Perspektif Rahbar; Buruknya Demokrasi AS dan Masa Depan JCPOA
Pada peringatan epos penting dan bersejarah 19 Dey, Pemimpin Besar Revolusi Islam membuat pernyataan penting tentang perkembangan terakhir di Amerika Serikat, syarat Iran untuk kembalinya Amerika Serikat ke Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), kehadiran regional Iran, dan kemampuan pertahanan Iran.
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam pada hari Jumat (08/01/2021) dalam pidato yang disiarkan televisi pada peringatan epos rakyat Qom pada 19 Dey, menyebut kebangkitan itu sebagai sebagai gerakan anti-Amerika seraya menekankan, "Kebangkitan 19 Dey adalah pukulan pertama kapak ibrahimi pada tubuh berhala besar, pukulan yang terus berlanjut hingga hari ini."
Dalam pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengacu pada kebijakan AS terhadap Iran dalam periode sejarah yang berbeda dan, dalam menganalisis perkembangan di AS hari ini, menilai situasi politik dan ekonomi AS sebagai buruk.
Keadaan pemilu Amerika mengungkap ketidakefektifan demokrasi liberal Amerika, dan serangan rakyat Amerika ke gedung Kongres membuat negara-negara teman dan musuh Amerika Serikat di dunia mengejek negara ini. Demokrasi, hak asasi manusia, dan nilai-nilai Amerika tidak lagi menjadi dasar bagi negara lain saat ini, karena pemilihan umum presiden AS tahun 2020 mengungkap ketidakefektifan semua nilai-nilai ini.
Pemimpin Besar Revolusi Islam dalam menganalisis situasi saat ini di Amerika Serikat dan serangan terhadap gedung Kongres AS, mengacu pada peristiwa fitnah 1388 (2009) mengatakan, Apa yang ingin dibawa Amerika ke Iran dalam fitnah tahun 2009, ternyata mengenai mereka sendiri pada tahun 2020.
Situasi saat ini di Amerika Serikat menandai tingginya ketidakstabilan AS, bahkan para pejabat AS telah memandang peristiwa 6 Januari 2021 sebagai aib bagi sejarah Amerika, dengan kata lain, sebagai awal dari era pasca-Amerika.
Dalam kasus ini, mantan Presiden Barack Obama menanggapi kerusuhan di Washington dan serangan terhadap gedung Kongres dengan mengatakan, "Stigma ini akan tetap ada dalam sejarah Amerika."
"Tidak mungkin orang lain di dunia akan melihat dan menghormati Amerika Serikat dengan cara yang sama. Jika era pasca-Amerika memiliki tanggal permulaan, maka pasti 6 Januari," kata Richard Haas, Direktur Institut Hubungan Luar Negeri Amerika, ketika menilai kerusuhan di Washington dan serangan terhadap gedung Kongres.
Masalah sanksi, kehadiran regional, kemampuan pertahanan Iran dan JCPOA adalah masalah lain yang menjadi poin penting dari Pemimpin Besar Revolusi Islam. Para pejabat Iran telah berulang kali menekankan bahwa Barat dan musuh bangsa Iran memiliki kewajiban untuk mengakhiri sanksi yang menindas terhadap rakyat Iran. Sanksi terhadap rakyat Iran telah menjadi kejahatan yang terus berlanjut bahkan di puncak epidemi Corona.
Hari-hari ini, beberapa negara Eropa berbicara tentang merundingkan kehadiran regional dan kemampuan pertahanan Iran pada saat yang sama ketika terjadi perubahan kekuatan di Gedung Putih untuk mempertahankan JCPOA, tanpa memperhatikan prinsip dasar pencabutan sanksi sepenuhnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, Republik Islam Iran berkewajiban untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga kawan dan pendukungnya diperkuat di kawasan dan pada dasarnya keberadaan Iran di kawasan justru menciptakan kestabilan."
Mengenai masalah JCPOA, setelah para pihak gagal memenuhi komitmen mereka dalam praktiknya, pemerintah Iran menerapkan hukum Parlemen Iran dalam aksi nuklir terbarunya, dan melakukan pengayaan uranium 20 persen di fasilitas nuklir Fordow.
Iran memiliki hak untuk melaksanakan kewajibannya di bawah JCPOA seperti yang dilakukan pihak lain. Dengan kata lain, "komitmen versus komitmen" adalah prinsip yang ditetapkan dalam JCPOA. Dalam situasi seperti itu, jika Iran mendapatkan keuntungan penuh dari kepentingan ekonomi JCPOA, yaitu sanksi dicabut sepenuhnya, maka kembalinya Amerika Serikat Biden ke JCPOA akan masuk akal, dan Iran akan kembali ke kewajibannya.