Iran Aktualita 31 Agustus 2019
Transformasi Iran sepekan terakhir diwarnai oleh sejumlah isu penting di antaranya peringatan syahadah Rajai dan Bahonar, pernyataan Presiden Rouhani soal JCPOA dan bahwa Iran tidak ingin kobarkan tensi dengan dunia serta perjalanan Menlu Zarif ke Cina, Jepang dan Malaysia.
Syahadah Rajai dan Bahonar
Tanggal 8 Shahrivar 1360 HS yang bertepatan dengan tanggal 30 Agustus, Mohammad Ali Rajai, Presiden Iran dan Mohammad Javad Bahonar, Perdana Menteri Iran pada waktu itu, gugur syahid akibat ledakan bom di kantor Perdana Menteri di Teheran.
Peledakan bom ini dilakukan oleh kelompok teroris Mujahidin al-Khalq.
Syahid Rajai memulai aktivitas sosialnya dengan menjadi guru. Bersamaan dengan melakukan tugasnya sebagai guru, beliau juga aktif berjuang melawan rezim despotik Shah Pahlevi. Akibatnya, Rajai harus berkali-kali dipenjara dan mengalami berbagai kesulitan besar. Setelah kemenangan Revolusi Islam dan Republik Islam Iran berdiri, Rajai menjabat posisi menteri pendidikan dan pengajaran, anggota Majelis Perwakilan Islami, perdana menteri, dan terakhir menjadi presiden.
Ketika Syahid Rajai menjabat sebagai Presiden, posisi perdana menteri dipegang oleh Doktor Bahonar. Doktor Bahonar adalah seorang ruhaniwan Islam dan pejuang garis depan dalam melawan rezim Shah.
Setelah syahidnya kedua pemimpin besar Iran yang sangat dikenal keikhlasan dan kerendahhatiannya ini, Imam Khomeini menyatakan, "Keutamaan kedua syahid ini adalah karena mereka pemimpin yang selalu bersama dengan rakyatnya."
Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran pada 1979 hingga sekarang lebih dari 17.000 warga biasa dan pejabat Iran yang gugur syahid oleh kelompok teroris Munafikin dan seluruh kelompok teroris yang didukung Barat.
Rouhani: Kami Masih Bisa Kurangi Komitmen Iran dalam JCPOA
Pekan lalu, Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani mengatakan Tehran masih bisa mengurangi komitmennya lebih lanjut di bawah perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama).
"Meskipun kami telah mengurangi komitmen kami di bawah JCPOA dalam dua fase, namun kami masih bisa mengurangi komitmen kami lebih jauh. Meski demikian, kami selalu memberikan kesempatan dua bulan di antara setiap langkah sehingga diplomasi memiliki kesempatan untuk dilakukan," kata Rouhani dalam pidatonya di konferensi pencapaian pemerintah dalam pembangunan infrastruktur pedesaan di Tehran pada hari Senin pekan lalu (26/8/2019).
Dia menegaskan, ketika kami mengurangi kewajiban kami berdasarkan JCPOA, kami juga membalas tindakan pihak-pihak yang terkait.
Kami, lanjut Rouhani, menerima bahwa musuh menekan negara kami, dan kami melawannya untuk mencapai tujuan, minat, keamanan, martabat dan kebesaran kami.
"Keinginan rakyat kami adalah untuk mencapai martabat, kehormatan, dan kemerdekaan. Kami tidak bosan dengan ini, dan kami menikmatinya, dan tentu saja kami menggunakan semua fasilitas yang kami miliki untuk menyelesaikan masalah," pungkasnya.
Rouhani: Iran tidak Ingin Kobarkan Tensi dengan Dunia
Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani seraya menjelaskan bahwa Tehran tidak ingin mengobarkan tensi dengan dunia menekankan, Iran menghendaki keamanan regional dan global serta kerja sama dengan negara-negara tetangga.
Hassan Rouhani Selasa pekan lalu (27/08/2019) di acara peresmian proyek pembangunan 110 ribu rumah di Tehran seraya menjelaskan bahwa tidak ada negara yang mampu mengalahkan Iran menambahkan, mereka yang mensanksi bangsa Iran dengan terorisme ekonomi harus kembali ke komitmen dan berbalik dari jalan salah yang mereka tempuh, serta mengakui secara resmi hak bangsa Iran dengan penghormatan.
"Tidak akan tercipta perubahan di hubungan Iran-Amerika tanpa pencabutan sanksi dan hubungan bermusuhan," papar Rouhani.
Presiden AS juga mengisyaratkan klaim AS bahwa Iran ingin memproduksi senjata nuklir dan menjelaskan, Iran tidak pernah ingin membuat senjata pemusnah massal dan doktrin militer Republik Islam Iran berdasarkan senjata konvensional.
"Kebijakan Iran ini bukan karena takut terhadap musuh, tapi karena keyakinan, moral dan fatwa Rahbar atau pemimpin besar revolusi Islam," tandas Rouhani.
Presiden Iran di kesempatan tersebut juga menyinggung berlanjutnya perundingan Tehran dengan pihak-pihak yang tersisa di JCPOA dan mengatakan, pihak lain di kesepakatan nuklir kembali kepada komitmennya, Iran juga akan melaksanakan komitmennya di JCPOA.
Kunjungan Zarif ke Cina, Jepang dan Malaysia
Pekan lalu, tepatnya hari Ahad, 25 Agustus, Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran memulai kunjungannya ke Cina, Jepang dan Malaysia dalam rangka diplomasi aktif dan seimbang Republik Islam Iran.
Membahas hubungan bilateral serta masalah regional dan internasional penting termasuk salah satu topik dari konsultasi menteri luar negeri Iran dengan para pejabat Cina, Jepang dan Malaysia.
Dalam tujuan strategis perjalanan ini, selain aspek politik, masalah pertukaran perdagangan dan ekonomi juga penting mengingat perluasan diplomasi ekonomi Iran. Secara khusus, Cina, Jepang, dan Malaysia adalah mitra dagang minyak dan gas yang penting.
Zarif di Cina
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif dan sejawatnya dari Cina sepakat untuk memperdalam dan meningkatkan hubungan bilateral di sektor politik, ekonomi, perdagangan, budaya dan energi.
Sebelumnya, saat akan bertolak ke Beijing, Zarif di laman Twitternya menulis, kami akan menyampaikan peta jalan 25 tahun untuk merealisasikan partisipasi strategis dan komprehensif Iran-Cina serta keterlibatan aktif dalam strategi pembangunan "Satu Sabuk-Satu Jalan".
Seperti dilaporkan IRNA, selama pertemuan Zarif dan sejawatnya dari Cina Senin pekan lalu (26/08/2019) di Beijing, kedua pihak membahas isu-isu penting bilateral, regional dan internasional.
Menlu Iran dalam pertemuan dengan sejawatnya dari Cina, Wang Yi juga menekankan perluasan hubungan strategis dan jangka panjang di semua bidang di antara kedua negara.
Kerja sama Iran dan Cina dilihat dari dua sisi dinilai sangat penting, pertama dilihat dari sisi perluasan hubungan strategis kedua negara.
Pasca penandatanganan kesepakatan nuklir Iran, JCPOA, Iran dan Cina memperluas kerja samanya di tiga level makro, politik-ekonomi, keamanan-pertahanan, dan geopolitik-strategi.
Dalam hal ini, kunjungan Presiden Cina, Xi Jinping bersama delegasi tinggi negara itu ke Iran, tidak lama setelah implementasi JCPOA, untuk menyusun sebuah dokumen strategis 25 tahun Iran-Cina, dan penandatanganan 17 nota kerja sama yang menambah volume transaksi perdagangan dua negara 25 tahun mendatang hingga level 600 miliar dolar, adalah buktinya.
Kedua dilihat dari sisi urgensitas hubungan Tehran-Beijing dengan memperhatikan posisi Cina di kancah internasional sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Statemen Menlu Cina saat bertemu Zarif mengkonfirmasi hal ini. Wang Yi dalam pertemuan dengan Zarif menegaskan multilateralisme, urgensi kepatuhan pada kesepakatan internasional dan menjaga kedudukan DK PBB. Ia menuturkan, Cina akan mendukung setiap upaya yang dapat menurunkan ketegangan dan meningkatkan stabilitas serta keamanan kawasan.
Wang Yi juga menyinggung JCPOA dan mengatakan, hak legal Iran dalam JCPOA, dan kepentingan ekonomi yang lahir dari kesepakatan itu, harus terjamin.
Zarif di Jepang
Iran dan Jepang memiliki sejumlah kepentingan bersama terkait keamanan pasar energi dan stabilitas kawasan Teluk Persia.
Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono, Selasa pekan lalu (27/8/2019) saat jumpa pers bersama Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif di Tokyo mengatakan, kami khawatir dengan ketegangan yang terjadi di Timur Tengah, dan kami berharap upaya-upaya diplomatik dilakukan untuk menurunkan ketegangan ini.
Meski tidak terlibat langsung dalam kesepakatan nuklir multilateral, JCPOA, namun Jepang sebagai negara kuat di bidang ekonomi dan politik, secara terbuka menunjukkan bahwa dirinya memahami dengan baik pentingnya komitmen pada JCPOA dan menjaga stabilitas serta keamanan kawasan.
Kenyataannya, dampak destruktif aksi sepihak Amerika Serikat tidak mengenal batas, dan jika Eropa serta negara-negara lain seperti Cina, Jepang, Rusia dan India berdiri melawan aksi sepihak Amerika dan mengumumkan penentangannya, maka aksi itu tidak mudah untuk dilanjutkan Washington.
Sekarang bahkan sekutu-sekutu terdekat Amerika sendiri memprotes pelanggaran aturan internasional yang terus dilakukan negara itu.
Sementara itu, Duta Besar Iran untuk Jepang mengatakan, dengan maksud untuk meningkatkan volume transaksi perdagangan Tehran-Tokyo, arus perputaran uang dua negara akan dipermudah.
Dubes Iran untuk Jepang, Morteza Rahmani Movahed, bersamaan dengan lawatan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif ke Tokyo menuturkan, saat ini hubungan ekonomi dua negara berada di bawah pengaruh terorisme ekonomi Amerika Serikat, namun pemerintah Jepang tanpa memperhatikan langkah sepihak Washington, sedang berupaya meningkatkan hubungan persahabatan dengan Iran.
Dubes Iran untuk Jepang menambahkan, Iran dan Jepang memiliki hubungan bersejarah dan bersahabat, dan pada situasi seperti sekarang ini terbuka berbagai mekanisme di bidang politik, ekonomi maupun budaya yang dapat mempererat hubungan dua negara.
Sehubungan dengan kapasitas investasi Jepang di Iran, Rahmani Movahed menuturkan, nota kesepahaman untuk mendukung investasi dua arah yang sudah ditandatangani dua negara pasca kesepakatan nuklir JCPOA, menjadi peluang besar bagi perusahaan Jepang untuk berinvestasi di Iran.
Zarif di Malaysia
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Iran yang tengah melakukan lawatan ke Malaysia, bertemu dengan sejawatnya dari negara itu, Saifuddin Abdullah.
Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif dan Menlu Malaysia, Saifuddin Abdullah dalam pertemuan itu menekankan penguatan hubungan bilateral, perluasan kerja sama perbankan, perdagangan, ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan komisi bersama.
Menlu Malaysia pada kesempatan itu mengabarkan rencana kunjungan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad ke Iran dalam waktu dekat ini.
Kepada sejawatnya, Zarif mejelaskan perkembangan terbaru implementasi kesepakatan nuklir JCPOA, masalah-masalah Dunia Islam dan isu-isu penting regional serta internasional.
Menlu Iran juga memberi ceramah di Institute of Strategic & International Studies, ISIS Malaysia, seputar visi dan perkembangan hubungan internasional.
Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kalangan akademisi Malaysia tentang perkembangan terbaru regional dan internasional, serta kebijakan luar negeri Iran.
Sementara itu, Mohammad Javad Zarif Kamis (29/08) usai bertemu dengan Mahathir Mohamad di Kuala Lumpur seraya menjelaskan lobinya mengatakan, di pertemuan yang digelar dengan penuh keakraban dan persahabatan ini dibicarakan berbagai isu dunia, sanksi dan aksi-aksi melanggar hukum Amerika.
"Selain itu di pertemuan dengan PM Malaysia juga dibicarakan isu-isu regional termasuk langkah yang harus diambil terkait pembentukan komite tinggi hubungan bilateral di tingkat menlu sebelum kunjungan Mahathir ke Tehran," papar Zarif.
Zarif menjelaskan, di komite tinggi hubungan bilateral akan dibicarakan seluruh masalah termasuk kerja sama politik, internasional, ekonomi dan keamanan.