Strategi AS Menghancurkan Kesepakatan Nuklir Iran
Kepala Badan Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi mengatakan, Amerika Serikat ingin menghancurkan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dengan mengorbankan Iran.
Hadir dalam program Negah-e Yek di TV-1 IRIB, Minggu (5/11/2017) malam, Salehi menilai sikap Amerika terkait kesepakatan nuklir tidak tepat dan negara itu tidak bisa dipercaya.
Komentar kepala Badan Energi Atom Iran mengenai masa depan JCPOA menyinggung dua poin penting. Pertama, kesepakatan nuklir tidak lahir dari rasa percaya dan Iran juga tidak mempercayai AS. Dan kedua, pernyataan Ali Akbar Salehi merupakan analisa tentang perilaku dan tujuan AS melanggar kesepakatan nuklir.
Dari cara AS memperlakukan JCPOA, negara itu ingin mengirim pesan kepada masyarakat internasional bahwa mereka tidak seharusnya mempercayai Washington.
Masyarakat internasional sudah menyaksikan beberapa kasus yang membuktikan bahwa AS tidak bisa dipercaya. AS sudah menarik diri dari UNESCO, memutuskan mundur dari Perjanjian Iklim Paris, dan menghindari pelaksanaan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Tentu, ini bukan keputusan yang menguntungkan Washington.
Dalam hal ini, Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Joseph Dunford mengatakan, penarikan sepihak AS dari JCPOA akan merusak kredibilitas Washington dalam perjanjian dengan negara-negara lain di dunia.
Pelanggaran JCPOA oleh AS dengan dalih apapun adalah tindakan yang menyeret masyarakat internasional pada tantangan baru. Salah satu tantangan ini adalah runtuhnya prinsip kepatuhan pada tingkat global yang merugikan seluruh dunia.
Dalam merespon ambisi Presiden AS Donald Trump untuk merobek kesepakatan nuklir, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menegaskan, "Selama pihak lawan tidak merobek kesepakatan nuklir, Iran juga tidak akan merobeknya. Tapi jika mereka merobek JCPOA, Republik Islam akan menghancurkan itu."
Saat ini, AS menghadapi tantangan bahwa aksi langsung terhadap JCPOA akan dianggap sebagai tindakan yang menghancurkan sebuah dokumen internasional. Dalam hal ini, AS harus menanggung biaya atas penentangan dunia terhadap kebijakan tidak rasional Washington dan pengucilan negara itu di kancah internasional.
Vladimir Yurtaev, Direktur Pusat Riset Asia-Afrika di Peoples' Friendship University of Russia, percaya bahwa Iran akan menang dalam kasus apapun, bahkan jika Presiden Trump membatalkan kesepakatan nuklir dengan Tehran.
Oleh karena itu, AS sedang berusaha untuk memaksa Iran mengambil langkah pertama keluar dari JCPOA; sebuah langkah yang menurut perhitungan AS, biaya menghancurkan kesepakatan nuklir akan dibayar oleh Iran. (RM)