Keharusan Melawan Kebijakan Destruktif AS
(last modified Fri, 17 May 2019 09:21:21 GMT )
May 17, 2019 16:21 Asia/Jakarta
  • Menlu RII Mohammad Javad Zarif.
    Menlu RII Mohammad Javad Zarif.

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif mengunjungi Jepang pada hari Kamis, 16 Mei 2019.

Dalam kunjungan ini, Zarif membicarakan perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) dan kebijakan merusak yang diterapkan Amerika Serikat di kawasan Asia Barat, dengan para pejabat senior Jepang.

Usai bertemu dengan para pejabat tinggi Tokyo, Menlu Iran kepada wartawan mengatakan dunia yang beradab harus melawan intimidasi rezim AS terhadap mereka yang mentaati peraturan dan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Pasca keluarnya AS dari perjanjian nuklir JCPOA dan langkah-langkah destruktif Washington dalam setahun terakhir ini, Menlu Iran meningkatkan dialog dengan negara-negara penting dan berpengaruh untuk mencegah meningkatnya ketegangan.

Kebijakan tersebut bukan berarti mengabaikan kepentingan nasional Iran, namun bersamaan dengan memprioritaskan peran penting diplomasi, pemerintah Tehran juga mempertahankan kepentingan dan kemaslahatan nasional Republik Islam.

Iran selalu menentang ketegangan di kawasan strategis Asia Barat. Langkah baru Republik Islam dalam konteks JCPOA dan kunjungan Zarif ke negara-negara Asia menunjukkan pendekatan kontruktif Iran sebagai negara yang bertanggung jawab di arena global.

Kebijakan berprinsip Iran dalam urusan luar negeri adalah dialog konstruktif untuk menyelesaikan persoalan penting dan menghormati hukum dan peraturan internasional serta Piagam PBB.

Komitmen Iran untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam JCPOA di saat AS melakukan langkah yang paling merusak terhadap kesepakatan internasional ini menunjukkan peran konstruktif Republik Islam di kancah dunia.

Peningkatan tekanan terhadap rakyat Iran, provokasi dan gerakan ke arah peningkatan ketegangan di Asia Barat serta ancaman hukuman dan sanksi terhadap negara-negara yang ingin bekerja sama dengan Iran merupakan indikasi dari intimidasi AS, di mana perilaku ini menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan global.

Menyusul berkuasanya Donald Trump di Gedung Putih, misi undang-undang, peraturan dan kesepakatan internasional serta tatanan multilateralisme sedang menghadapi ancaman serius. Oleh karena itu, perlawanan terhadap perilaku Trump ini adalah penting dan perlu.

Kebijakan pemerintahan Trump terhadap Iran adalah murni politis, di mana keluarnya AS dari JCPOA setahun lalu adalah salah satu tandanya. Terkait hal ini, kepala komite informasi, urusan luar negeri dan angkatan bersenjata di DPR AS dalam sebuah surat kepada Menlu Mike Pompeo mengungkapkan kekhawatiran atas penyalahgunaan dan politisasi data dan informasi mengenai Iran. Disebutkan bahwa Kemenlu AS sering mempolitisasi data tentang Iran.

Bernie Sanders dan Chris Van Hollen, dua senator Amerika dalam sebuah pesan kepada Trump mengatakan, perilaku pemerintah AS tentang Iran akan memperoleh hasil yang sebaliknya. Senator Demokrat Tim Kaine juga mengatakan, kami yakin bahwa berperang dengan Iran adalah akan menjadi sebuah kebodohan.

Penentangan tersebut menunjukkan bahwa dalam internal Amerika, ada pejabat-pejabat yang telah memahami perilaku desktruktif Trump dan timnya. Gerakan terbaru AS di kawasan Asia Barat juga dilakukan berdasarkan data yang salah. Padahal menurut media Amerika sendiri, persiapan Iran di kawasan adalah murni pertahanan.

Wall Street Journal mengutip pejabat pemerintahan Trump menulis, informasi baru tentang Iran menunjukkan bahwa para pejabat Washington salah dalam menafsirkan perilaku Tehran, di mana langkah Iran yang diidentifikasi sebagai ancaman adalah memiliki sifat defensif.

Yang pasti, di antara tujuan kunjungan Menlu Iran ke negara-negara penting di Asia seperti India, Jepang dan Cina adalah penjelasan dan pencerahan tentang langkah-langkah sebenarnya pejabat AS dan beberapa pendukung Washington di Asia Barat dan meyakinkan negara-negara dunia untuk mengambil posisi jelas dan tegas terhadap perilaku desktruktif Amerika. (RA)

Tags