed, 09 Apr 2025 14:34:31 GMT )
Apr 09, 2025 21:34 Asia/Jakarta
  • Menlu Iran Sayid Abbas Araghchi
    Menlu Iran Sayid Abbas Araghchi

Pars Today - Menteri Luar Negeri Iran, mengatakan tema perundingan hanya masalah nuklir dalam arti memberikan kepastian soal substansi damai program nuklir Iran, dan sebagai gantinya sanksi-sanksi dicabut.

Sayid Abbas Araghchi, dalam kunjungan ke Aljazair, selain bertemu dengan pejabat tinggi negara itu, Selasa (8/4/2025) malam melakukan pertemuan dengan sejumlah ilmuwan dan pegiat budaya serta media.

Pada kesempatan itu Menlu Iran, menjelaskan sikap asasi Iran, terkait berbagai masalah kebijakan luar negeri termasuk dukungan terhadap perlawanan, dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina, juga masalah nuklir Iran.

Menurut Araghchi, mengingat pendudukan tanah Palestina selama 70 tahun, dan proyek penghapusan rakyat Palestina, yang terus berlanjut sejak 17 bulan lalu dengan pembunuhan dan genosida luar biasa di Jalur Gaza dan Tepi Barat, serta serangan Israel ke Lebanon dan Suriah, dan keterlibatan rezim ini dalam agresi Amerika Serikat ke Yaman, maka dukungan atas perlawanan sah rakyat Palestina dan Lebanon adalah kewajiban hukum dan moral bagi semua negara.

Menlu Iran menekankan bahwa pengalaman delapan dekade terakhir menunjukkan tidak ada jalan lain selain perlawanan dalam menghadapi perang yang dilancarkan Israel.

Pada saat yang sama, Araghchi memprotes keras dukungan dan keterlibatan AS serta beberapa negara Barat lain dalam genosida rakyat Gaza, dengan bantuan senjata, dana, dan politik atas Israel.

Ia juga menekankan solidaritas dan persatuan umat Islam, untuk membela Palestina, serta negara-negara Muslim lain di hadapan serangan Rezim Zionis Israel.

Terkait masalah nuklir, Menlu Iran, dengan menyinggung perkembangan terkini dan kesiapan Iran, untuk melakukan perundingan tidak langsung dengan AS mengatakan, "Perundingan mendatang di Muscat, Oman, adalah peluang baru bagi diplomasi sekaligus ujian untuk mengukur keseriusan AS yang punya rekam jejak panjang dalam pelanggaran komitmen dan unilateralisme." (HS)