Tiga Distorsi Penulis The National tentang Iran Masa Kini
Situs The National dalam artikelnya tertanggal 12 November meninjau perubahan pendekatan Republik Islam Iran dalam penggunaan simbol-simbol sejarah dan mitologi dengan klaim penguatan nasionalisme setelah perang terbaru dengan Israel.
Tehran, Parstoday, penulis artikel tersebut berjudul “Iran dan Kembali ke Sejarah Kuno untuk Memperkuat Nasionalisme setelah Perang dengan Israel” berusaha menjelaskan perkembangan terbaru Iran dalam kerangka kembali ke sejarah kuno dan nasionalisme.
Artikel ini memuat distorsi yang memberikan gambaran keliru mengenai realitas Iran masa kini. Tiga distorsi utama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mereduksi nasionalisme menjadi alat politik semata
Penulis mengklaim bahwa Republik Islam hanya beralih kepada nasionalisme karena berkurangnya daya tarik Islamisme tradisional. Klaim ini bersifat menyesatkan.Pertama, dalam pandangan Revolusi Islam, kecintaan terhadap tanah air adalah sesuatu yang terpuji. Dalam Republik Islam Iran, kecintaan pada tanah air — bukan nasionalisme — bukan sekadar alat politik, tetapi bagian dari identitas budaya dan sejarah masyarakat.
Penggunaan simbol-simbol kuno seperti Shapur I atau Arash Kamangir bukan sekadar reaksi politik, tetapi cerminan keterikatan mendalam masyarakat dengan warisan sejarah Iran. Pada kenyataannya, patriotisme Iran selalu hadir berdampingan dengan Islamisme, dan kombinasi kedua identitas ini membentuk struktur pemikiran Republik Islam.
2. Mengabaikan peran rakyat dalam mereproduksi simbol-simbol sejarah
Penulis mengesankan bahwa penggunaan simbol kuno adalah proyek pemerintah semata. Ini merupakan penyimpangan, karena rakyat Iran sendiri secara luas berperan dalam menjaga dan mereproduksi simbol-simbol tersebut.
Perayaan Nowruz, atau kecintaan masyarakat terhadap Kurosh Kabir, Persepolis, dan simbol-simbol sejarah lainnya menunjukkan bahwa nasionalisme kuno bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas, tetapi memiliki akar kuat dalam budaya masyarakat.
Meski kini perhatian terhadap simbol-simbol tersebut meningkat — seperti pemasangan patung Valerian berlutut di hadapan Shapur I di Teheran — namun landasan sosialnya telah lama ada.
3. Menyajikan gambaran tunggal dan negatif tentang pandangan sistem terhadap sejarah kuno
Penulis berupaya menunjukkan bahwa Republik Islam selalu menekan sejarah kuno lalu tiba-tiba berubah haluan. Ini merupakan gambaran yang terdistorsi.Pandangan Republik Islam terhadap sejarah kuno bersifat dua sisi: mengkritik aspek-aspek despotik, tetapi menerima pencapaian budaya dan artistiknya.
Ayatullah Khamenei telah beberapa kali menyinggung nilai seni dan arsitektur Iran kuno, sambil menekankan aspek moral dan spiritual Islam. Dalam perjalanan beliau ke Provinsi Fars pada tahun 1387 (2008), beliau menekankan pentingnya memperkenalkan relief Valerian berlutut di hadapan Shapur I kepada masyarakat. Beliau juga menegaskan bahwa bangsa-bangsa lain sering menciptakan “kehormatan sejarah palsu”, sedangkan Iran memiliki kehormatan sejarah nyata yang memperkuat kepercayaan diri nasional.
Karena itu, langkah-langkah terbaru terkait perhatian terhadap warisan sejarah bukan perubahan mendadak, tetapi kelanjutan dari pendekatan gradual dan kombinatif tersebut.
Kesimpulan
Analisis The National mengandung tiga distorsi besar antara lain :mereduksi nasionalisme menjadi alat politik, mengabaikan peran masyarakat, dan menyajikan gambaran seragam serta negatif mengenai sikap Republik Islam terhadap sejarah kuno.
Distorsi-distorsi ini membuat gambaran Iran masa kini tampak tidak lengkap dan bias, padahal kenyataannya lebih kompleks: patriotisme Iran berakar dalam budaya umum, berpadu dengan Islamisme, dan juga hadir dalam kebijakan resmi sebagai bagian dari identitas nasional.(PH)