Standar Ganda Perang Melawan Terorisme
Perang melawan terorisme membutuhkan sebuah tekad global, tetapi fakta-fakta dan perilaku negara-negara dunia menunjukkan bahwa tekad seperti itu belum terlihat.
Lalu mengapa tekad seperti itu tidak lahir? Apakah lembaga-lembaga internasional tidak berdaya dalam hal ini, atau apakah dualisme perilaku dan posisi negara-negara yang mengklaim memerangi terorisme sehingga menyebabkan penyebaran terorisme di tingkat global?
Wakil Tetap Iran untuk Organisasi-organisasi Internasional yang berbasis di Wina, Kazem Gharibabadi dalam sebuah surat pada hari Selasa (1/12/2020), mendesak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memperjelas posisinya dalam kasus pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, Syahid Mohsen Fakhrizadeh.
“Kami meminta IAEA untuk memperjelas posisinya mengenai tindakan terorisme baru-baru ini dan dengan keras mengutuknya,” imbuhnya.
“Rezim Zionis Israel telah melakukan banyak kejahatan selama beberapa dekade terakhir dan tidak hanya terlibat dalam aksi teror terhadap Iran, tetapi juga berperan dalam pembunuhan sejumlah ilmuwan di negara lain,” tulis Gharibabadi.

Dia mengatakan bahwa Iran menyerukan komunitas internasional untuk memenuhi komitmennya sehubungan dengan hukum internasional tentang perang melawan terorisme dan mengutuk keras pembunuhan yang tidak manusiawi ini.
“Penerapan pendekatan standar ganda dalam perang melawan terorisme bukan hanya tidak konstruktif, tetapi juga akan menyebabkan gagalnya perang global melawan terorisme,” tegas diplomat Iran ini.
Sayangnya, kinerja PBB dan komunitas internasional dalam memerangi terorisme sudah kurang efektif atau mungkin tidak efektif. Hal ini dapat dilihat dari respons mereka atas terorisme rezim Zionis terhadap rakyat Palestina atau kasus pembunuhan wanita dan anak-anak Yaman dalam serangan rezim Arab Saudi, serta dalam aksi teroris gabungan Amerika-Israel di kawasan.
PBB – lewat berbagai resolusi dan konsensus – telah mengecam semua tindakan, metode, dan praktik terorisme sebagai tindakan kriminal dan tidak dapat dibenarkan. Pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran tidak dapat dikecualikan dari kaidah ini.

Syahid Mohsen Fakhrizadeh adalah seorang ilmuwan yang berkontribusi besar di bidang ilmiah dan penelitian, termasuk produksi kit tes Corona dan juga memimpin proyek produksi vaksin Covid-19 di Iran. Pembunuhan ilmuwan ini, seperti tindakan terorisme internasional lainnya, merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum internasional dan Piagam PBB.
Bukti-bukti menunjukkan keterlibatan Dinas Intelijen Israel (Mossad) dan kelompok teroris munafikin (MKO) dalam pembunuhan tersebut. Pada Januari 2019, AS juga terlibat dalam sebuah kejahatan besar dengan meneror Komandan Pasukan Quds Iran, Jenderal Qassem Soleimani dan rekan-rekannya di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Sikap bungkam lembaga-lembaga internasional dalam menyikapi aksi terorisme ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, aksi serupa berpotensi terulang dan meningkatkan penyebaran terorisme. Kedua, sikap bungkam ini akan mendiskreditkan lembaga-lembaga dan organisasi internasional. (RM)